"Eh, ini kita serius nggak pengen mampir main ke mana gitu?" sambil berjalan setelah bel pulang berbunyi, Sophie mengajak bicara kedua teman yang berjalan di samping kanan dan kirinya.
"Emang lo mau ngajakin ke mana?" Alan segera bertanya.
"Ya mana kek, nongkrong, karaoke, nonton, ngonser. Atau apa deh. Gue tuh ngerasa kayak nggak punya temen gitu, asli."
"Alah, bilang aja lo nggak punya bahan buat update sosial media." Tukas Michika tau betul.
"Pinter lo, Chik. Gara-gara kita nggak pernah main lagi, akun IG dan tiktok gue jadi sarang laba-laba. Saking sepinya, nggak pernah gue up lagi jalan, ootd, atau apa lah. Garing banget, anjir. Lo sih, ah, sosoan sibuk jadi BA segala macem. Asik sendiri."
Michika langsung melirik teman yang suka lupa mengerem mulutnya itu. "Mulut lo, asik sendiri! Gue jug—"
"Chik, Chik!" Alan langsung memotong kalimat Michika. Langkahnya juga langsung berhenti. Itu semua karena ia melihat Oisin yang tengah berjalan ke arahnya—arah Michika.
Melihat Oisin, kening Michika langsung mengerut. "Apa?" Michika langsung bertanya tanpa ada ramah-ramahnya begitu cowok itu berhenti di depannya.
"Lo lupa jadwal?" begitu juga Oisin, balas bertanya tanpa ada ramah-ramahnya.
"Nggak. Gue tau hari ini ada meeting."
"Terus?"
"Terus apa?"
"Kenapa lo masih nyante-nyante di sini?"
Sophie ikut menginterupsi, "Tunggu, tunggu! Sori, Sin. Chika itu temen kita. Bebas dong, Chika mau apa aja sama kita."
Oisin hanya melirik cewek itu. Sama sekali tidak ada niat menanggapinya. "Cepetan!" katanya lagi pada Michika.
"Cepetan apa?"
Oisin berdecak, "Bolot."
"Gue yang meeting, gue tau jam berapa mulainya. Gue juga bisa mengestimasikan waktu gue. Lo nggak usah sok sibuk deh. Lagian, gue tuh sekarang nggak minta dianterin lo lagi. Nggak." setelah pertengkaran yang hampir menghilangkan nyawanya kemarin, Michika putuskan untuk tidak mau diantar Oisin lagi. Mau bagaimana pun ia berusaha membuat Oisin susah juga rasanya mustahil. Yang ada, ia sendiri yang kesusahan menghadapi Oisin. Jadi terserahlah, mau bagaimana. Toh, Michika sedikit mulai sadar akan tanggung jawabnya yang menyangkut orang banyak.
"Oh, mau nyoba kabur lagi?"
Michika menghembuskan nafasnya kasar. Michika sudah sepasrah itu. Yang sudah ia ambil, ya dijalani. "Emang bisa?"
Satu alis Oisin terangkat. Cukup terkejut ia melihat Michika yang tampak berbeda dari kemarin. Saat ini Michika terlihat powerless. Apakah artinya Michika sudah menyerah untuk bermain-main dengannya? "Kalo gitu, ikut gue."
*
Setelah kurang lebih 40 menit perjalanan, akhirnya tiba juga Michika diantar Oisin sampai ke kantor She-Ya. Sepanjang perjalanan tadi, keduanya tidak saling bicara satu sama lain, sama sekali. Oisin yang memang pendiam, tidak akan bicara jika tidak didului. Michika yang biasanya mendului, memilih untuk bungkam.
"Lo nggak perlu nganter jemput gue lagi." akhirnya Michika membuka suara lebih dulu.
Oisin menoleh pada gadis yang masih belum keluar dari mobil meski mobil sudah berhenti dan mesin sudah mati.
"Lo tenang aja. Gue nggak bakal kabur kok." Tegas Michika seolah tau arti tatapan Oisin.
Lagi-lagi Oisin hanya mengangkat satu alis.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girl I Met That Day
أدب المراهقينBagi Oisin, Jaiko sudah seperti sosok pahlawan karena telah menyelamatkannya dari perundungan yang selalu ia alami semasa SD. Sayangnya, pertemuannya dengan Jaiko hari itu, sekaligus menjadi hari terakhir mereka bertemu. Meski semasa SMP Oisin sudah...