"Gue bilang juga apa? Lo sih, pake nggak nurut gue segala. Kejadian kan?" Alan mengomel seperti seorang ibu kepada anaknya setelah Michika menceritakan apa yang selanjutnya terjadi setelah kemarin Oisin membawanya pergi dengan cara yang memalukan sekaligus menghebohkan.
Kedua bahu Michika meluruh. Kepalanya mengikuti, hingga terantuk ke meja.
"Nggak ada yang beres emang. Mau si Sin, si Hunter, Kahlil apalagi si Beruk. Abel doang yang agak bener!"
Michika tidak merespon. Sampe detik selanjutnya, ia teringat akan suatu hal. Ia langsung mengangkat kepalanya. Wajahnya yang suram mendadak kembali bersemangat.
"Wah, nih anak udah kena LCD-nya." Komentar Sophie lagi.
"Guys, gue pergi dulu!" Michika langsung berlari keluar kelas, meninggalkan kedua temannya yang kebingungan.
*
Tujuannya adalah untuk mencari Hunter! Tapi sial, saat ini Hunter tengah berada bersama teman-temannya, termasuk Oisin. Dari pintu kantin, Michika mendesis. Ia sedang berpikir, apakah ia harus menemui Hunter secara langsung atau tidak? Ah, masa bodo! Michika putuskan untuk menemui Hunter langsung saja. Terserah, mau ada Oisin atau tidak. Yang penting Michika bertemu dan berbicara dengan Hunter. Titik.
Mulut Abel dibiarkan terbuka begitu saja mengetahui salah satu gadis paling cantik di sekolah tengah berada di depannya. Selama ia bersekolah di SMA yang sama dengan Michika, ia nyaris tidak pernah berinteraksi dengan Michika. Bukannya apa, ia hanya tidak berani dan terlalu malu.
"Gue tebak. Lo pasti ada perlu sama salah satu dari kita ya?" Kahlil mengulum senyum. Membuka pembicaraan lebih dulu.
Michika segera mengangguk dan menarik lengan Hunter yang tengah memegang sendok berisi bola bakso. Gara-gara ulahnya, bola bakso itu menggelinding dan jatuh ke lantai.
"Woi!" seru Hunter.
"Penting banget, Ter! Gue perlu ngomong sama lo!"
Tubuh Kahlil menegak perlahan. Ia pikir tujuan Michika adalah untuk menemui Oisin.
"Chik, agresif banget lo sama mantan?" ledek Leroy sambil cengengesan.
"Emang elo? Denger nama mantan aja udah kayak orang kesurupan?" Leroy langsung mengumpat, tersinggung dan kesal dengan ucapan Michika.
"Bentar. Gue makan baksonya dulu satu." Setelah membiarkan Hunter menyantap satu bola baksonya, ia membiarkan dirinya diseret oleh Michika keluar kantin. Sadar dirinya dan Michika jadi bahan perhatian anak-anak satu kantin, Hunter malah sengaja berdadah-dadah. Tapi pada satu cewek yang tidak sengaja bertemu mata dengannya, ia mengedipkan satu matanya tengil.
Satu lagi yang membuat nama Michika makin melambung di SMA Thamrin adalah statusnya sebagai mantan pacar Hunter. Jadi Michika ini dulunya merupakan siswa pindahan dari SMA lain saat kelas 11. Nah, siapa sangka, ternyata cewek cantik ini ketika SMP pernah pacaran dengan Hunter. Hal itu terungkap hanya satu hari setelah kepindahan Michika. Siapa yang mengungkap? Ya, Hunter sendiri. Dengan lantang, ia memanggil Michika "mantan" di hadapan banyak anak di sekolah.
*
"Wah, sekarang lo jadi suka tempat-tempat sepi kayak gini, Chik?" satu alis Hunter terangkat, senyum tengilnya tercetak, saat Michika berhasil membawanya ke taman sekolah yang cukup sepi.
Michika tidak mau menanggapi ocehan cowok itu. Sebab bukan itu tujuannya. Melainkan sebuah permintaan. "Ter, gue perlu bantuan lo."
"Hm?"
"Please. Kali ini aja."
"Lo kenapa? Sakit? Kesurupan? Atau jangan-jangan lo—"
"Lo tau kemaren temen lo itu gimana ke gue kan?" Michika memotong kalimat Hunter.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girl I Met That Day
Teen FictionBagi Oisin, Jaiko sudah seperti sosok pahlawan karena telah menyelamatkannya dari perundungan yang selalu ia alami semasa SD. Sayangnya, pertemuannya dengan Jaiko hari itu, sekaligus menjadi hari terakhir mereka bertemu. Meski semasa SMP Oisin sudah...