Sunghoon terkesiap dari tidurnya, langsung duduk dengan wajah panik, kepalanya terasa sangat pusing dan berat, perlahan ia melihat sekitar mencerna situasi, sebelum menyadari perutnya yang di perban.
sosok gadis dengan kulit putih cerah datang dengan semangkuk obat herbal di tangannya, hanya saja kini Sunghoon sudah terlanjur membenci putri itu, muak dengan dramanya ia buat dan segala rencana sangkuni busuknya itu.
tiba-tiba tangan pangeran itu terulur ketika sang putri duduk di samping nya, mencekik leher nya dengan satu tangan.
"ukrh, p-pangeran!"
"kau! kau yang merencanakan ini kan? aku sudah muak dengan tingkah mu Wony!"
sambil menahan sakit di perutnya Sunghoon bergerak maju untuk semakin menekan leher putri itu, darahnya melejit naik hingga lepas kendali.
air mata keluar dari sudut mata Wony, bingung dan terkejut melihat pangeran yang ia cintai menatapnya selayak musuh.
"aku tau segalanya tentang Sunoo! dan kau... hina sekali..."
Sunghoon benar-benar kehabisan kalimat, wajah nan matanya memerah karena emosi yang di simpan.
mangkuk di tangan sang putri jatuh membasahi gaun cantik nya, deru air mata terus keluar, nafas nya semakin berat.
"kau tau seberapa aku mencintai Sunoo? aku sudah berjuang keras demi dia, semua yang aku lakukan itu untuk dia bukan kau!"
ucapan itu menusuk dalam hati Wony, tidak percaya dengan kenyataan bahwa pangeran yang dia cintai melenceng dari norma, menghantam kepala gadis itu, rasa sakit terus bertambah seiring cekikikan itu semakin kuat.
hingga seperkian detik kemudian Sunghoon tersadar dan melepaskan cengkraman nya di leher sang putri, melihat telapak tangan nya dan sang putri bergantian.
"kau harus tau itu." ucap nya singkat dan segera beranjak dari kasur itu dengan tenaga yang ada.
disisi lain sang putri yang tergeletak tak berdaya di kasur mulai meratapi nasib nya, mengenang masa kecil nya yang bahkan tak pernah indah.
"bahkan ketika aku jatuh cinta..."
air matanya mengalir deras, membasahi mattress. Hingga dari pinggir matanya ia melihat pisau yang tertancap di buah.
pikiran nya kalut, kewarasan nya hilang karena apa yang dia inginkan tidak dapat ia gapai, perlahan dia bangkit dari sana berjalan menuju kearah nakas meja.
"pisau yang cantik"
jari jari lentik putri itu mengelus gagang pisau, sebelum mencabut pisau tersebut dan perlahan berjalan membawa pisau di tangan nya tepat berhenti di depan api unggun.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Winter sedang berjalan berdampingan dengan jay sedikit berbincang beberapa hal tentang istana atau jabatan yang akan jay ambil bila mengikuti kelas khusus di dalam istana.