Bab 50

3.6K 211 6
                                    

🌺🌺🌺

Arjuna keluar dari mobil dengan wajah penuh amarah. Hari ini, ia mendatangi kantor Mahardika, sebelumnya ia sudah datang ke kantor yayasan, tetapi karyawan di sana mengatakan jika pria itu sedang berada di kantor perusahaan pribadinya. 

Arjuna segera menuju tempat itu setelah diberitahu alamatnya oleh seseorang di sana. Beberapa orang terheran-heran melihat kedatangan Arjuna ke tempat itu. 

Kemudian, seorang satpam menghalangi langkahnya ketika akan masuk. “Maaf, mau ketemu sama siapa, Pak?” tanya satpam itu. 

“Mahardika! Dia di sini, kan?!” tanya Arjuna dengan amarah tertahan. 

“Sebelumnya sudah ada janji sama Pak Mahardika?” tanya satpam itu lagi, membuat Arjuna sedikit kesal.

“Saya ada keperluan sama dia. Penting!” 

“Sebentar, Pak. Saya tanya resepsionis dulu.” Satpam itu menahan tubuh Arjuna yang berusaha memaksa masuk. 

Arjuna terpaksa menunggu dengan tidak sabar. Setelah beberapa saat, satpam itu kembali padanya. 

“Silakan, Pak. Pak Mahardika mengizinkan Bapak masuk,” ujar satpam itu.

“Di mana ruangannya?” tanya Arjuna dengan nada menahan kesal. 

“Ada di lantai tiga di ruangan paling ujung,” jawab satpam itu. 

Arjuna segera berjalan menuju lift tanpa menunggu lama. Tangannya mengepal erat, ia sudah tidak bisa menahan diri untuk menghajar pria itu. 

Sesampainya di lantai tiga, Arjuna berjalan cepat. Begitu berada di depan pintu. Meja asisten pribadinya sedang kosong. Itu kesempatan yang bagus, ia bisa masuk tanpa halangan lagi. Tanpa mengetuk terlebih dahulu, ia membukanya dengan keras sampai pintu itu membentur dinding.  

Mahardika sontak menoleh, ia sedang duduk dengan tenang di kursinya seraya menatap layar komputer. 

“Arjuna?” Mahardika mengernyit menatap pria itu yang terus berjalan menujunya. Ia berdiri. “Tidak sopan sekali ka—”

“Bajingan!” 

Tanpa peringatan, Arjuna melayangkan tinju ke wajah Mahardika. Pria itu terhuyung ke belakang dan hampir terjatuh. 

Mahardika menatap Arjuna tajam. “Apa-apaan kamu?!” Mahardika menyeka darah yang merembes di sudut bibirnya. 

Arjuna mendekat, lalu mencengkeram kerah kemeja pria itu. “Beraninya lo menyentuh Diandra, Brengsek!” geram Arjuna. 

Mahardika menyeringai. “Jadi itu masalah kamu?” 

Arjuna semakin tersulut emosi karena sikap Mahardika yang terlampau tenang setelah melakukan kesalahan fatal pada Diandra. 

“Kenapa lo nyakitin Diandra, ha?! Dia udah percaya sama lo, tapi kenapa lo malah melakukan itu ke Diandra?!”

Mahardika menyeringai, mengabaikan rasa perih di sudut bibirnya yang masih sedikit mengeluarkan darah. Ia berusaha menepis tangan Arjuna yang mencengkeramnya, tetapi usahanya sia-sia. Pria itu lebih kuat dan cengkeramannya lebih erat. 

“Apa yang kamu lakukan ini cuma menunjukkan betapa lemahnya kamu, Arjuna. Kamu selalu bertindak impulsif dan hanya mengedepankan otot. Ternyata kamu gak sepintar itu untuk membaca situasi yang bisa merugikan kamu,” ujar Mahardika dengan nada mengejek. “Kamu pikir dengan melakukan ini, kamu bisa menjadi pahlawan buat Diandra?”

Arjuna mendorong Mahardika hingga tubuhnya membentur meja di belakang. “Lo pikir gue akan diem aja setelah apa yang lo lakukan ke Diandra, ha?! Dia bukan seseorang yang bisa lo permainkan seenaknya!” Suara Arjuna menggelegar, membuat beberapa staf di luar berhenti bekerja dan mencuri dengar. Bahkan ada beberapa yang berinisiatif untuk memanggil satpam karena keributan itu.

Panggung SandiwaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang