CHAPTER 41

183 26 86
                                    

Langit Kota Tokyo yang semula biru gelap telah tergantikan oleh hitam pekat ketika mobil silver milik Obito Uchiha, dan kini ditumpangi oleh keponakan tersayang melintas di antara lampu-lampu yang menerangi kota.

Sakura menempatkan diri di kursi penumpang, pandangannya lebih banyak mendarat ke luar jendela dari pada dalam mobil, mungkin juga sibuk memikirkan hal apa yang sebaiknya dibicarakan demi mengusir canggung.

Dan mengapa ia bisa berakhir bersama Uchiha satu ini? Alasan satu-satunya adalah dorongan Naruto. Serius si rambut jagung itu memang tak setengah-setengah dalam melancarkan dukungan, dan ia hanya bisa pasrah.

Lalu bagaimana dengan Sasuke? Dia masih fokus mengemudi dalam ketenangan yang mustahil terganggu. Wajahnya seperti biasa, dingin, tanpa adanya ekspresi berlebihan, dan tetap mencuri perhatian.

Sebetulnya lima menit mobil melaju meninggalkan rumah Naruto, keduanya sempat bersepakat untuk berbicara. Yang mungkin pada akhirnya membahas apa pun yang berkaitan akan hubungan mereka sambil makan malam di suatu tempat, meski belum diputuskan juga ke mana Sasuke akan menghentikan mobilnya.

Tak berselang lama, ponsel Sasuke bergetar. Laki-laki itu merogoh saku celananya, melirik sekilas ke layar, lalu mendesah pelan, 'Obito.' Alih-alih menjawab, ia malah meletakkan ponselnya di dashboard, membiarkannya benda itu tetap bergetar hingga mati sendiri pada akhirnya.

Alis Sakura terangkat. "Mengapa tidak dijawab?" Omong-omong, dia juga sempat memergoki nama yang tertera di layar ponsel laki-laki itu. Ekhm ... mengintip lebih tepatnya.

Karena ketika bersama selama beberapa jam, ia cukup malu untuk bertanya apakah dia tak dekat dengan siapapun? Salah satu gadis dari Birmingham, misalnya? Jadi, barangkali nama seorang gadis bakal dijumpai di ponsel itu. Tapi, untungnya bukan, ia sedikit dapat bernapas lega sekarang.

Sasuke masih menatap lurus ke jalanan, ekspresinya setenang biasanya. "Sepertinya jika kujawab, dia akan merusak rencana, dan kita akan gagal berbicara lagi pada akhirnya."

Ah, jadi itu alasannya. Merasa setuju, ia hanya mengangguk. Tadi ketika di rumah Naruto selagi menunggu Boruto, juga tak sempat membahas apa pun, bahkan hanya untuk sekadar menanyakan kabar. Memangnya mana sempat membahas tentang hubungan tanpa terusik apa pun kalau bocah super aktif ada di antara mereka.

Akhirnya, Sakura memilih tidak membalas lagi. Tapi sedetik kemudian, ponsel itu kembali bergetar. Sepertinya semesta tak membiarkan mereka menghabiskan waktu hanya berdua.

Dan herannya laki-laki itu sama sekali tak berniat menjawab panggilan Obito. Dia tetap mengemudi seakan tak ada apa pun di ponselnya. Bisa, ya, bersikap seperti itu?

Tanpa pikir panjang gadis itu meraih ponsel Sasuke dan menyodorkan ke pemiliknya. "Jawab saja. Makan malam sambil membicarakan itu bisa lain kali. Barangkali ada hal genting yang ingin dikatakan Paman Obito."

Onyx itu nampak terusik, menatap Sakura sekilas lalu berpindah ke ponselnya. Raut mukanya seperti mengatakan, 'Kenapa kau malah memihak Paman Obito?'

Tapi meski berat hati, panggilan itu dijawab juga pada akhirnya.

"Ya?" Suaranya terdengar agak malas-malasan.

"Hoi, bocah. Kau di mana sekarang?" Yang menyebalkan suara Obito terdengar seringan itu, tanpa ada rasa bersalah sebab telah mengganggu acaranya.

"Aku di jalan."

"Bagus! Langsung pulang. Kakashi dan aku akan memasak cukup banyak. Paman Madara juga sudah duduk manis tak sabar makan bersama keponakannya. Kau tahu 'kan betapa langkanya momen ini?"

Dahi Sasuke berkerut. Benar 'kan firasatnya? Pasti Obito bakal menggagalkan rencananya.

Dari kursi sebelah, emerald itu menatapnya terang-terangan ketika mendengar tarikan napas Sasuke yang terkesan kesal. Lihat, wajahnya jadi 20% semakin suram.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

STALKER || SasuSakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang