"Ali ih! Bercandanya nggak lucu!" ucap Prilly setelah Ali menceritakan berbagai tawaran yang datang padanya. "Aku nggak bercanda sayang... Kalo kamu nggak percaya, tanya tuh sama Om Andi. Dia dapet banyak telfon kemarin waktu pulang dari Bandung. Kak Riri juga tau kok. Kalo kamu mau, dia yang akan jadi manager kamu" ucap Ali. "Tapi aku-" ucap Prilly dipotong oleh Ali. "Iya aku tau. Kamu lebih suka berprofesi jadi dokter kan?" ucap Ali. Prilly hanya diam takut Ali tersinggung atau marah karena dia tidak menerima tawaran itu. Ali menarik Prilly agar duduk bersandar di dadanya. Saat ini mereka sedang berada diruang tengah rumah Prilly. "Aku nggak marah kok kalo kamu nggak ambil tawaran itu. Tapi aku mau minta tolong sama kamu. Tolong ambil salah satu dari semua pekerjaan itu. Bukan aku maksa kamu, tapi nama management aku yang jadi taruhan Prill. Tapi kalo kamu nggak mau, aku bisa bilang sama mereka. Dan aku yakin mereka pasti ngerti kok alasan kamu menolak mereka" ucap Ali sambil mengelus rambut Prilly dan mengecupnya singkat.
Cukup lama mereka terdiam. Tiba tiba Prilly bangkit dari sofa dan menuju kamarnya. "Bie... Jangan marah dong sayang... Aku nggak maksain kamu kok, kalo kamu nggak mau aku bisa bilang sama Om Andi nanti" ucap Ali setengah berteriak yang untungnya tidak ada orang lain dirumah selain dia dan Prilly, juga Mang Ujang dan Bik Inah. Tak ada balasan dari Prilly. Ali terduduk lesu. Memikirkan bagaimana caranya membujuk Prilly agar tidak marah seperti sekarang.
"Ayo Li! Ngapain duduk?"ucap Prilly yang tiba tiba ada didepan Ali. Ali mendongak mendengar suara Prilly. Dilihatnya Prilly telah mengganti pakaian santainya tadi. Kini ia memakain celana jeans berwarna hitam, blouse berwarna hijau tosca muda, higheels berwarna putih, dan tas berwarna senada yang bermerek tentunya. Rambutnya hanya ia gulung secara acak. Tampak dewasa dan cantik tentunya. "Mau kemana sayang?" tanya Ali. "Kita ke kantor. Aku mau ketemu Om Andi?" ucap Prilly. "Ngapain? Kalo kamu nggak mau biar aku aja yang bilang ke Om Andi nanti" ucap Ali. "Siapa bilang aku nolak?" ucap Prilly. "Apa?" ucap Ali sambil membulatkan matanya tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar. "Aku mau terima tawaran itu. Tapi cuma pemotretan aja yang bisa aku ambil. Nggak papa kan?" ucap Prilly. Ali tersenyum mendengar ucapan Prilly itu. Tanpa mengeluarkan sepatah katapun Ali langsung menarik Prilly dalam pelukannya. "Itu udah lebih dari cukup" ucap Ali saat memeluk Prilly.
***
"Li, kenapa hari ini kantor rame banget?" ucap Prilly saat melihat berpuluh puluh wartawan dari dalam mobil setelah Ali memarkirkan mobilnya. "Nggak tau bie. Mungkin mereka mau wawancara tentang konser kemarin. Kemarin kan nggak ada perskon" ucap Ali sambil melihati para wartawan yang menunggu didepan kantor. Sebelum keluar dari dalam mobil, Prilly memasang kacamata hitamnya. Sama halnya dengan Ali, ia juga memasang kacamata hitamnya. Dan menutupi kepalanya dengan hoodie berwarna abu abu. Ali hanya memakai pakaian santai sekarang. Karena tidak ada niat untuk pergi ke kantor dan tidak sempat mengganti pakaiannya. Ia hanya menggunakan hoodie abu abu dan celana selutut berwarna coklat muda dengan sneakers birunya.
Melihat Ali dan Prilly keluar dari dalam mobil, para wartawan langsung mengerubungi mereka dan meluncurkan beribu pertanyaan. 4 bodyguard dikantor Ali berusaha memberi jalan untuk Ali dan Prilly. Ali juga selalu melindungi Prilly dengan merangkul kepala Prilly dalam dekapannya. Mereka berjalan sambil menunduk menghindari kilauan cahaya yang muncul dari beribu kamera yang ada disana. "Ali gimana konsernya kemarin?", "Apa ada kendali ditengah konser?", "Gimana perasaan Prilly setelah kemarin tampil dikonser Ali?", "Apa Prilly merasa gugup?", "Apa benar Prilly mendapat beribu tawaran setelah konser kemarin selesai?", "Lalu bagaimana profesi Prilly sebagai dokter?", "Apa Prilly tetap menjalankan kedua profesi sebagai dokter dan aktris?", dan masih banyak lagi pertanyaan dari para wartawan yang membuat riuh karena tak ada satupun yang dijawab oleh Ali dan Prilly.
Setelah bersusah payah akhirnya Ali dan Prilly berhasil masuk kedalam lobby. "Aduh, gila itu wartawan banyak banget" ucap Prilly sambil melepas kacamata hitamnya. "Hahahaha... Kamu harus terbiasa sayang... Pasti bentar lagi kamu akan dikelilingi sama mereka setiap hari" ucap Ali. "Iya sih... Ya udah ah! Yuk ke ruang Om Andi" ucap Prilly lalu berjalan mendahului Ali yang belum beranjak dari tempatnya. Ada sesuatu dari Prilly yang membuat Ali gagal fokus. 'Aduh. Kenapa tu rambut digulung sih. Udah tau gue paling nggak tahan sama yang satu itu. Jadi pengen nempelin bibir kesana' batin Ali sambil memandangi leher jenjang Prilly. Lalu Ali megambil iphone nya dan menelpon seseorang. Siapa yang Ali hubungi? Entahlah.
***
"Loh? Prilly? Ngapain kesini?" ucap Andi saat Prilly masuk ke dalam ruangannya. Tapi tak terlihat Ali disana. Sepertinya dia masih sibuk memikirkan sesuatu. Kalian pasti tau apa yang Ali pikirkan. "Mmm... Kata Ali, kemarin Om Andi dapet banyak telfon buat nawarin aku main film dan yang lain ya?" ucap Prilly. "Oh itu. Iya kemarin banyak banget yang telfon buat nawarin lo main film ada, iklan ada, pemotretan juga ada. Masih banyak lagi sih sebenernya. Tapi kemarin gue udah diskusi sama Ali. Katanya dia nggak mau maksain lo. Jadi kalo lo nggak mau, gue bilang ke mereka kalo lo sibuk sama profesi lo yang sekarang" ucap Andi. "Jangan om!" cegah Prilly. "Loh? Kenapa?" ucap Andi bingung. "Aku... Aku mmm... Ak- Aku mau kok ambil tawarannya" ucap Prilly. "Serius Prill?" ucap Andi tak percaya. "Iya. Ya itung itung cari pengalaman baru" ucap Prilly. Andi tersenyum mendengar ucapan Prilly. "Okey! Mana yang mau lo ambil?" ucap Andi. "How do you think if I take the photography?" ucap Prilly sambil menaikkan salah satu alisnya. "Great! Gue tau kalo lo akan ambil salah satu dari sekian pekerjaan itu, lo akan ambil pemotretan" ucap Andi. "Kenapa gitu? Sebenernya aku bingung Om. Alasan mereka menawarkan pekerjaan itu ke aku apa sih?" ucap Prilly. "Kalo menurut gue. Mereka liat lo dari segi fashion lo. Wajah lo yang cantik dan badan yang bagus juga mendukung" ucap Andi. "Masak sih Om? Kayaknya biasa aja deh" ucap Prilly. "Ya elah Prill. Kalo biasa aja, nggak mungkin tu si Ali nyangkut ama lo" ucap Om Andi.
Saat Prilly hendak meluncurkan kalimat lagi, tiba tiba pintu ruangan Andi terbuka dengan tergesa gesa. "Bie. Kok aku ditinggal sih!" ucap seseorang yang ternyata adalah Ali. "Abisnya kamu lama. Ngapain coba pake diem segala?" ucap Prilly. "Ya tadi itu aku... Aku... Aku tu ini..." ucap Ali tergagap karena bingung mencari alasan. Padahal yang sebenarnya ia berusaha untuk mengalihkan pandangannya ke arah lain, bukan ke leher jenjang Prilly. "Apa?" ucap Prilly. "Itu..." ucap Ali masih mencari alasan. "Udah ah nggak usah dipikir! Nggak penting! Kan kita kesini mau ngomongin tawaran kamu" ucap Ali lalu duduk disebelah Prilly. "Ngomongin apa? Orang udah selesai" ucap Prilly. "Loh kok?" ucap Ali. "Kamu tu kelamaan kesininya!" ucap Prilly. "Maaf bie... Abisnya kamu ninggalin aku sih" ucap Ali. "Loh kok jadi aku sih? Tadi yang nyuruh berdiri diem disana siapa? Kan tadi aku udah ngajak ayo buruan ke ruang Om Andi. Kamunya malah diem" ucap Prilly. "Eh eh eh, kok jadi berantem di ruangan gue sih!" tegur Om Andi karena sudah pusing mendengar Ali dan Prilly yang bertengkar hanya karena masalah kecil. "Kita tunggu Riri dulu ya. Kita omongin jadwal Prilly" ucap Andi.
Tak lama kemudian, Riri datang. "Kenapa nih?" ucap Riri. "Prilly mau ambil tawaran pemotretan kemarin" ucap Andi. "Serius? Wahh... Bagus deh!" ucap Riri. "Tapi kan kemarin juga banyak tawaran pemotretannya. Prilly mau ambil yang mana?" ucap Riri. Baru saja Prilly hendak mengangkat mulutnya Ali sudah menyautnya terlebih dulu. "Pokonya gue mau Prilly dapet label pemotretan yang paling bagus dari semua tawaran yang masuk. Gue nggak mau kalo kualitasnya jelek" ucap Ali. "Oke. Besok kita kesana Ri. Besok kita kabarin kalian lagi" ucap Andi. "Makasi ya Om, Kak Riri" Ucap Prilly. "Udah selesai kan ni?" tanya Ali. "Udah kok" ucap Andi. "Ya udah pulang yuk bie" ucap Ali lalu menarik tangan Prilly keluar dari ruangan Andi tanpa mengucapkan kata pamit pada Andi dan Riri. "Kenapa sih tu si Ali? Uring uringan banget kayaknya" ucap Andi. Riri mengendikkan bahunya tanda tak tau. Tak lama kemudian, "Ohh...!!" ucap Andi dan Riri bersamaan seolah mereka memikirkan suatu hal yang sama. "Gue lupa nggak ngucapin apa apa sama mereka" ucap Riri. "Iya nih Ri. Wah bahaya nih si Ali mau ngasi apa ya kira kira?" ucap Andi.
***
YOU ARE READING
She Is Mine
FanfictionKisah cinta seorang Dokter dan Musisi yang merangkap menjadi CEO. Seperti apa kisah mereka? Baca aja!! Beberapa part aku private. So, follow aku dulu kalau mau baca lengkap cerita ini. Thank's!!