Sudah seminggu sejak Prilly sakit. Kini ia kembali dengan rutinitasnya. Pagi ini ia sudah berada diruang kerjanya sedang memerika beberapa dokumen rumah sakit. Ketukan pintu ruangannya menghentikan pekerjaannya. "Masuk" ucap Prilly. Dan tampaklah orang yang mengetuk pintu itu. Ali.
"Hay sayang..." ucap Ali lalu menghampiri Prilly dan mengecup singkat bibir kekasihnya itu.
"Hay... Tumben pagi pagi udah kesini? Ngga ke studio?" tanya Prilly pada Ali yang bersandar dimeja kerja Prilly.
"Tadinya sih mau ke studio. Cuma pas dijalan Om Rafli telfon ngajak ketemuan di cafe deket rumah sakit kamu, jadi aku kesini dulu" ucap Ali.
"Om Rafli? Om Rafli adik Papa kamu kan? Tumben ngajakin ketemuan? Bukannya Om Rafli sibuk banget?"
"Makanya itu aku heran. Setau aku sih Om Rafli lagi di Jerman. Taunya udah balik. Kira-kira Om Rafli mau ngomong apa ya sayang? Tiba tiba banget gitu. Dan tumben juga langsung hubungin aku. Biasanya sih lewat Mama" ucap Ali bingung.
"Lagi kangen sama ponakannya kali. Kan udah lama ngga ketemu" ucap Prilly sambil kembali membaca dokumennya tadi.
"Mungkin. Ya udah deh, aku pergi dulu ya" pamit Ali. Prilly yang mendengar itu langsung mendongak menatap Ali.
"Bentaran banget disininya... Ntar an aja kek" rengek Prilly yang bangkit dari duduknya dan bergelayut manja di leher Ali. Ali yang gemas pun menciumi pipi chubby Prilly berkali kali.
"Takutnya Om Rafli udah nungguin sayang... Ngga enak nanti. Janji deh abis ketemuan sama Om Rafli aku balik kesini lagi nemenin kamu" ucap Ali.
"Janji ya?" ucap Prilly.
"Iya... Udah ah, ngga jadi pergi aku kalo kamu manjanya kambuh gini. Semangat kerja sayang" ucap Ali mencium kening Prilly dan berlalu dari ruangan Prilly.
Prilly hanya tersenyum menatap kepergian Ali. Betapa ia mencintai lelakinya itu.
***
Ditempat lain, Ali sudah tiba di café tempat Om Rafli ingin bertemu. Hanya sekitar 10 menit dari rumah sakit Prilly. Saat ia masuk kedalam café tersebut dilihatnya Om Rafli duduk disalah satu sudut café itu sambil menatap laptopnya seperti mengerjakan sesuatu. Maklum saja, Om Rafli ini adalah orang penting dan sibuk. Ia adalah seorang CEO perusahaan keluarga Ali. Om Rafli dipercaya oleh mendiang Papa Ali untuk menggantikannya diperusahaan besarnya itu.
"Om Rafli?" sapa Ali.
"Oh Ali! Apa kabar nak? Lama kita ngga ketemu" balas Om Rafli sambil memeluk Ali layaknya anak sendiri.
"Baik Om. Om sendiri gimana? Kata Mama baru pulang dari Jerman ya Om?" ucap Ali lalu duduk diahadapan Om Rafli.
"Om baik kok. 2 hari yang lalu Om udah di Indonesia. Gimana hubungan kamu sama dokter Prilly?"
"Haha, baik kok Om. Tadi juga sempet ketemu sebelum kesini. Mmm, omong omong ada apa Om ngajakin Ali ketemuan? Biasanya kalo ketemuan ngajakin keluarga" ucap Ali.
Om Rafli menghela nafas dan melepas kacamata yang tadi bertengger dihidungnya.
"Jadi gini Li, ada sesuatu yang harus Om sampaikan ke kamu. Sebenarnya sudah dari lama Om ingin menyampaikan ini. Tapi Om belum punya waktu yang pas buat ketemu sama kamu. Selain itu kamu juga sibuk-sibuknya kan?!"
"Jadi? Apa yang mau Om kasih tau ke Ali?" tanya Ali. Om Rafli menyodorkan sebauh map pada Ali.
"Ini apa Om?" tanya Ali bingung. Lalu ia membuka map itu.
"Itu surat wasiat dari Papa kamu. Saat Papa kamu meninggal, dia minta Om untuk menggantikan posisinya sebagai pemimpin perusahaan keluarga kita, keluarga besar Syarief. Tapi Papa kamu minta setelah kamu dewasa, dia pengen perusahaan ini ada ditangan kamu" jelas Om Rafli.
"Maksud Om? Papa minta Ali buat jadi pemimpin di Syarief Corp? Tapi Ali masih terlalu kecil buat memimpin perusahaan sebesar itu Om" ucap Ali.
"Om yakin kamu bisa Li. Sedari kecil Om sengaja mengajak kamu ke kantor supaya kamu tidak merasa asing dengan perusahaan yang nantinya kamu pimpin. Sekarang ini kamu juga bisa menjadi pemimpin di studio kamu. Tidak ada bedanya kok dengan kamu memimpin perusahaan"
"Tapi... Tapi Ali belum siap Om. Ali belum siap meninggalkan dunia Ali"
"Tenang aja LI... Untuk jadi seorang CEO, kamu nggak harus meninggalkan cita cita yang sudah kamu raih ini. Tapi, mungkin kamu bisa memilih seseorang untuk menggantikan posisi kamu distudio. Tidak mungkin kamu bisa menjadi pemimpin dikeduanya"
"Kenapa harus Ali sih Om? Maksud Ali, sekarang kan udah ada Om Rafli yang jadi CEO nya, kenapa ngga dilanjutin aja. Untuk penggantian pemimpin itu butuh adaptasi yang besar lho Om. Ali Cuma takut Syarief Corp jadi jatuh bangkrut kalau sudah ada ditangan Ali nanti"
"Ali... Syarief Corp sudah membuka cabang di Jerman. Dan menurut kamu, Om ke Jerman kemarin untuk liburan? Bukan nak... Urusan Om ke Jerman tentu saja masih menyangkit tentang Syarief Corp. Setelah kantor pusat ini ada ditangan kamu, Om dan keluarga Om akan pindah ke Jerman karena Om harus menangani perusahaan kita disana. Om butuh bantuan kamu untuk menangani kantor pusat kita. Untuk itu, Om kasih kamu waktu selama 1 bulan untuk mempelajari semua tentang Syarief Corp. Ada Agus orang kepercayaan Om yang bisa bantu kamu selama 1 bulan nanti. Dan kalau kamu sudah memutuskan dan yakin untuk bisa memimpin perusahaan, Om akan pindah ke Jerman. Gimana?"
Ali mengambil nafas dalam dalam. Memastikan keputusan yang ia ambil tidak salah. Lagipula ini permintaan Papa nya. Dan harapan Ali adalah bisa membuat Papa nya bangga.
"Oke Om! Ali ambil tawaran Om!" jawab Ali yakin.
Om Rafli tersenyum bangga sekaligus lega akan ini. "Om yakin kamu pasti mengambil kesempatan ini. Dan Om juga yakin kamu pasti bisa memimpin perusahaan kita seperti mendiang Papa kamu" ucap Om Rafli.
YOU ARE READING
She Is Mine
FanfictionKisah cinta seorang Dokter dan Musisi yang merangkap menjadi CEO. Seperti apa kisah mereka? Baca aja!! Beberapa part aku private. So, follow aku dulu kalau mau baca lengkap cerita ini. Thank's!!