#20

1.4K 34 5
                                    

Star melangkah dengan gontai setelah menutup pintu apartmennya. Ia sengaja tidak memasang kunci grandel, berharap Moon akan kembali. Tanpa menghidupkan lampu, ia terduduk di sofa berpikir keras kemana lagi Moon bisa berada. Semalaman ini ia sudah mencari-cari Moon ke terminal, bandara, bahkan ke panti, satu-satunya tempat yang paling mungkin Moon datangi jika ia benar-benar ingin melarikan diri. Tapi nyatanya, ia tak menemukannya disana.

“Apa kau sudah menemukannya?” suara diseberang line masih terdengar gelisah saat Star mengangkat ponselnya. “Sepertinya ia memang benar tidak pergi ke panti seperti kata ibu kepala.” Lanjut Sunny begitu tak juga mendengar suara dari Star. “Lebih baik kau istirahat. Besok kita akan mencarinya lagi.”

“Hm…” Star memberikan jawaba singkatnya sebelum akhirnya memutus pembicaraan telpon mereka.

Star menengadahkan kepalanya, memutarnya sedikit ke kanan dan ke kiri untuk melonggarkan urat-urat lehernya yang terasa menegang. Dengan perlahan ia merebahkan tubuhnya dan menyilangkan kedua tangannya untuk menutup mata.

“Kau bisa menganggapku sebagai teman mu_” kata Star tanpa mengalihkan pandangannya setelah mendudukkannya di sofa apartmen tempat tinggal Moon. Dengan penuh kehati-hatian ia melepaskan perban yang sudah basah oleh darah karena luka di kaki Moon dan mulai melilitkan perban yang baru. “Yup…selesai.” Star masih duduk berjongkok dihadapan Moon dan mendapati wajah terkejut Moon. “Ah~ Windy mengatakan padaku kalau kau tak memiliki banyak kenalan di kota ini.” Star tertawa janggal. “Kau tak perlu datang membersihkan apartmenku sampai kaki mu benar-benar sembuh.” Star bangkit berdiri.

“Terimakasih, tuan Star.” Moon tersenyum tulus.

“Ah. Ehm…ya.” Star mengangguk kikuk. Untuk kedua kalinya dadanya berdetak kuat, setelah pertama tadi saat Moon berada digendongannya. “Kalau begitu aku pulang dulu. Jika butuh sesuatu, kau bisa menghubungiku.” Moon mengangguk dan kembali tersenyum. DEG.

- - -

“Moon, buka mata mu. Moon…ayo buka mata mu. sadarlah!!” Star menepuk-nepuk pipi Moon pelan berharap Moon segera membuka matanya. Sudah beberapa hari ia tak melihat keberadaan Moon dan itu membuatnya merasa sangat khawatir. Sebelumnya ia mencoba menghubungi ponsel Moon tapi tak ada jawaban, jadi ia meminta petugas apartment untuk mengijinkannya masuk.

“Katakan apa yang harus ku lakukan! Seseorang sedang mengalami demam yang sangat tinggi dan tubuhnya menggigil.” Tanya Star panik begitu telponnya tersambung. Dengan sigap ia meraih remote AC dan langsung mematikannya. Ia menyelimuti tubuh Moon dengan selimut dan memcoba mencari selimut lainnya untuk membungkus tubuh Moon yang terus menggigil kedinginan. “Cepat datang kemari SKY!!” teriak Star sebelum akhirnya melemparkan sembarangan ponselnya.

- - -

“Kau…mau kemana?” tanya Star datar saat melihat Moon bersiap pergi.

“Oh…membeli beberapa barang kebutuhan sehari-hari ke pasar. Apa tuan Star mau ikut?” tanya Moon dengan cengiran lebar.

“Cih…demi Tuhan! Jangan pernah berharap!” kata Star mengangkat kakinya di depan tv sambil tangannya tak henti-hentinya mengganti saluran TV.

Moon mengangguk-anggukkan kepalanya dan lantas pergi. “Aku pergi…”.

“Hooo…” Star tak memperdulikan Moon. Tapi selang beberapa menit, ia berlari keluar dari apartment nya untuk mengejar Moon. “Apa yang sedang ku lakukan sih!?” desah Star saat berhasil menyusul Moon tanpa sepengetahuannya. Ia berdiri di dekat pintu tak pernah membayangkan kalau bis yang sekarang ia naiki bisa sebegitu penuh. Beberapa kali tubuhnya terdorong dan beberapa kali kakinya terinjak. “Aku takkan pernah mau lagi naik bis…seumur hidupku.” Star mengelus perutnya yang mulai merasa mual dan keringat dingin mulai keluar.

Walks to RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang