‘Hei…apa kau tahu kalau dia itu adik kandung dokter Sky?’
‘Benarkah??! Tapi mereka tidak mirip, mereka ibarat langit dan bumi. Lihatlah, dia itu tinggi, tampan dan cool...ahhh, beda sekali dengan dokter Sky yang pendek dan berwajah bulat lucu itu…’
“Hari ini kau sudah bisa keluar dari Rumah Sakit. Bagaimana?” Tanya dokter Sky sambil tersenyum menyambut Star yang tak memperdulikan bisik-bisik perawat di belakang mereka. Ia cukup mengenalnya semenjak dirawat selama hampir 6 bulan ini di Rumah Sakit miliknya. Ia pria yang hebat, baik karir dan kehidupan keluarganya. Rumah Sakit yang besar ini ia bangun sendiri dari nol tanpa bantuan kekayaan orangtua mereka, didukung istri yang cantik dan dua orang putrinya yang manis-manis, dokter Sky terlihat sangat sempurna dan Star sedikit merasa iri terhadapnya. “Jadi apa rencana mu setelah ini?” lanjutnya.
“Entahlah…aku belum memikirkannya.” Jawab Star jujur. Ia bergegas berdiri berniat menyalaminya. Tapi ternyata dokter Sky lebih dulu menghampirinya dan memeluknya erat.
“Bila kau butuh sesuatu, kau bisa menghubungiku dan pintu rumah akan selalu terbuka lebar bagimu kapan saja.” Star membalas pelukkannya. Hati nya terasa hangat. Ia tahu ia akan selalu bisa mengandalkannya ataupun keluarganya. Karena saat ini hanya mereka yang ia punya. Dengan bergegas Star melangkah melewati panjangnya lorong-lorong dalam rumah sakit. Setelah keluar dari Rumah Sakit ia benar-benar tak tahu harus kemana. Secarik kertas berisi alamat yang dituliskan oleh dokter Sky masih lekat digenggamannya; katanya itu alamat apartmen tempat tinggalnya. Tapi ia masih sama sekali tak ingat memiliki sebuah apartmen. Tak ada yang ia ingat, bahkan dokter Sky yang menurut pengakuannya adalah kakak kandungnya sekali pun. Kali ini ia hanya mengikuti kemana kakinya melangkah. Star segera bergabung dalam ramainya lalu lintas jalanan, hiruk-pikuk orang-orang yang berjalan seakan sedang berlomba. Tak menyisakan jeda barang sebentar untuk melihat sekeliling mereka.
“Maaf…” kata Star refleks saat seseorang menabraknya dari arah depan. Orang itu terlihat sangat tergesa-gesa. Sungguh…ia merasa sangat lucu akan semua ini, hal baru yang ia alami setelah terbangun dari koma. Ia berpikir, apakah dahulu ia pun seperti mereka yang seakan tak menyadari ada orang lain di sekelilingnya dan serasa hidup di dunianya sendiri. Ia berhenti di pertigaan jalan. Memandang bergantian tiap jalur yang entah akan membawanya ke mana. Ia mencium sesuatu…sesuatu yang manis tapi…entah lah_ia hanya merasa ada kesenangan dan kesedihan sekaligus disana.
Café Coffe
Plang lumayan besar dengan tulisan Café Coffe ini terlihat aneh. Coffe…ehm, mungkin coffee. Letak café ini sangat terpencil. Berada dipojokan jalan, yang takkan terlihat oleh lalu-lalangnya orang-orang kecuali dengan indra penciuman mereka yang tajam. Hahaha…mungkin saja antara orang-orang yang sangat menyukai aroma kopi atau sebaliknya, orang-orang-orang yang sama sekali tidak menyukai aromanya. Mungkin dengan itu barulah bisa menemukan café yang tidak terlalu besar ini.
“Selamat datang!” sapa seorang pelayan pria muda, mungkin usianya duapuluhan…ehm, mungkin juga seorang mahasiswa yang sedang mengambil kerja paruh waktu. Ragu-ragu Star melangkahkan kaki memasuki café. Dengan jelas di pintu masih terpasang tanda ‘Close’….tapi ia tetap masuk meski ragu-ragu dan langsung menuju deretan bangku kosong yang menghadap ke hamparan hijau pepohonan. Ia tak menyangka, ada cukup luas di samping area café untuk jajaran pohon-pohon rindang tempat puluhan rumah-rumah burung dan serangga lainnya. Terbesit dalam benaknya, mengapa sang pemilik tak menghabiskan area itu untuk membangun café lebih luas lagi karena dengan begitu ia bisa menampung banyak pelanggan dan memperoleh banyak keuntungan. Haa…sedikit otak bisnisnya bekerja, sepertinya benar apa yang telah dikatakan dokter Sky kalau ia ini seorang pengusaha muda. Duduk sambil memandang hijaunya pepohonan dari balik bingkai kaca yang sangat lebar, membuatnya seperti sedang memandangi sebuah lukisan alam yang sangat besar atau sekilas terlintas dipikirannya, bahwa sebenarnya dia lah tontonan bagi pohon-pohon itu. Manusia dalam kotak kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Walks to Remember
Hayran KurguIt's not 'A Walk To Remember' Nicholas Sparks...*sowry