#10

2.4K 40 8
                                    

 Star berdiri mematung sambil jari-jari tangannya mempererat genggamannya pada kantong plastik yang tengah ia bawa. Dari jauh ia melihat Moon sedang duduk menyenderkan kepalanya pada bahu Land, sekretarisnya, di bangku taman komplek apartment. Star mengatupkan rahangnya kuat-kuat hingga terdengar suara gemeletuk. Ada rasa marah yang bergejolak dari dalam dadanya dan itu terasa sangat menyakitkan.

 BIP. BIP. BIP

 “Halo…” Star mengangkat ponselnya yang bergetar dalam kantong celananya tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun.

 “Kau sedang ada dimana?”

 “Ah…aku baru saja kembali dari supermarket, membeli beberapa barang. Ada apa Sky?” Star tak begitu tertarik mengapa kakaknya malam-malam begini menelponnya. Sekarang ia lebih tertarik mengawasi gerak-gerik Moon dan Land di depan sana.

 “Bagaimana keadaan mu? Beberapa kali janji untuk bertemu dan mengadakan pemeriksaan selalu kau batalkan.” Suara kakaknya terdengar khawatir.

 “Aku baik-baik saja.”

 “Bagaimana dengan sakit kepala mu atau rasa nyeri di dada mu itu? Apa sudah tidak pernah lagi kau rasakan?” Sky mengintrogasinya selayaknya ia seorang dokter.

“Sudah tid…” Star tidak melanjutkan ucapannya. Kini ia malah meraba dadanya. “Aku masih merasakan rasa nyeri di dadaku, dan sakit di kepala ku. Sekarang…sekarang aku merasakannya, terasa menyesakkan.” Star meraba dadanya yang terasa sesak. Pandangannya masih tertuju ke depan sana, tak membiarkan bayangan Moon dan Land hilang sekejap pun.

 “Apa!!” terdengar jeritan panik dari Sky. “Kalau begitu, temui aku di Rumah Sakit sekarang! Ah…tunggu aku 30 menit lagi, karena aku sudah berada di rumah saat ini. Kita akan…”

 “Tidak perlu…” Star memotong ucapan kakaknya yang terdengar sangat panik itu. “Aku akan datang besok. Sekarang sudah malam, sebaiknya kau habiskan waktu mu bersama kakak ipar dan keponakan-keponakan ku. salam untuk mereka semua. Aku tutup dulu.”

 “Hei…tunggu dulu…”KLIK. Dan Star benar-benar mengakhiri pembicaraanya tepat disaat ia melihat Land mengejar Moon yang berlari kecil dan berhasil menangkap pergelangan tangannya. Tanpa membuang waktu, Star mempercepat langkahnya menghampiri Land yang kini berdiri di depan lobby apartment mematung setelah ditinggal seorang diri oleh Moon.

“Land!!”

“Ah…kau mengejutkanku.” Land yang saat namanya dipanggil, membalikkan badan, terkejut mendapati Star sudah berdiri tegak dibelakangnya.

 “Benarkah??!! Aku sudah cukup lama ada disini.” Kata Star dingin. “Aku melihat semuanya?”

 “Eh?”

 “Ya…aku melihat kau dan Moon tadi.” Air muka Star mengeras, rahangnya masih menegang menahan amarah yang ia sendiri tak tahu penyebabnya.

  “Itu…”. Land mencari kata untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

 Star berjalan melewati Land dengan sikap acuh. Ia mengambil duduk di salah satu sofa yang ada di Lobby apartment. Kakinya menyilang sementara kedua tangannya terlipat di depan dada. Star menatap Land yang kini berdiri dihadapannya seolah menyuruhnya duduk. “Apa hubungan mu dengan Moon?” selidik Star langsung, tatapan matanya dingin lurus tepat ke kedua mata Land.

 “Heh?” Land terbatuk. Kini pandangannya beralih keluar, menembus gelapnya malam yang terang disinari bervolt-volt lampu-lampu taman. Hujan rintik yang baru saja turun, membuat kaca-kaca pada jendela berukuran besar menyisakan kabut.

 “Apa aku tak boleh tahu?” desak Star penasaran.

 “Aku menyukainya.” Balas Land sambil menundukkan kepalanya.

Walks to RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang