TOK TOK
“Apa kau masih tidur Moon?” tanya Star ketika melihat Moon sama sekali tidak bergerak ketika mendengarnya masuk ke dalam ruang kerjanya yang telah beralih fungsi sebagai kamar tidur Moon. “Aku sangat berharap kau mau menungguku barang sebentar, tak bisakah?” Star mengambil duduk di samping Moon. Tangannya menyelipkan rambut Moon yang jatuh di wajahnya ke balik telinga. Ia mengusap pipi Moon dengan buku-buku jemarinya. “Meski pada kenyataannya aku sangat takut mendapati ingatan masa lalu ku, tapi aku juga ingin meyakini bahwa kau yang kini ku cintai. Jadi bisakan kau…” Star tak melanjutkan ucapannya. Ia menaikkan posisi selimut hingga ke dada Moon. “Maafkan aku telah membuat mu menderita…” Star mengecup kening Moon, lalu ia bangkit dari duduknya dan meninggalkan kamar Moon.
Moon membuka mata dan duduk dari baringnya. Ia mendengar suara pintu luar terkunci otomatis. Sekarang masih jam 6 pagi dan Star sudah berangkat ke kantor tanpa sarapan seperti biasanya. Moon menarik nafas dalam-dalam. Ia mendengar semua apa yang Star katakan tadi. Bahkan jauh sebelum Star masuk ke dalam kamar, ia sudah terjaga. Perkataan Star semalam yang memintanya untuk menunggunyalah yang membuatnya tak bisa tidur semalamam memikirkannya. Dan apa yang tadi ia dengar membuatnya semakin berpikir keras.
Satu jam berlalu dan Moon tetap duduk di pinggir tempat tidurnya. Meski begitu, ia masih belum bisa memutuskan apa yang seharusnya ia lakukan. Haruskah ia menunggu Star hingga ia menemukan ingatannya yang hilang dengan resiko hatinya bisa saja akan hancur berkeping-keping? Atau ia melarikan diri seperti seorang pengecut hanya agar hatinya tak sakit semakin dalam?
HUFFT. Moon menarik nafas panjang. Dengan gontai ia melangkahkan kakinya keluar kamar dan langsung menuju ke kamar Star. Ia mengamati kamar Star dari balik pintu yang terbuka lebar. Perlahan ia masuk dan duduk di pinggiran tempat tidurnya. Moon menundukkan kepalanya melihat ke bawah saat kakinya merasakan menyentuh sesuatu. Ia meraih barang yang ternyata sebuah kotak dan menariknya keluar dari dalam kolong tempat tidur.
‘My Treasures’ adalah tulisan yang terbaca diatas kotak yang kini Moon pegang. Itu adalah kotak yang sama yang ia lihat kemarin sepulang dari rumah kakaknya, dokter Sky. Moon tetap memeganginya dengan pandangan penuh rasa ingin tahu. Perlahan ia membuka tutup kotak itu dan ia membulatkan matanya. Kini ia tahu kemana semua foto yang tak pernah tampak di apartment milik majikannya itu. Semua foto dirinya beserta tunangannya, nona Windy ada dalam kotak. Moon memeriksa satu per satu foto tersebut. Semuanya seperti menyimpan sebuah cerita. Setiap foto memiliki cerita tentang mereka. Moon lalu beralih ke sebuah surat bertuliskan tangan Star. Warna kertasnya biru dan masih meninggalkan wangi khas Star. Lamat-lamat Moon membaca tiap baris kalimat yang Star tulis untuk Windy. ‘Aku jatuh cinta. Apa boleh?’ Moon bahkan mengeja tulisan yang bahkan sangat jelas terlihat.
“Aku jatuh cinta. Apa boleh?” ujar Moon melafalkan. Moon merasakan sesuatu mengalir di pipinya. Cairan hangat yang mengalir itu adalah air mata miliknya. Moon kembali melipat kertas dan meletakkannya ke posisi semula. “Ternyata ia begitu mencintai nona Windy. Apa yang kau takutkan tuan Star? Hubungan yang berubah dari persahabatan menjadi sebuah cinta?” desah Moon dengan linangan air mata. Matanya lalu beralih ke sebuah kotak kecil. Dengan tangan gemetar, Moon membukanya. Sebuah cincin tampak sederhana tapi tak kehilangan keindahannya ada di dalamnya. “Cinta itu seharusnya telah berbahagia kini jika saja kau tidak mengalami kecelakaan dan hilang ingatan.” Moon membekap mulutnya menahan isak tangis. “Apa yang harus ku lakukan, tuan Star. Ternyata aku begitu mencintai mu.” Untuk waktu yang cukup lama Moon menangis sambil memandangi semua isi kotak yang tergeletak dihadapannya.
“Hallo…”
“Apa kau akan pulang untuk makan malam atau kau akan makan di luar?” tanya Moon begitu sambungan telponnya diangkat oleh Star.
