Final III

1K 48 8
                                    

Mavis Gilbert,

Tubuhku lemas tak berdaya, aku tak bisa berbuat apa-apa ketika sahabatku membunuh Kinan.
Kini aku hanya berdua dengan sahabatku yang tak lain adalah dalang dari semua peristiwa buruk ini.

Tubuhku bergetar hebat, berharap semua yang kualami ini hanya mimpi buruk.

Kini aku benar-benar kacau, aku tak ingin menopang berat tubuhku dengan kedua kakiku.
Aku ingin tetap tertidur dilantai dan menangis seperti bayi yang minta disusui.

"apa yang terjadi Mavis? bukankah kau ingin membunuhku?", suara itu menggema di telingaku.

Aku tak bisa menjawab pertanyaan Andi, bukan karena aku tidak punya jawaban.
Bibirku seperti tidak dapat berkata-kata.
Seperti ada gembok besar yang mengunci mulutku.

Andi berjalan mendekatiku, aku dapat merasakan tubuhnya berada didepan tubuhku yang terbaring dilantai.

"Sampah",
Sebuah benda tumpul mendarat di kepala sebelah kiriku dan

Gelap.

***

Pandanganku mulai berkunang-kunang. Tubuhku seperti merasakan sakit yang luar biasa.
Aku berada diruangan gelap dan tak ada seorangpun disini.

Tanganku terikat keatas dengan sebuah rantai yang membuat hanya setangah kakiku dapat menyentuh lantai.
Kakiku masih tidak bisa bergerak, mungkin kakiku mengalami cidera yang luar biasa.

Didepan tubuhku terdapat sebuah cermin yang lebih besar sedikit dari ukuran tubuhku.

Aku dapat melihat benar-benar kacaunya diriku.
Luka disemua bagian tubuhku. Darah hampir terlukis disemua sudut tubuh ini.

Tapi, aku sangat suka dengan penampilan ini.
Rasa takut ditubuh serasa sirna.
Mereka berhasil menciptakan sosok monster.
Monster yang terikat dan menunggu apa yang terjadi  berikutnya.

Suara langkah kaki terdengar mendekat keruangan itu.
Sesosok pria bertopeng badut masuk, dengan tongkat yang masih dipegangnya.
Andi.

"hai Mavis", pria itu menyapa seraya membuka topengnya.

Hanya senyum hinaanku yang tersaji untuk membalas basa-basinya.

"Mavis Gilbert, aku baru saja mengirim seseorang pada maut"

Aku tak memperdulikan kata-katanya.
Aku hanya ingin keluar dari semua ini.

Andi mendekatiku,
"Bukankan aku pernah mengatakan padamu bahwa aku tidak akan membunuhmu dengan mudah. Kau akan mati dengan siksaan"

Ludahku mendarat tepat diwajahnya, untuk mempertegas aku tidak takut.

Ia mengahpus cairan menjijikan itu dari wajahnya dan mengayunkan tongkat itu pada rusukku.
Namun aku bisa menahannya dan tidak berteriak.
Aku mulai bisa menahan rasa sakit.
Aku hanya melempar senyum untuk menghina pukulannya.

Ia berbalik dan pergi dari ruangan itu.

Aku merasa berhasil mengusirnya.
Namun Andi kembali dan ia memegang sebuah kepala.
Kepala yang sudah terpenggal.
Kepala Anne Rosane.
Kepala Ibuku.

Teriakanku tak terbendung.
Air mata menetes.
Ini rasa sakit yang luar biasa.
Sakit yang tidak dirasakan fisikku.
Sakit yang benar-benar sakit.

Andi tertawa keras setelah berhasil membuatku seperti anak kecil.
Ia mendekatiku dan meletakkan kepala ibuku dibawah kakiku.

Ia melihat kearah cermin dan menunjuk bayanganku,
"Mavis, pria itu yang ingin membunuhku"

Aku menatapnya dan berkata,
"ya, dia akan mengirimmu ke neraka"

"hahaha, teruslah bermimpi Mavis. Aku harus pergi dan mengurus satu orang lagi sebelum membunuhmu", Andi membalikkan tubuhnya dan mengangkat tangannya.

"Dea"

"Kumohon padamu Andi, hentikan semua ini. Bunuh aku tapi kumohon jangan apa-apakan adikku", hatiku luluh memelas ketika andi menyebut nama Dea.

Namun Andi hanya berjalan melangkah tanpa peduli akan permohonanku.
Ia sepertinya serius dengan perkataannya.

"aaaaa..., Andi", aku meronta ingin melepaskan ikatanku.
Aku harus membunuh Andi sebelum ia melakukan niatnya.
Tapi semua usahaku sia-sia aku tidak bisa terbebas dari tempat ini.

Air mata menetes, kepala ibuku tersaji didepanku.
Aku sangat tidak berguna.
Aku tidak bisa melindungi mereka.
Aku hanya bisa terisak seperti seorang bocah.
Menunggu bajingan itu kembali dan membawa kepastian.

***

Akhir yang tidak berakhir

Bayangan seseorang datang, jantungku berdetak luar biasa cepat.
Aku tidak siap jika orang tersebut Andi yang datang dengan berita pembunuhan Dea.

Sosok itu telah Masuk kedalam ruangan,
Tepat, ia Andi. Kali ini ia tidak memakai topeng.
Ia datang dengan sebuah kantong plastik.
Senyumnya seperti ingin memberitahu sesuatu.
Ia seperti ingin menghinaku.

"Mavis, kurasa kau tahu benda apa yang kubawa", ia meletakkan kantong itu dilantai dan membukanya perlahan.

Jantungku berhenti berdetak sepersekian detik.
Mataku memerah.
Andi melakukannya, ia membunuh Dea.

"Kubunuh kau bajingan..", tangisanku tak terbendung, dan air liurku menetes.

Nafsuku untuk membunuhnya semakin besar.
Aku benar-benar menjadi seekor binatang buas.

"Mavis, permainan selesai dan aku pemenangnya", Andi berdiri dan mendekatiku.

Tersenyum, dan mengambil tongkatnya dan mengayunkannya pada kepalaku sebanyak tiga kali.

Pukulan pertama, aku melihat wajahnya penuh dendam tidak merasa kesakitan dan air liurku tetap menetes.

Pukulan kedua, Andi menjadi dua bayang. Darah mulai mengalir, kelapaku robek. Mataku tetap menatapnya tapi sedikit sayu.

Pukulan ketiga, semuanya gelap.

****


1 tahun kemudian.

Kau fikir aku mati?
Tidak aku masih bernafas walaupun harus kehilangan kakiku.

Semua yang kualami merubahku,
Aku menjadi Mavis yang berbeda.

Andi!!!

Aku tidak pernah bertemu sahabatku lagi.
Ia tidak membunuhku ia membiarkanku hidup dengan luka yang luar biasa.
Membunuhnya, tentu akan kulakukan tapi tidak sekarang.

Meja ini terdiri dari 11 orang pria dan 2 orang wanita.
Disinilah kami mengajukan calon peserta permainan.

"Leader"

"Ooo.. maaf Mr.X, aku melamun", tentu aku leader The Game.

"Kami sudah menentukan calon peserta, siapa yang akan kau calonkan leader?"

"Anthony Gilbert", wajahku tersenyum ketika menyebut nama ayahku.

Kenapa aku tidak mengajukan Andi?
Aku tidak mau dia terbunuh orang lain ditempat ini.
Aku ingin memastikan tanganku yang mengambil jantungnya.

Tamat

Terima kasih buat semua yang nyempatin diri ngebaca cerita ini.
Semua kesalahan saya mohon maaf.

Can You Kill Me ? (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang