Bagian 1 - Hukuman Sang Pahlawan

204 2 0
                                    

Langkah kaki Hou Yi telah membawanya kembali ke tempat pengungsian Kaisar Yao beserta rakyatnya. Ia memang tidak ingin berlari. Baginya, dengan berjalan ia akan dapat merasakan keberadaannya di bumi melalui seluruh panca indranya.

Dari mata ia melihat beraneka wujud di bumi, mulai dari yang tandus dan kering akibat terbakar panas sepuluh matahari sampai ke suatu tempat yang mempunyai panorama yang menakjubkan. Dari hidung ia dapat mencium aroma tanah dan segala macam bunga yang tumbuh di daerah yang tidak terkena bencana. Dari telinga ia mendengar suara-suara merdu dari beraneka macam burung dan serangga. Dari tangannya ia dapat meraba segala rupa benda yang ditemuinya. Dan, dari lidahnya ia dapat mengecap segala rasa dari berbagai jenis buah yang dipetiknya.

Semua itu membawanya pada satu kesimpulan, ternyata bumi pun seindah surga. Hou Yi lantas berpikir, andai saja semua itu tetap terjaga kelestariannya, pasti bumi akan tetap memancarkan senyumnya. "Ya. Semoga akan tetap demikian," harap Hou Yi.

"Lihat! Itu Dewa Hou Yi sudah kembali!" tunjuk salah seorang rakyat Kaisar Yao.

Semua orang yang sedang duduk-duduk di dalam tenda serta-merta keluar, berbondong-bondong lari menemui Hou Yi. Tak ketinggalan, Kaisar Yao dan perdana menteri ikut menyusul. Mereka berdua berjalan di antara kerumunan rakyat supaya dapat saling berhadapan.

"Dewa, bagaimana hasilnya? Apakah matahari-matahari itu sudah takluk?" sambut Kaisar Yao tanpa basa-basi.

"Hamba tidak berhasil menasihati mereka, Yang Mulia," jawab Hou Yi dengan muka serius. Kening Kaisar Yao berkerut dibuatnya. "Tetapi hamba telah berhasil membunuh sembilan dari sepuluh matahari," sambung Hou Yi sambil tersenyum.

"Ha ha ha ha ...!" Kaisar Yao tertawa terbahak-bahak sambil menepuk-nepuk kedua lengan Hou Yi dengan kedua telapak tangannya. "Dewa punya selera humor juga rupanya. Ha ha ha ...!"

Hou Yi ikut tertawa. Perdana menteri dan seluruh rakyat ikut tertawa. Kaisar Yao lantas memuji-muji keberhasilan dan kepahlawanan Hou Yi. Seluruh rakyat pun mengelu-elukannya dengan berteriak, "Hidup Dewa Hou Yi! Hidup Dewa Hou Yi! Hi­dup Dewa Hou Yi!"

Malam itu juga Kaisar Yao menggelar jamuan untuk merayakan kemenangan Hou Yi. Bukan pesta mewah sebenarnya. Sebab, selama di pengungsian, rakyatnya tidak bisa bertani dan mengurus ternak sehingga sama sekali tidak ada bahan makanan yang berasal dari hasil usaha mereka. Maka, beberapa jam setelah Hou Yi kembali ke pengungsian, Kaisar Yao memerintahkan para prajurit untuk segera berburu rusa di hutan. Sedangkan rakyat bertugas mengumpulkan umbi-umbi dan buah-buahan dari berbagai tanaman yang tumbuh di sekitar mereka. Itulah yang akan menjadi hidangan pesta.

Setelah mereka puas makan dan minum, tiba-tiba di la­ngit terdengar suara petir disertai tiupan angin kencang. Tenda Kaisar Yao tempat Hou Yi dijamu pun bergoyang terkena tiup­an angin.

"Apakah malam ini akan terjadi badai?" gumam Kaisar Yao. "Coba kita lihat situasi di luar," ajaknya.

Kaisar Yao, perdana menteri, dan Hou Yi segera bangkit ber­diri. Sebelum mereka mencapai pintu tenda, di luar terdengar seseorang berteriak nyaring, "Langit terbelah! Langit terbelah!"

Wajah Kaisar Yao mendadak pucat. Ia ketakutan. Meski begitu ia tetap memberanikan diri keluar. Setelah sampai di luar, ia menengadah ke langit. Di belakangnya berdiri Hou Yi dan perdana menteri. Sementara seluruh rakyat digiring para prajurit untuk bersembunyi. Takut terjadi apa-apa dengan mereka. "Apa yang sebenarnya terjadi?" seru Kaisar Yao panik.

Dengan mata kepala sendiri disaksikannya bagaimana langit malam yang hitam itu tiba-tiba seperti kertas terkoyak pisau. Dari balik koyakan langit muncul seberkas sinar berwarna putih yang terangnya sangat menyilaukan. Kaisar Yao dan perdana menteri menutupi mata mereka dengan lengan tangan kanan. Sinar itu begitu kuat dan tajam sehingga mata mereka pun tak sanggup memandangnya.

Chang E: Legenda Dewi BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang