Bagian 3 - Lembu Peteng

48 1 0
                                    

Sembilan tahun kemudian di Trowulan.

Pagi-pagi sekali Ki Juru Martani menghampiri istrinya yang sedang menanak nasi. Sang istri heran, tidak biasanya suaminya itu masuk ke dapur. "Tumben datang kemari, Kanda?" tegur Nyi Juru Martani. "Apakah Kanda sudah lapar?"

"Tentu saja aku lapar, Dinda. Tapi aku ke sini bukan untuk makan," jawab Ki Juru Martani.

"Lalu?"

Ki Juru Martani menoleh ke kanan dan kiri. Memastikan ada orang lain atau tidak.

Oh, ternyata ada pembantu mereka yang sedang mengiris bawang. Tetapi, keberadaan sang pembantu rupanya tak menjadi soal bagi Ki Juru Martani. Sebab, yang tidak diinginkannya berada di situ adalah, "Bondhan," sebut Ki Juru Martani. "Di mana dia?"

Sambil menutup periuk, Nyi Juru Martani menjawab, "Mungkin masih di halaman. Tadi kulihat dia asyik memandikan ayam jagonya."

"Oh, bagus kalau begitu."

"Bagus bagaimana?"

"Hari ini aku harus mengantar hasil panen ke istana. Kemarin, Bondhan bilang kalau dia ingin ikut. Padahal aku tidak diperkenankan mengajak keluarga bila sedang bertugas. Kamu juga tahu itu. Makanya, nanti aku harus pergi diam-diam supaya Bondhan tidak tahu," terang Ki Juru Martani.

"Apa Kanda sudah berusaha membujuknya agar tidak ikut?"

"Sudah. Aku sudah membujuknya dengan berbagai cara dan tawaran. Tapi dia terus ngotot ingin ikut. Aku sampai kehabisan akal," keluh Ki Juru Martani sambil mendesah.

"Ya, sudah. Kalau begitu Kanda lekas-lekas berangkat saja. Usahakan Bondhan tidak melihat kepergian Kanda," usul istrinya.

"Ya, itu memang akan kulakukan, Dinda. Tapi untuk melakukannya, aku tetap butuh bantuanmu," kata Ki Juru Martani sembari menatap wajah istrinya.

Nyi Juru Martani membalas tatapan suaminya. "Jadi, apa yang harus aku lakukan?"

"Tolong ajak dia pergi ke pasar atau ke mana saja. Jangan sampai dia curiga kalau ajakanmu ini sebenarnya siasat untuk melupakan keinginannya ikut denganku," pinta sang suami.

"Hm... baiklah. Sementara Kanda bersiap-siap untuk berangkat, aku akan mengajaknya pergi. Entah ke mana, baru akan aku pikirkan. Semoga Bondhan jangan sampai melihat Kanda pergi," harap Nyi Juru Martani.

Ki Juru Martani mengangguk. Nyi Juru Martani lantas memasrahkan seluruh urusan dapur pada pagi itu kepada pembantunya. Kemudian, mereka berdua bergegas keluar dari dapur. Nyi Juru Martani menghampiri Bondhan, sedangkan Ki Juru Martani langsung menemui para pekerja yang sudah selesai menaikkan seluruh beras hasil panen ke atas gerobak kerbau.

Tak sulit bagi Nyi Juru Martani untuk menemukan Bondhan. Meski bocah 14 tahun itu sudah tak lagi di halaman bersama ayam jagonya, Nyi Juru Martani tahu ke mana Bondhan pergi. Biasanya, setelah memandikan ayam jagonya, Bondhan berenang di telaga.

Benar! Nyi Juru Martani menemukan anak angkatnya itu di sana. Dan, ia harus segera mengajak Bondhan pergi karena rombongan Ki Juru Martani sebentar lagi akan lewat situ. Sebab, hanya itulah satu-satunya jalan menuju istana yang dapat dilewati gerobak atau kereta.

"Bondhan...!" panggil Nyi Juru Martani.

"Ya, Bu!" sahut Bondhan dari kejauhan.

"Lekas mentas, Nak!"

"Tapi saya baru saja nyebur, Bu!"

"Jangan membantah ibu, Nak! Cepatlah ke sini!"

"Memangnya ada apa, Bu?"

Chang E: Legenda Dewi BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang