Bagian 3 - Rahasia Lumbung Terakhir

53 1 0
                                    

Selama berbulan-bulan, tumpukan padi di lumbung kian menipis. Dari lima lumbung yang dimiliki, akhirnya tinggal satu lumbung yang masih menyimpan padi. Empat lumbung dibiarkan kosong karena hasil panen terakhir sudah cukup ditampung di lumbung tertua itu.

Aktivitas rutin menumbuk padi tak pelak membuat Wulan merasa lelah.

Bagaimana tidak? Setiap sore ia harus menumbuk beberapa ikat padi untuk dijadikan beras. Esoknya, beras itu ia masak sebagai hidangan pokok bagi keluarga serta untuk para buruh yang bekerja di sawah. Si kecil Nawangsih pun sudah bisa makan nasi karena usianya sudah lebih dari satu tahun. Selain itu, beberapa karung beras yang ditumbuk Wulan dibawa Telangkas ke Pragota untuk dijual. Dari situlah Telangkas memperoleh uang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan membiayai pendidikan anak-anak warganya.

Tetapi, Telangkas mulai khawatir. Sejak jumlah padi di lumbung tak sebanyak dulu, pendapatannya mulai merosot. Ia cemas jika suatu saat tak mampu lagi menafkahi keluarga dan meminta guru dari Mataram itu berhenti mengajar. Dampaknya pasti akan sangat berat. Keluarganya telantar dan warga pun dirugikan. Sebagai petinggi desa, ia bersumpah untuk tidak menarik upeti dari warga. Jika warga ingin membangun sesuatu atau menggelar acara, Telangkas menyarankan agar mereka patungan. Bagi yang ingin menyumbang, tentu saja diterima dengan senang hati. Biasanya Telangkas memberi sumbangan paling besar. Namun, jika penghasilannya menurun, bagaimana ia akan mampu menyumbang?

"Ah...," desah Telangkas sore itu. Pikirannya mulai lelah. Penyesalan pun terbit di hatinya. Andai waktu itu aku tak membuka tutup kukusan, pasti tidak akan begini jadinya.

Matanya sendu menatap lumbung. Tinggal separuh isinya. Padahal panen masih dua bulan lagi. Jangan-jangan, tumpukan padi itu sudah habis sebelum panen tiba. Gawat! batin Telangkas. Pakaian bidadari Wulan kusembunyikan di situ. Jadi, aku harus lekas mengambil dan memindahkannya ke tempat lain yang lebih aman.

Mustahil bagi Telangkas untuk melakukannya sekarang. Wulan sedang berada tidak jauh dari situ. Bidadari itu masih sibuk menumbuk padi. Sementara Nawangsih asyik bermain dengan anak gadis tetangganya.

Hm..., sebaiknya aku harus menunggu waktu yang tepat untuk melakukannya. putus Telangkas.

***

Meski sudah berusaha untuk segera memindahkan pakaian bidadari milik Wulan, Telangkas selalu gagal dan sering tertunda. Ada saja halangan yang terjadi. Bila Wulan pergi dan Telangkas sedang berada di rumah, seringkali ada tamu yang datang menemuinya atau mendapat giliran mengasuh Nawangsih.

Akhirnya, Telangkas hanya bisa berharap suatu saat pakaian itu dapat dipindahkannya sebelum terlambat. Rencananya, pakaian itu akan ia sembunyikan di dalam sebuah gua yang terdapat di tengah hutan tempatnya bertemu Wulan.

Dulu, ketika masih sering berburu, Telangkas sering beristirahat di dalam gua itu. Mulut gua yang kecil dan tertutup semak-semak menjadikan keberadaannya tidak diketahui siapa pun. Supaya tidak ada binatang yang masuk ke situ, Telangkas membuat sebuah pintu teralis yang terbuat dari dahan-dahan pohon jati.

Rahasia tentang gua itu betul-betul dijaga secara rapat oleh Telangkas. Almarhumah ibunya tidak pernah ia beri tahu. Begitu pula dengan Wulan. Mungkin, satu-satunya pihak lain yang tahu hanyalah Gadhung.

Namun, lama-lama Telangkas lupa dengan rencana itu akibat terlalu sibuk mengurus desanya. Sebagai petinggi desa, tugas Telangkas ternyata tidak hanya memimpin warganya saja. Ia pun turut terlibat sebagai penengah apabila ada warga yang sedang berselisih atau bertikai, mengalami konflik dalam keluarga, atau menjadi pemimpin dalam upacara adat karena ia sudah dituakan.

Seiring kesibukan Telangkas, padi di lumbung pun tinggal setinggi dengkul. Tidak lama lagi bahan pangan itu akan segera habis. Dan seperti biasa, setiap sore Wulan bertugas menumbuk padi dengan lesung kayu jati buatan suaminya.

Chang E: Legenda Dewi BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang