Bagian 3 - Bondhan Kejawan

77 2 0
                                    

Bibir anak lelaki itu rupanya belum jemu mengisap puting kiri payudara ibunya meski sudah agak lama ia menyusu. Meski begitu, sang ibu tetap membiarkannya menikmati air kehidupan yang mengalir dari dalam tubuhnya itu.

"Kamu benar-benar kuat minum, Bondhan," komentar ibunya. "Hingga umur setahun pun kamu masih suka menikmati air susu dari dada ibumu ini."

Bondhan merespons kata-kata itu dengan binar mata bening memandang wajah ibunya. Sang ibu sampai gemas dibuatnya.

"Ah, andai ayahmu ada di samping kita, Bondhan," ucap ibunya seolah ada penyesalan terpendam di hatinya. "Tapi apa mau dikata, ibu hanya mengikuti takdir Sang Hyang Widhi. Ibu juga tidak bisa menolak karena Gusti Prabu Kertabhumi sendiri yang memilih ibu sebagai selirnya. Ya, raja Majapahit itu ayahmu, Bondhan. Namamu, Bondhan Kejawan, Gusti Prabu Kertabhumi sendirilah yang memberikannya. Sejak menikah dengan ayahmu, ibumu ini juga diberi nama baru. Wandhan Kuning, itulah nama baru untuk ibumu, Bondhan. Karena ibu berasal dari Wandhan namun berkulit kuning," tutur Wandhan Kuning alias Bodri Cemara.

Hm..., sepertinya Bondhan telah puas minum. Puting susu sang ibu akhirnya ia bebaskan. Lalu Bondhan menggeliat di dalam gendongan ibunya sambil mengeluarkan suara yang masih belum bisa didefinisikan sebagai sebuah bahasa.

"Kamu ingin bertemu ayahmu, Nak?" tanya Wandhan Kuning sembari membenahi kembennya. "Tapi sayang sekali, keinginanmu itu mustahil akan terlaksana. Ayahmu terpaksa menyembunyikan keberadaan kita di sini. Ah, bukan maksud ayahmu menyingkirkan kita, Bondhan, tetapi demi keselamatan kita. Kamu tidak ingin harga diri ibumu ini direndahkan oleh permaisuri ayahmu, bukan? Ya, Bondhan. Ibu hanyalah selir. Bukan permaisuri seperti Bibi Amaravati. Sebelum menikah dengan Bibi Amaravati, ayahmu menikah dengan Bibi Tan Eng Kian yang berasal dari negeri Cina. Kamu tahu negeri Cina, Bondhan? Itulah negeri asal kakekmu. Begitu yang ibu dengar dari Kakek Lawana yang menyelamatkan ibu dari musibah tenggelamnya kapal kakekmu. Kembali soal istri pertama ayahmu, sungguh malang nasibnya. Ia diusir dari istana dan diserahkan kepada Adipati Palembang. Ayahmu sebenarnya orang baik, Bondhan. Hanya saja, hati Bibi Amaravati penuh dengki. Sebagai seorang putri Raja Champa, ia tidak ingin hanya menjadi selir ayahmu. Ia ingin menjadi permaisuri. Ia menganggap Bibi Tan Eng Kian yang anak seorang saudagar tidak layak menjadi permaisuri. Maka, terpaksalah ayahmu mengusir Bibi Tan Eng Kian. Namun, seperti yang tadi ibu bilang, Bondhan, ayahmu orang baik. Ia tetap mengunjungi Bibi Tan Eng Kian sewaktu-waktu. Ayahmu sendiri yang menceritakannya kepada ibumu, Bondhan. Ah, Bocah Bagus (Anak Ganteng), ibumu ini terlalu banyak bicara rupanya. Kamu sampai tertidur saat mendengarnya. Ya, tidak apa-apa, Bondhan. Anggap saja ibumu sedang menceritakan sebuah dongeng pengantar tidur buatmu. He he he ...."

Bondhan memang sudah tertidur sejak Wandhan Kuning mulai bercerita. Sebenarnya, Wandhan Kuning menyadarinya. Namun, ia tetap melakukannya karena ingin melepaskan isi hatinya yang selama ini belum pernah ia bagikan kepada siapa pun. Tidak kepada Nyi Wening, seorang dayang tua yang menemaninya sejak hari pernikahannya. Nyi Wening yang sudah janda itu bertugas menyapu halaman ketika masih bekerja di istana. Atas permintaan Bhre Kertabhumi, Nyi Wening rela mendampingi Wandhan Kuning tinggal di lereng selatan Wukir Mahendra.

Selain dia, ada tiga orang prajurit lelaki yang ditugaskan untuk melindungi dan menjaga keamanan Wandhan Kuning. Mereka tinggal di sebuah gubuk tak jauh dari rumah tinggal Wandhan Kuning dengan menyamar sebagai petani sayuran. Tentu saja Wandhan Kuning tidak mungkin mengungkapkan isi hatinya kepada mereka. Selain berisiko menumbuhkan hubungan yang tidak senonoh, itu juga sama saja membocorkan rahasia Bhre Kertabhumi kepada orang bawahan. Tidak masalah jika orang itu mampu menjaga rahasia. Tetapi bagaimana jika mulut mereka tidak bisa dijaga?

Wandhan Kuning membayangkan, bila hal itu terjadi, Amaravati pasti akan murka besar. Ia mungkin akan mengirim kabar ke Champa mengenai skandal Bhre Kertabhumi dan meminta ayahandanya untuk berkoalisi dengan negeri-negeri sekutu untuk menyerang Majapahit dan Palembang. Alhasil, perang besar akan meletus. Majapahit serta Palembang akan hancur, musnah, dan tinggal sejarah.

Chang E: Legenda Dewi BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang