Empty

370 30 1
                                    

Bunyi sirine ambulans yang memekakkan telinga bagi siapa pun yang mendengarnya, mengiringi perjalanan Hongbin.

"Anda perlu di periksa juga, tuan?" salah satu perawat yang berada satu mobil dengan mereka, mengguncang bahu Hongbin.

Hongbin menggeleng lemah. Dirinya saat ini sedang blank, seperti orang yang kehilangan jiwanya. Pria itu terlalu takut memandang wajah pucat Hyeri, maka ia cuma menatap lurus dengan pandangan kosong.

Dengan adanya peristiwa ini, tentu saja Hongbin menyalahkan dirinya sendiri. Ia mengutuk kekonyolan yang membuat Hyeri terluka parah seperti sekarang. Padahal Hongbin ada disebelahnya. Ia bahkan tak sedetik pun melepaskan genggamannya dari tangan Hyeri.

Lantas kenapa...? Apa yang membuat ia tak peka? Menyadari ketololan yang ia perbuat, Hongbin berjanji akan menghukum dirinya sendiri. Apapun akan ia lakukan untuk menyelamatkan nyawa gadis yang ia cintai.

Malahan Hongbin pikir lebih baik ia mati saja. Ia malu jika Hyeri bangun nanti, apa yang harus ia jelaskan pada gadis itu? Hongbin mencengkram erat rantai dengan noda darah yang ia temukan melilit leher Hyeri.

Ambulans berhenti tepat di depan pintu lobby rumah sakit. Hyeri dibawa dengan ranjang beroda yang telah di siapkan beberapa perawat. Hongbin berlari mengikuti, terus menggengam tangan mungil Hyeri.

"Maaf, tapi anda harus tunggu disini."

Hongbin terpaku saat Hyeri dibawa masuk ke dalam Unit Gawat Darurat.

Tiba-tiba saja kepalanya pening dan kaki nya tak mampu lagi memijak di tanah. Hongbin merosot ke lantai, tak peduli tatapan-tatapan aneh dari orang yang berlalu lalang. Ia bersandar pada dinding, di peluknya kedua lututnya. Hongbin memendam wajah tampannya yang mulai terbanjiri air mata.

Kapan terakhir kali ia menangis? Hongbin tak tahu. Bahkan seingatnya, waktu kedua orang tuanya meninggal, Hongbin tak sedikitpun mengeluarkan air mata. Ia tentu saja merasa sedih, tapi tak sepedih sekarang.

Dadanya sesak dipenuhi penyesalan. Bagaimana jika... Bagaimana jika... Jika...

Argh! Permainan yang memuakkan. Hongbin membentur kepala ke dinding. Ingin mengalihkan rasa sakit ke kepalanya, namun apa daya ia seakan sudah kebal dan.. Hatinya jauh lebih perih sampai ia tak merasakan apapun lagi.

"Hongbin?" suara halus ala perempuan menyapanya.

Hongbin mengerjap. Di tatapnya sebentar wanita di hadapannya, lalu ia mengusap matanya yang sembap. "Kau siapa?"

Wanita itu tersenyum. "Hong Youngji. Teman SMA mu dulu. Ingat?"

Hongbin termenung. Dirinya seakan mengalami dejavu saat nama Youngji disebut. Ah.. Ia ingat sekarang. Hyeri pasti akan sangat cemburu kalau tau ternyata dia punya teman bernama Youngji.

Tanpa sadar Hongbin tersenyum. Eits, namun ia tersenyum karena mengingat wajah cemburu Hyeri yang lucu.

"Sedang apa kau disini?" suara itu menyadarkan lamunan Hongbin.

"Aku-"

"Sebentar." tahan Youngji. Mengedarkan pandangannya ke kiri dan kanan. "Kita mengobrol di kantin rumah sakit ya? Disini suasananya tak enak."

Hongbin setuju. Mereka berdua menuju kantin yang jaraknya cukup jauh dari UGD tadi. Setelah duduk dan memesan makan, Youngji meminta Hongbin melanjutkan ceritanya.

"Aku menunggu kekasihku yang dilarikan ke UGD." ucap Hongbin singkat.

"Astaga.. aku turut bersedih. Memang ia sakit apa?" tanya Youngji.

Bloods GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang