Watch Out

423 31 1
                                    

Hyeri gelisah menunggu di depan ruang guru. Semula ia duduk, lalu kemudian berdiri berusaha mengintip ke dalam. "Aduh, tidak kelihatan sama sekali." Tak berhasil, ia malahan mondar-mandir tak menentu.

Hyeri tidak boleh ikut Hongbin ke dalam ruang guru. Katanya ia akan mengacau lagi, apalagi ini adalah polisi yang menginterogasi. "Aku janji akan diam saja selama disana." kata Hyeri tadi.

"Pokoknya tidak boleh." kata Hongbin.

Hyeri ingin meledakan amarahnya lagi. Namun kali ini Hongbin menyelanya.

"Tidak ada protes! Kalau ku bilang tunggu disini, kau harus menunggu!" nada suara Hongbin meninggi.

Hyeri menunduk. Kemudian berangsur ia duduk manis di bangku depan ruang guru. "Oke."

Hyeri mengumpat dalam hatinya. Kali ini ia berusaha mengintip dari lubang kunci. Astaga, sudah seperti penguntit saja ia.

Krek! Pintu terbuka tiba-tiba. Posisi Hyeri yang hampir menempel di kenop pintu, membuat kepalanya terantuk.

"Ngapain kau duduk di lantai?" tanya Hongbin.

"Aish, kau bodoh! Aku jatuh gara-gara kau tiba-tiba buka pintu." gerutu Hyeri. "Apa tadi kata mereka?"

"Kau tidak dijadikan tersangka utama kan? Kau tadi berhasil menyangkal, kau takkan masuk penjara ya kan?" Hyeri langsung mendesak dengan segunung pertanyaan.

"Aku tidak tahu." Hongbin terlihat murung. "Berita baiknya adalah, polisi tidak menemukan senjata pembunuhannya di lokerku juga beberapa tempat yang mungkin saja tersembunyi."
"Jangan-jangan senjatanya memang tidak ada dimana-mana?" Hyeri menerawang. "Ya! Bisa saja orang yang membunuh guru kita adalah orang luar."

"Eh, kau mau kemana?" Hongbin menahan Hyeri.

"Aku mau bilang pada polisi itu." ujar Hyeri.

"Sudahlah, mereka bisa mengatasinya."

"Kau tak percaya padaku?" tanya Hyeri.

"Justru kalau kau bersikap begini, artinya kau yang tak percaya padaku." entah kenapa Hongbin terlihat sedih. "Aku tidak membunuh guru kita. Dan cepat atau lambat polisi akan mengetahui kalau itu benar. Percaya saja padaku, oke?"

"Kau itu terlalu pasrah. Kau tak tahu ada yang berusaha menjerumuskanmu? Kau itu menyebalkan sekali." Hyeri menonjok bahu Hongbin. "Menyebalkan, aku benci kamu!" Hyeri terus saja melayangkan tinjuannya ke bahu Hongbin.

Hongbin menunduk. Ia bingung bagaimana harus menjawabnya. Tiba-tiba ia dengar isakan tertahan dari mulut Hyeri. Hongbin memeluk gadis itu, mengusap punggungnya lembut.

"Aku takut kau masuk penjara. Aku takut kita akan berpisah." gumam Hyeri. Dirinya sendiri saat ini juga kebingungan seperti Hongbin.

"Aku akan melalui ujian ini dengan mulus." kata Hongbin.

"Kita." Hyeri melepas pelukannya dan menatap wajah Hongbin. "Kita akan melaluinya bersama-sama."

"Terima kasih." Hongbin tersenyum tulus. Mereka pergi dari sana sambil berusaha menguatkan satu sama lain. Di lewatinya mading, lagi-lagi ada keramaian disana.

"Ada apa?" tanya Hyeri pada Hyuk yang kebetulan ia lihat.

"Oh, Hyeri noona." Hyuk tampak terkejut. "Salah satu anggota Jurnalistik sedang ribut dengan ketua klub karena ia menempel foto mayat Kwon ssaem di mading."

Hyeri dan Hongbin berpandangan. Mereka menerobos kerumunan untuk melihat mading.

Keduanya terdiam saat memandang foto yang mengenaskan tersebut. Guru Kwon berbaring dengan keadaan kepala hampir putus, bola mata yang berceceran, tanpa kaki dan tangan, juga usus keluar terbuyar dari isi perutnya.

Bloods GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang