Lima

15.5K 1.4K 81
                                    

di hari senin. Tidak pernah sekali pun, ia merasa bahagia saat senin datang. Namun, kini ia benar-benar merasa bahagia. Dengan semangat ia beranjak menuju kamar mandi, melaksanakan kegiatan pagi harinya kemudian berjalan menuju dapur kecilnya dengan dasi seragam yang masih berantakan dan dasi yang hanya melingkar di kerah bajunya.

Dengan tangan kiri, ia menghubungi Killa sedang tangan kanannya sibuk membalikkan telur di atas wajan.

Kalil tersenyum. "Hei, pagi sunshine. Udah rapi belom?"

Dapat ia dengar dengan jelas dengusan Killa. "Pagi mata lo, ini masih jam setengah empat! Udah gue mau tidur lagi."

Kemudian sambungan terputus secara sepihak, namun Kalil malah tertawa. Tertawa karena tingkah bodohnya, menertawai tingkah bocahnya. Entah mengapa saat berhubungan dengan Killa ia merasa dirinya menjadi kekanakan. Sekali lagi, Kalil mencoba menghubungi Killa namun ponsel gadis tu tak aktif. Kalil berdecak, kesal.

"Sekalinya gue bangun pagi, kepagian. Haduh, eh, gue puasa aja kali ya? Lumayan puasa sunnah," ucapnya pada diri sendiri.

Kalil makan dengan keheningan, seperti biasa. Setelahnya ia beranjak menuju kamar mandi, bersiap untuk shalat sunnah dan membaca kitab suci. Selama ini, ia memang dikenal dengan badboy atau sejenisnya, namun sebenarnya Kalil itu anak baik-baik. Bahkan sebenarnya dia adalah seorang hafidz*. Benar-benar berbeda dengan image selama ini yang ia tunjukkan pada orang-orang sekitarnya.

Tak terasa waktu telah berlalu dengan cepat, menunjukkan jam setengah enam. Kalil kemudian mengambil kunci motornya dan keluar dari apartemennya dengan ransel yang disampirkan di bahu kanannya.

Tak butuh waktu lama sampai Kalil berada di lantai bawah, menghampiri motornya kemudian menjalankannnya menuju rumah Killa. Angin membelai wajahnya kala Kalil mulai mengendarai motornya di jalan raya, udara pagi yang masih segar membuat Kalil menghirupnya dalam-dalam. Untungnya rumah Killa tak terlalu jauh, masih berada di daerah yang sama dengan apartemennya. Setelah sampai di depan rumah Killa, Kalil kembali menghubungi gadis itu.

"Gue di depan," ujarnya kali ini Kalil langsung memutuskan sambungan, membalas apa yang dilakukan Killa padanya.

Killa keluar tak lama setelahnya, "Ngapain ke sini pagi-pagi?"

"Jemput lo?" Kalil mengikuti cara bicara Killa. "Udah cepet naik, nanti kita telat."

"Us, not bad, lo bawain helm buat gue 'kan?" Tanya Killa saat ia mencoba menaiki motor Kalil.

Kalil sendiri langsung menyerahkan helm biru muda dengan gambar Frozen pada Killa. "Nih, lucu 'kan?"

"Seriously? Frozen, Kal? Lo tahu gue bukan penggemar Frozen, stupid movie," gumamnya.

Kalil sendiri tak peduli dengan komentar Killa, ia langsung menyalakan motornya, meninggalkan rumah Killa.

"Padahal gue kira lo suka Frozen, semua orang suka film animasi itu." Kalil kembali berujar. Ia tak melajukan motornya seperti saat ia melakukan balap liar, ia hanya melajukan pelan, berusaha selama mungkin bersama Killa.

"Dan dari mana lo dapet teori itu? Well, gue gak suka. Sebenarnya gue gak suka semua film animasi atau sejenisnya." Killa memutar manik matanya, walau ia tahu Kalil tak dapat melihatnya. "Lagi, Zac Efron tentu terlihat lebih seksi dibanding boneka salju bernama Olaf itu."

"Tapi film animasi lebih mendidik, gak banyak adegan hooking atau beep lainnya," kata Kalil lancar, tak terasa mereka sudah sampai di sekolah. Kalil langsung memarkirkan motornya di bawah pohon.

BADASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang