Bel pulang sekolah telah berbunyi sejak beberapa menit yang lalu. Namun, Killa masih berada di depan kelas Kalil, menunggu lelaki itu yang tengah berbincang dengan Andre yang setahu Killa adalah sohib Kalil sejak awal masuk ke Indonesia Jaya High School ini.
Killa masih ingat saat tahun pertama mereka berada di kelas sepuluh, saat-saat MOS yang membuat nama Kalil melejit. Bukan tanpa sebab, namun karena Kalil menonjok seorang senior hingga hidungnya patah. Seingat Killa, Kalil melakukan itu karena senior itu menyelengkat kaki Andre hingga lelaki itu cedera. Dengan kerennya, Kalil langsung memapah Andre dan meninggalkan lapangan yang mulai penuh karena rasa penasaran anak-anak. Walau setelah melakukan itu Kalil langsung diskors selama tiga hari. Killa pun tak memungkiri jika ia merasa kagum, tapi sayangnya Killa tak pernah tahu namanya hingga beberapa hari lalu.
"Hoi, bengong aja! Yuk balik," uluran tangan Kalil langsung disambut oleh Killa. "Bengongin apaan deh lo tadi? Oh ya, kita mau ke mana deh?"
Bibir Killa bergerak ke kanan dan kiri, kebiasaannya saat berpikir. "Bengongin elo, pantai gimana?"
Kalil tersenyum, jail. "Mikir mesum lu ye? Parah nih, gak nyangka Killa gitu orangnya."
Killa langsung memukul lengan Kalil kencang hingga Kalil meringis. "Siapa juga yang mikir mesum! Gue lagi mikirin kejadian lo nonjok senior pas MOS waktu itu."
Kalil tampak berpikir, "Oh yang hidungnya patah itu? Ngapain dipikirin?"
Killa menunduk, membuat Kalil bingung. "Kok nunduk? Lagi nyari duit jatoh?"
"Ish, apa banget sih! Gue cuma lagi mikir kalau lo keren juga," kata Killa kemudian berlari meninggalkan Kalil yang terbengong melihatnya. Namun tak lama kemudian ia tersenyum, "Heran deh, Killa kok lucu banget sih? Bikin gemes aja."
Setelah itu ia berjalan menghampiri Killa yang beberapa kali menoleh sambil memegang pipinya. Melihat itu malah membuat Kalil berlari dan mencubit kedua pipi Killa, gemas.
Killa sendiri tak mengerti mengapa ia menjadi gampang sekali tersipu jika di dekat Kalil. Padahal selama ini sikapnya selalu dingin terhadap makhluk berjenis laki-laki, kecuali Alden tentunya. Namun, entah bagaimana di dekat Kalil malah membuatnya lebih cerewet dari biasanya. Atau bahkan Killa dapat menjadi kekanakan saat bersama Kalil, aneh juga kalau dipikir.
"Pantai nih?" Tanya Kalil sembari memberikan helm Frozen pada Killa. "Lo gak bawa jaket, La, nanti masuk angin. Taman mini aja gimana?"
Killa langsung mendongak, "Lo serius? Taman mini Indonesia indah, taman mini yang TMII itu?"
Kalil terkekeh kemudian mengangguk. "Iya yang lo sebutin itu. Nanti kita naik kereta gantungnya deh. Lagi 'kan deket, La, gak sampe setengah jam juga."
Killa mendesah kemudian mengangguk pasrah. "Iya deh."
"Jangan bete gitu dong," kata Kalil sambil menarik kedua pipi Killa. "Taman mini juga bagus kok."
Killa mengangguk, "Iya gak bete kok. Ya udah yuk!" Killa kemudian menaiki motor Kalil. Gadis itu menepuk bahu Kalil, "Bang taman mini ya!"
Kalil merutuk, "Sialan lo kira gue abang ojek!"
"Kalo abang ojenya kaya lo mah nanti banyak yang mau naik, Gib, ayok buruan jalan nanti macet," Killa kembali menepuk pundak Kalil.
Lelaki itu mengangguk tak sampai satu menit, motor Kalil mulai melaju meninggalkan sekolahnya. Motor Ka melaju dengan kecepatan standar menuju taman mini, untungnya sore itu jalanan belum terlalu ramai. Keduanya sampai di taman mini tepat pukul empat sore.
"Langsung naik kereta gantung aja yuk? Nanti kesorean," ujar Kalil sembari menarik tangan Killa menuju loket kereta gantung.
Di loket tersebut terdapat beberapa orang yang tengah mengantri. Untungnya ini hari kerja hingga mereka tak harus mengantri terlalu lama. Bahkan tak sampai sepuluh menit keduanya telah berada di dalam salah satu kereta gantung.
"Lo sering ke sini?" Tanya Killa sembari menatap ke bawah. "Gue sih bosen ke sini terus, dari SD sering banget ke sini gue, Gib."
Kalil mengangguk, "Gitu deh. Di sini adem sih jadi gue suka aja."
Killa mengangguk, setuju. "Agree, eh, terus abis ini kita mau ke mana?"
Kalil tak menjawab, hanya memberikan senyuman pada Killa yang memberengut kesal.
"Ye, ngambek deh. Gue cuma mau ngajak ke istana kok," Kalil berujar dengan senyum lebarnya. "Atau kita ke museumnya aja."
Killa langsung menggeleng cepat. "Gak mau. Gue bosen, Gib. Kita duduk aja di deket danau deh."
"Terserah lu dah."
"Yeu gue 'kan cuma pengen merilekskan pikiran," Killa membela diri. "Atau naik sepeda deh."
Kali ini Kalil yang langsung menggeleng. "Gak deh, gue lagi males banget olahraga."
"Malesan banget sih."
"Biarin aja," Kalil menjulurkan lidahnya, meledek Killa yang langsung memberengut.
Dan suara dari ponsel Kalil lah yang menginterupsi obrolan mereka.
● ● ●
"Ya?" Kalil berucap dengan nada dingin, sementara Killa menatapnya bingung.
"Lo liat gue? Di mana?" Matanya langsung mencari, kemudian terhenti di dekat loket. Mereka telah turun dari kereta gantung beberapa menit lalu. "Mau lo apa?" Ujarnya cepat dengan nada yang masih sama dinginnya.
"Oke, nanti malam di tempat dan waktu biasa," setelah melihat sosok di dekat loket itu menghilang Kalil langsung memasukkan ponselnya ke saku celananya dan menatap Killa yang terlihat bingung. "Sorry, eh, udah jam setengah lima aja, cari makan yuk!"
Killa tahu ada sesuatu yang disembunyikan oleh Kalil, namun ia terlalu takut untuk bertanya. Kalau boleh jujur, Killa takut saat mendengar nada dingin yang keluar dari mulut Kalil. Lagi pula selama ini Kalil yang dikenalnya selalu terdengar ceria dan menyenangkan. Oh, Killa lupa bahwa ia baru mengenal Kalil selama beberapa hari saja.
Bahkan sampai suara azan terdengar, Kalil hanya sibuk dengan ponselnya. Entah apa yang dilakukan Kalil, membuat Killa menjadi kesal.
"La, lo udah selesai 'kan makannya? Gue juga udah buka ini," Kalil mengulurkan tangannya, seperti yang ia lakukan sebelumnya. Namun kali ini Killa langsung beranjak dari tempatnya tanpa menerima uluran tangan Kalil.
"Lo kenapa deh?" Tanya Kalil bingung. "Lagi dapet ya?"
Seketika itu juga Killa langsung berbalik dan menatap Kalil tajam. "Gak! Udah kita ke masjid dulu deh, deket-deket sama lo bikin gue panas."
"Emang gue setan apa," cibir Kalil yang langsung dibalas oleh Killa, "Emang lo setan."
"Gue setan yang ganteng," balas Kalil seenaknya.
Mereka sampai di depan rumah Killa pukul tujuh dengan Killa yang ditekuk wajahnya. "Lo kenapa? Kok bete?"
"Gak. Udah sana pulang deh, gue ngantuk." Killa membalas seenaknya kemudian berjalan menuju ke dalam rumahnya.
Kalil hanya mendesah, kemudian mengetik pesan untuk Killa.
Heh, gue tau lo ngambek. Gak usah sok gpp deh. Maaf kalo tadi gue diemin lo ya. Jgn ngambek, doain gue nanti malem mau balapan ya.
P.S: mungkin gue mulai suka sama lo
Kalil tersenyum sendiri saat mengetik pesan tersebut kemudian setelah mendongak dan mendapati Killa tengah menatap ke arahnya, Kalil melambaikan tangan ke arah Killa kemudian baru lah ia mengendarai motornya menjauhi rumah Killa. Masih ada beberapa jam lagi sebelum tengah malam dan Kalil akan memanfaatkannya untuk tidur. Ia butuh tidur yang cukup sebelum melakukan balap liar nanti.
Jadi, saat Kalil sampai di apartemennya ia langsung merebahkan tubuhnya dan tertidur pulas setelah menyetel alarm saat tengah malam nanti. Ia harus menang. Ralat, seorang Kalil tak pernah kalah dan itu tak akan berubah. Tak akan.
* * *
Sorry pendek. Soalnya nanti di part selanjutnya mulai konflik dan gue kurangi lovey doveynya deh. Gue lelah sendiri nulisnya, gue mau woy kaya Kalil gitu!
P.S: hafidz di part sebelumnya itu artinya penghafal quran ya. Iya, si badboy ini seorang hafidz wkwk.
Makasih buat yang baca, komen dan vote, i love you to neptunus and back!
-Ritonella.
KAMU SEDANG MEMBACA
BADASS
Teen Fiction"Gue beruntung ketemu lo." * B A D A S S * p.s: setting, plot dan lainnya masih berantakan.