Tujuh Belas

9.5K 990 30
                                    

Kalil mengerjapkan matanya beberapa kali, mendapati tangannya telah terbalut kasa putih. Kepalanya terasa pusing, perlahan ia duduk mencoba mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Kalil ingat tadi setelah menyuruh Andre pulang, ia kalap. Kalil terlalu marah hingga akhirnya membanting semua yang ada di dekatnya. Luka ditangannya entah karena ia melempar vas atau karena menonjok meja kaca. Ia sendiri lupa.

Kemudian, Killa datang. Kalil mengerjap, Killa datang? Dengan tergesa Kalil beranjak dan keluar dari kamarnya. Kosong, tak ada orang. Ruang tamunya telah bersih, sama seperti sebelum ia hilang kendali walau ada beberapa barang yang tak ada di ruangan tersebut.

"Udah bangun?" Killa berujar dari pintu masuk. Gadis itu tersenyum, kedua tangannya penuh dengan kantung belanja. "Aku baru belanja. Tapi nasinya udah matang kok, paling mau bikin sup atau tumis. Gak apa 'kan?"

Kalil tak tahu harus membalas apa. Lidahnya kelu, seakan berubah menjadi patung. Melihat Killa yang kini berada di dekatnya, sibuk dengan bahan makanan yang baru ia beli. Kalil mendengus, namun sebuah senyum kecil terbentuk begitu pula dengan air mata yang perlahan mengalir. Kalil mendongak, menahan agar air matanya tak jatuh lagi.

"Sini tangannya, aku ganti dulu perbannya." Perlahan, Killa menarik Kalil menuju meja makan.

Kalil memperhatikan gerak-gerik Killa. Melihat Killa yang sibuk di apartmentnya membuat dadanya entah mengapa hangat. Entah kapan terakhir kalinya ia melihat sosok seorang wanita yang berada di dapurnya. Sibuk hanya untuk dirinya. Dan lagi air mata mengalir di pipinya.

"Sini tangannya," Killa menarik tangan Kalil lembut. "Nanti aku nginep ya? Tenang aja aku udah bilang papa kok."

"Apa sih, La? Geli gue dengernya," Killa langsung menabok tangan Kalil yang baru ia buka perbannya. "Heh, manusia goa! Masih untung gue tolongin!" balas Killa, dengan sengaja gadis itu menekan obat merah keras-keras.

Kalil meringis, "elah baperan banget anak monyet satu ini."

Killa mendongak dengan senyum lebar, "gue seneng lo udah balik lagi kaya gini."

Kalil memalingkan wajahnya yang memerah, "makasih."

Killa hanya mengangguk, "jangan nyuruh gue pergi lagi lho! Soalnya nanti lo bakal nyesel seumur idup lo! Terus gue bakal gentayangin lo pokoknya!"

Kalil tersenyum kecil, tangannya yang kosong langsung mengacak rambut Killa. "Kali ini gue bakal jagain lo. Gue bakal ngelindungin lo."

Killa menggeleng, pandangan matanya fokus pada balutan kasa di tangan Kilal. "Gak perlu lindungin gue, gue bisa jaga diri gue sendiri. Buat gue kebahagian lo lebih penting dari apa pun. Dan gue bakal jadi ngebahagiain lo."

Kalil menggigit bibir bawahnya, "sweet banget. Berasa digombalin gue."

"Lha, emang siapa yang mau gombalin lo? Orang itu quotes dari komik." Killa langsung terbahak melihat wajah Kalil yang melongo. "Pedean lo dasar manusia goa."

Killa beranjak, berjalan menuju panci berisi sup yang telah mendidih. Ia membuka tutup pancinya, mengaduknya beberapa kali kemudian mencicipinya. Setelah menambah sedikit gula dan garam, ia mematikan kompornya.

"Manusia goa, ambilin mangkok dong dua." Killa menoleh saat tangannya masih terasa kosong. Kalil tak juga beranjak dari tempatnya, malah menatapnya dengan senyum. "Kenapa deh?" Killa bersedekap.

"You look like my mom, I miss her." Kalil berujar lelaki itu bangkit dan berjalan menuju rak di samping Kalil. Ia mengeluarkan dua mangkuk dan memberikannya pada Killa. "I'm glad to have you."

"Alah, basi," balas Killa, meraih mangkuk yang ditaruh Kalil dan mulai menuangkan isi sup ke dalam mangkuk.

Kalil tak marah, ia malah tersenyum melihat tingkah Killa. Perlahan ia berjalan dan meraih tubuh Killa, menyandarkan kepalanya di bahu Killa. "I remember that it hurt seeing you hurt, but I'm the one who hurt you the most."

BADASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang