Delapan

11.6K 1K 46
                                    

Pada akhirnya Killa mendengarkan perkataan Alden, ia kini berdiri di pintu keluar kedatangan di bandara. Ia masih berseragam batik sekolahnya, berdiri di tengah manusia yang lebih tinggi darinya. Killa menghela, orang yang ditunggunya tak juga datang. Mungkin memang seharusnya ia tak datang, Killa baru mau akan berbalik saat seseorang yang dikenalnya muncul dengan troli berisi koper-koper besar. Saat pandangan mereka bertemu, Papa tersenyum dan melambai kecil ke arah Killa. Dan kemudian sebuah rasa gugup dan keraguan muncul, membuat Killa malah meringis.

"Hei, Pa, gimana Inggris?" Tanyanya gugup. Papa pun merasakan hal yang sama, namun dengan santai ia merangkul Killa. "Inggris masih keren kaya dulu. Gak ada yang berubah."

Killa mengangguk rasa nyaman dan kehangatan menyebar di tubuhnya. "Papa keliatan sehat dan bahagia. Apa ada seseorang yang ngurus papa di sana?"

Papa tertawa, "Gak ada. Apa kamu cemburu? Di sana cuma ada nanny yang ngurus semua kebutuhan papa."

Kemudiam keduanya terdiam. "Makasih, ya Lala udah ngasih kesempatan buat papa. Makasih karena Lala ngasih papa waktu. Makasih La dan maaf karena selama ini papa menghindar."

Killa hanya mengangguk kemudian memeluk papa semakin erat. Untuk kali ini ia tak akan membiarkan papa pergi lagi.

"Jadi, kamu mau 'kan pulang sama papa? Ke rumah kita?" Tawar papanya, namun Killa menggeleng. "Aku gak mau pulang ke sana pa."

Papa tersenyum, mengetahui bagaimana perasaan Killa. Sejujurnya, ia pun merasakan hal yang sama. Rumah itu memiliki terlalu banyak luka untuk mereka berdua di sana. Terlalu banyak memori yang tak ingin diingat oleh keduanya.

Ia menghela, "Kalau kamu gak mau pulang, papa rasa lebih baik rumah itu papa jual aja. Nanti kita cari rumah baru bareng, ya?"

Killa tersenyum, lebar. "Serius pa?"

Papa mengangguk, beliau sendiri ingin membuka lembaran baru bersama anak semata wayangnya. "Iya dong, mau di daerah mana? Yang deket sekolah kamu aja gimana?"

Kali ini Killa menggeleng, "Gak usah beli rumah pa, tinggal di rumah aku aja. Eh, rumah papa yang aku tinggalin aja."

Papa mengangguk, menyetujui ide anaknya. Dan kemudian mereka larut dalam perbincangan hangat yang telah lama tak mereka rasakan. Keduanya saling berbagi rahasia kecil dan kehidupan keduanya.

Keduanya terpisah selama beberapa tahun. Bukan sesuatu yang diinginkan memang. Namun baik papa mau pun Killa saling berjalan membelakangi selama bertahun-tahun. Papa yang tenggelam dalam pekerjaannya, sengaja mengambil semua pekerjaan di luar kota bahkan luar negeri demi untuk menutup lukanya. Kenyataannya luka mungkin tertutup namun, luka Killa semakin terbuka lebar.

Killa kecil semakin sendirian. Keadaan menuntut gadis itu untuk berdiri tegak di antara hempasan angin. Menuntutnya untuk menjadi dewasa dan mandiri disaat yang ia butuhkan adalah kasih sayang kedua orangtuanya. Killa tak pernah menuntut banyak, bahkan hanya dengan bersama dengan orang tua Alden telah membuatnya bahagia.

Papa turun dari mobil, diikut Killa. Beliau menatap rumah dengan gaya minimalis di hadapannya, kemudian matanya mendapati seorang lelaki yang tengah menatap ke arahnya. Papa tersenyum, menoleh ke arah Killa dengan senyum berarti.

"Jadi, kamu udah punya pacar, La?" Papa bertanya dengan senyum jail. Sontak wajah Killa langsung memerah, "Enggak lah pa, apaan sih."

Papa tertawa melihat putrinya yang kini wajahnya memerah. Papa langsung mencubit ujung hidung Killa, "Jangan bohong sama papa. Kalau kamu gak punya pacar, itu siapa?"

Killa mendongak, mengikuti arah pandangan papa. Di sana seseorang yang menjadi sumber dari kekesalan selama beberapa hari tengah duduk di atas motor hitam kebanggaannya. Killa langsung mendengus, "Tukang ojek itu mah, pa. Udah yuk masuk aja, papa laper? Nanti Lala masakin."

Killa langsung mengamit lengan papa untuk masuk ke dalam rumah. Sementara itu Kalil menatapnya kesal dari jauh.

● ● ●

Kalil resah, ia tak melihat Killa sejak istirahat pertama tadi. Andre yang melihat keadaan Kalil hanya dapat berdecak, terganggu karena Kalil tak juga diam. Jadi ia menoleh, "Lo bisa diem gak sih? Gue gak bisa fokus sama PDA gue!"

Bagaiman Andre tidak kesal, sejak tadi dia tak bisa fokus dengan persamaan dasar akuntansinya. Bahkan sejak tadi, apa yang ia hitung tak juga balance. Andre bahkan ingin sekali memukul Kalil, sekali saja dengan sangat kencang agar temannya itu diam.

"Kalil gue lagi ngitung PDA ini! Masya Allah," Andre akhirnya memukul kepala Kalil dengan penggaris besi miliknya. "Diem elah, kalo gak mau diem lo pindah duduk aja sono!"

Kalil langsung diam, menatap Andre horor. "Sakit gila! Lo mah gak ngotak sih, Ndre, itu 'kan penggaris besi!"

"Bodo amat, otak gue udah panas karena PDA sialan ini! Lo diem atau mau gue tabok pake ujungnya nih," Andre mengacungkan ujung penggaris besi di dekat leher Kalil. "Diem atau lo pindah."

Mendengar itu Kalil langsung memberengut dan melanjutkan hitungannya. Kalau saja Pak Raya tak memberi tugas yang harus dikumpulkan hari itu juga, Kalil pasti akan memilih untuk menghampiri Killa. Ia khawatir, sejak kemarin gadis itu tak mau bicara dengannya. Bahkan Killa tak membalas pesan pun mengangkat sambungannya. Sekalinya Kalil datang menghampiri, Killa langsung berjalan menjauh, menghindari.

"Gue kurang apa sih, Ndre?" Gumam Kalil. "Dasar Dono gila! Ini kenapa dia ngutang terus sih, Ndre?"

Andre menoleh, menaikkan satu alisnya. "Lo kurang waras, Lil. Ini yang gila 'kan bukan Dono tapi si Raya noh! Ngapain dia ngasih soal Dono ini, udah gitu angkanya jelek banget lagi!"

Kalil mengangguk setuju dengan perkataan Andre. Soal dari Pak Raya memang selalu sulit. Bukan hanya itu, mereka diberi waktu dua jam pelajaran untuk menyelesaikan soal akuntansi 'Bengkel Dono' beserta PDA, laporan keuangan, laporan laba rugi, laporan neraca hingga jurnal dan buku besar. Memang tega Pak Raya itu.

Kalil kembali dengan hitungannya, "Ndre, tanggal 9 ini masuk ke mana? Kok dia minjem di bank? Makdud gue, ini udah gue masukin ke utang, kok gak balace?"

Andre menghela, dia baru akan memulai menghitung neraca perubahan modal. "Itu 'kan dia minjem di bank masuknya ke kas, Lil, jangan ke modal. Dasar lu bloon, gimana mau masuk FE lu!"

Kalil langsung misuh-misuh mendengarnya. "Ye, jangan bawa-bawa FE lah. Akutansi gue dari kelas 10 juga udah lemah kali, tapi tetep aja ekonomi gue mah selalu lebih tinggi dari lo."

Andre sendiri tak menjawab, hanya menatap Kalil kesal. Dengan masih misuh-misuh ia melanjutkan neracanya. Kalil sendiri memilih melihat PDA milik Andre, ia lelah dengan akutansi.

Dua jam di neraka berakhir, ditutup dengan kepala yang pusing dan mual-mual. Serius lho, Kalil merasakan itu, padahal dia hanya menyalin milik Andre. Mungkin kalau Kalil membuat tugas itu sendirian dia bisa muntah-muntah.

"Lo gak balik? Katanya khawatir ama Killa?" Andre berujar sambil menyampirkan tasnya di pundak kiri. "Kok sekarang malah lemes gini?"

Kalil memberengut, "Pala gue pusing, emang dasar tuh akuntansi sialan."

Andre terkekeh mendengarnya. "Udah ayok lah kita cabut."

Kalil mengangguk setuju, kemudian dengan asal memasukkan semua alat tulis dan buku-bukunya yang berserakan. Setelahnya ia menyampirkan tasnya di bahu kanan dan berjalan beriringan bersama Andre menuju parkiran. Seperti biasa, banyak gadis yang menatap ke arah mereka dengan tatapan memuja. Dan seperti biasa keduanya hanya menatap datar ke depan.

"Gue duluan ye, Lil," Andre pamit saat mereka sampai di depan motor milik Andre. "Ati-ati lo."

"Ye," jawab Kalil asal. Dia sendiri langsung bergegas memakai helm dan jaket, kemudian mengendarai motornya menuju rumah Killa dengan kecepatan di atas rata-rata. Hingga hanya butuh waktu lima belas menit untuk sampai di depan rumah Killa.

Menyebalkannya gadis itu hanya menatapnya sebentar kemudian melengos. Astaga, sebenarnya apa sih salah Kalil? Dan siapa lelaki tua yang bersama Killa? Dan Kalil hanya bisa menggeram kesal.

* * *

Yuhuu. Hello? Ada yg masih baca cerita ini? Kekekek

Sorry, kalo ada typo. Masukan dari kalian bakal gue terima dengan lapang deh ;) makanya vomment gue tunggu abis!

Salam jomblo,
-Ritonella.

BADASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang