Delapan Belas

9.5K 964 59
                                    

"Pelan-pelan ya, Lil?"
"Iya, elah, La, lu mah gak percayaan banget sih." Kalil membalas dengan kesal. Sementara Killa langsung memberengut, "ih, 'kan sakit kalo gak pelan-pelan."

Kalil langsung memutar manik matanya, "elah mo maen tepok kartu aje lama banget dah ah. Dasar cewek."

"Heh, cowok kok mulutnya kek cewek," sewot Killa. "Ya udah sini kartunya bagi gue."

Killa mengambil satu dari tumpukan kartu remi. Killa tak tahu dari mana Kalil mendapat kartu remi itu, beberapa menit lalu, Kalil masuk ke dalam kelasnya dan berteriak seperti anak kecil: "Killa, main yuk! Gue bawa kartu remi nih!" Untungnya, minggu ini para guru tengah sibuk mempersiapkan ulang tahun sekolah, jika tidak sudah pasti Kalil akan diseret ke dalam ruang bimbingan konseling.

"Tu, wa, ga," keduanya menepukkan tangan mereka. Kemudian tertawa saat melihat kartu milik Kalil menutup. "Nah, gue menang. Sekarang lo harus jawab ya? Kenapa lo putusin gue?"

Kalil langsung mendengus, "karena keadaan. Gue gak mau lo kenapa-napa. Keluarga ayah gue gak suka sama gue dan ibu, terlebih nenek. Wanita tua itu benci banget sama gue, apalagi setelah Aslan meninggal, dia gak mau harta warisan jatuh ke tangan gue."

Kalil mengernyit, "intinya semua karena harta. Padahal gue gak pernah berniat sama sekali ngambil harta itu."

Killa menatap sosok di depannya dalam, Kalil terlihat begitu kuat. Entah seberapa banyak luka yang telah dimiliki lelaki itu, tapi ia tetap bertahan. Kalil tetap berdiri tegak walau begitu banyak ombak yang menerjang. Kalil tetap bertahan meski ribuan badai telah menerjangnya. Dan sisi lain dalam diri Killa merasa tak pantas untuk berdiri di samping Kalil. Lelaki itu terlihat menjulang tinggi hingga rasanya tangan Killa tak dapat diraihnya, tapi meski begitu Killa tak akan pernah menyerah untuk meraih tangan itu.

"Perasaan lo ke gue gimana, La?" Kalil bertanya saat kartu milik Killa kini tertutup. "Gue mau tau yang sebenarnya."

Killa menunduk, kini seluruh pipi hingga telinganya memerah. "Gue … sayang lo."

Dan wajah Kalil kini ikut memerah. "Anjir, jangan sejujur itu, La."

Killa mengerjap, beberapa kali. "Lah, lo 'kan nanya, ya gue jawab."

Tangan Kalil langsung bergerak, mencubit kedua pipi Killa. "Iya sih, tapi tetap aja gembul, gue malu."

"Selah lo," jawab Killa masih dengan tangan Kalil yang mencubit pipinya. "Lepasin."

Kalil terkekeh pelan melihat pipi Killa yang kini memerah. "Tapi Lil, lo 'kan gak pernah benar-benar nembak gue. Nembak like nembak. Selama ini lo cuma menyatakan, bukan nembak."

Kini Kalil langsung melongo, tangan kanannya naik untuk menggaruk tengkuknya. "Tapi … lo fine aja, 'kan?"

"Ya, tapi gue juga mau kali ngerasain ditembak dengan cara romantis. Kaya di tumblr atau instagram gitu. Pake bunga yang gede, balon, tulisan will you be my girlfriend atau dinyanyiin, apa kek?"

"Penting banget ya, La? Apa hubungan kita saat ini gak cukup ya? Gue sayang lo, lo sayang gue kita punya status. Kenapa juga masih harus ada tembak menembak?" Kalil membalas, kedua matanya menatap mata cokelat milik Killa. "Apa gak cukup?"

"Lo gak ngerti," setelah mengatakan itu Killa berdiri dan berjalan keluar kelas, meninggalkan Kalil yang hanya dapat menghela napas.

"Cewek itu, ngeribetin banget sih?" Gumamnya.

* * *

Kalau saja Killa tidak meminta hal aneh itu, pasti Kalil saat ini sedang bermain PS di kamarnya. Tapi saat ini Kalil berada di toko bunga, memesan buket bunga untuk Killa.

"Mba, inget ya bunga lili putih sama biru," ulang Kalil. "Terus mahkotanya harus bagus, dari bunga mawar ya mba."

"Iya mas, saya ngerti kok. Perlu di tambah ucapan gak?" Mba penjaga toko bunga yang Kalil ketahui bernama Nidya itu tampak kesal. Bagaimana tidak, Kalil terus saja mengulang pesanannya membuat telinga Nidya panas.

Mengerutkan keningnya, Kalil kemudian mengangguk. "Boleh deh, tulis aja gini: I love you the way you love yourself. I love you as much as you love yourself."

"Dikit banget sih mas, masa sebanyak mencintai diri sendiri doang?" Komentar mba Nidya.

"Justru itu level cinta paling tinggi mba. Bukan saat orang yang kita sayang dengan lebay bilang cinta segede gunung, setinggi langit, sedalam samudera itu mah lebay. Kalau cinta sama diri sendiri 'kan gak bakal cinta ke yang lain. Kalau cinta sama diri sendiri semua kekurangan pasti jadi nilai plus yang bakal ngisi puzzle diantara kami," balas Kalil. "Gitu deh, saya juga gak terlalu ngerti sih."

Mba Nidya yang awalnya ingin terpesona langsung mendengus, dasar bocah. "Semua jadi lima ratus tujuh puluh tiga ribu rupiah."

Kalil mengangguk, mengeluarkan dompetnya dan beberapa lembar uang seratus ribuan. "Kembaliannya keep aja mba, siapa tahu saya mau beli bunga lagi nanti. Mba Nidya mengangguk kecil, "okey."

"Ya udah saya duluan mba, hati-hati ya mba," pamit Kalil yang tak disahuti oleh mba Nidya.

Kali ini kakinya melangkah menuju salah satu toko perhiasan yang berada tak jauh dari lokasi toko bunga tersebut. Tadi, saat melewati toko itu, Kalil melihat sebuah cincin cantik sekali. Sebuah cincin perak dengan bentuk ukiran dan bentuk tiga mawar dengan tiga berlian kecil diatasnya. Lumayan mahal memang, tapi itu cincin yang berharga.

"Mba saya mau cincin yang itu," Kalil menunjuk cincin yang tadi dilihatnya. Kalau dilihat lebih dekat, ternyata ukiran mawar itu berwarna merah. "Saya mau yang ini. Tolong dibungkus ya."

"Baik, pembayarannya mau tunai atau dengan kartu kredit/debit?" Tanya penjaga toko itu.

"Kartu debit aja," jawab Kalil.

Butuh waktu sekitar dua puluh menit sampai cincin tadi sudah berada di tangannya. Kalil tersenyum, kembali menatap cincin di dalam kotak beludru biru di tangannya.

"I'm going to marry you," lirihnya kecil sambil tersenyum. "Makasih mba."

Setelah itu Kalil langsung berjalan menuju toko boneka. Tempat terakhir yang dituju olehnya. Lelaki itu memang berniat untuk membeli sebuah boneka Doraemon yang berukuran sedang. Boneka itu terdapat kantung di depannya, seperti Doraemon di teve.

"Boneka itu ya mba," ucapnya sambil menunjuk boneka Doraemon. "Ini uangnya."

"Tunggu saya bungkus dulu ya mas," ucap si penjaga.

"Bentar mba, bungkus di sini aja," pinta Kalil. Penjaga toko itu mengangguk, kemudian Kalil langsung memasukkan cincin yang tadi dibelinya ke dalam kantung Doraemon. Mengetahui itu membuat penjaga toko tersenyum.

"Mau nembak ya mas?" Tanyanya.

"Iya, padahal selama ini kami udsh pacaran lho," jawab Kalil.

"Kok baru nembak?"

"Baru kepikiran," jawaban asal dari Kalil membuat penjaga toko itu langsung cemberut.

"Kasian banget sih jadi pacarnya mas," cibir si penjaga toko, setelah itu ia memberikan boneka yang telah dibungkus pada Kalil.

Kalil tak membalasnya, hanya tersenyum kikuk kemudian berjalan keluar dari toko. Misi selesai, tingga menunggu hari H saja. Dan sebuah senyum mengembang di bibir Kalil.

* * *

Udah lama gak update dan sekarang akhirnya bisa update walau pendek wkwk

Salam,
-Ritonella

BADASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang