Killa menatap Kalil serta Lucas bergantian, sementara kedua lelaki itu masih saling menatap penuh kebencian.
"La, sini," suara Kalil terdengar dingin. "Sini La."
Killa menghela, memberi tatapan maaf pada Lucas kemudian berjalan mendekati Kalil. Lelaki itu langsung menarik tangan Killa dan menatap Killa dengan pandangan bertanya. "Kenapa bisa sama dia?"
Killa menghela, "dia nolongin gue saat gue hampir dilecehkan."
Killa mendongak, mendapati Kalil menatapnya bingung. Ia tahu, lelaki di depannya tengah memiliki pergolakan batin.
"Bukan salah lo," Killa berbisik, mengusap tangan Kalil yang berada di dalam genggamannya. "Lo gak salah, jangan nyalahin diri sendiri."
Kalil tersenyum kecil, "sorry."
Killa menggeleng, "bukan salah lo, Gib."
Kalil kini menoleh, mendapati Lucas tengah menghisap rokoknya. "Makasih udah nolongin dia."
Lelaki itu mengeluarkan asap rokoknya perlahan, mengendikkan bahunya seolah itu bukan hal yang patut diungkit berulang kali. "Gak masalah, cuma lo masih utang sama gue. Malam itu gue tunggu, tapi lo gak dateng. Apa sekarang lo udah jadi chicken?"
Kalil hanya menatapnya datar, "malam ini di tempat biasa."
"Yah, itu pun kalo lo dateng. Ciao!" Lucas berbalik sambil mengangkat satu tangannya.
Killa menatap kepergian Lucas dengan bingung. Ada banyak pertanyaan yang ingin ia utarakan, hanya saja ia tak tahu bagaimana mengatakannya. Apa sebenarnya yang mereka bicarakan. Killa merasa berada di dunia yang berbeda, tak memiliki ide tentang apa yang baru saja dua lelaki itu bicarakan.
"Kenapa?" Kalil mengibaskan tangannya di depan wajah Killa. "Kok bengong?"
"Gue gak ngerti sama pembicaraan kalian," ujar Killa langsung. "Mind to tell me?"
Kalil tak menjawab, ia malah menarik tangan Killa menuju parkiran. Kemudian mendudukan Killa di motor miliknya.
"Gue gak sebaik yang lo kira."
"Gak masalah."
"Gue well, katakan aja bagian dari suatu geng motor."
"Gak peduli."
"Gue ketuanya."
"Oh."
"Tangan gue pernah ... kepeleset dan nusuk orang," Killa kini diam. "Gak sampe mati sih, cuma masuk rumah sakit aja."
"Lucas, saingan gue, kaya yang lo liat dia benci gue setengah mati. Karena apa? Karena gue udah ngerebut label ketua darinya. Yah, dia mencoba balas dendam," Kalil mengendikkan bahunya. "Ada di dekat gue bahaya, La."
"Dan lo yang narik gue, jadi jangan pernah lo ngedorong gue buat menjauh." Killa menaruh jari telunjuknya di dada Kalil. "Gue bisa jaga diri gue sendiri, lagi ada lo yang bakal lindungin gue 'kan?"
Senyum Kalil perlahan mengembang, "gak pernah ada yang sepercaya ini sama gue sebelumnya."
Kali ini Kalil merengkuh tubuh Killa, "La, makasih. I do in love with you."
Entah mengapa Killa merasa tidak senang, ia malah merasa bersalah karena jantungnya tadi sempat berdetak untuk orang lain, Lucas tepatnya. Tapi Killa sendiri tidak berbohong jika ia menyayangi Kalil. Bukan sekedar rasa kasihan, lebih dari itu Killa menyadari ia juga telah jatuh untuk Kalil.
"I'm in love with you too," bisik Killa, namun Kalil dapat dengan jelas mendengarnya. Perlahan senyumnya kembali mengembang, "gue bakal berenti, La. Dengan semua dunia malam gue. Gue janji, ini yang terakhir."
KAMU SEDANG MEMBACA
BADASS
Teen Fiction"Gue beruntung ketemu lo." * B A D A S S * p.s: setting, plot dan lainnya masih berantakan.