"La."
"Hm."
"Lalalalalalalala," Kalil bersenandung tak jelas sambil memainkan rambut Killa. "Gue bosen nih."
"Teruz?" Killa membalas tanpa menoleh ke arah Kalil yang kini malah menaruh kepalanya di punggung Killa. "Berat babon!"
Kalil langsung duduk, memukul puncak kepala Killa dengan majalah yang digulung. "Songong banget sama suami!"
"Ya Allah, Kalil gue lagi nonton Running Man ini!" Killa mendorong tubuh Kalil menjauh, hingga terjatuh dari kasur. "Mampus lu, pergi sono ah."
"Ya Allah, bantu lah Kalil suami yang tersakiti ini." Kalil mengangkat kedua tangannya di udara. "Killa istri macam apa sih lo."
Kali ini Killa memencet tombol spasi, menghentikan pergerakan di layar laptopnya. Wanita berusia dua puluh delapan itu kini mengubah posisinya menjadi duduk bersila dan menatap Kalil, sebal karena kegiatan menonton terganggu.
"Terus kalo bosen lo maunya ngapain?" Killa bersidekap, sementara Kalil menaruh jarinya di dagu. "Cepet kek mikirnya! Ini Song Jong Ki-nya lagi imut banget! Ya Allah, dia tuh lagi kena misi-"
"Oke! Kita ke kampung kamu aja gimana?" Kalil akhirnya memutuskan.
Killa mengangguk, walau sedikit tak ikhlas karena lagi-lagi kegiatan menonton acara favoritnya terganggu. Baru-baru ini Killa memang addict dengan variety show asal Korea Selatan, Running Man itu. Awalnya wanita itu menonton drama Descendants of the Sun yang dibintangi oleh artis imut, Song Jong Ki. Dan setelah mencari di situs pencarian she's end up watching Running Man all day. Yang mau tak mau, Kalil mengakui bahwa ia cemburu.
"Ya udah aku beberes dulu deh," Killa menutup layar laptopnya kemudian berjalan menuju lemari pakaian untuk packing.
* * *
Kampung halaman Killa berjarak dua jam dari kota Bandung. Sementara perjalanan dari Jakarta membutuhkan waktu sekitar lima jam. Ada dua hal yang disukai Killa di kampungnya, pertama kenangan yang tercipta, kedua bukit dekat rumahnya.
Rumah orangtua Killa lumayan besar dengan halaman yang luas. Rumah dengan keramik di dinding yang berwarna hijau adalah rumah Neneknya, sementara rumah yang berwarna cokelat yang berada tepat di samping kanannya adalah rumah milik orang tua Killa. Tapi biasanya baik Killa atau pun keluarganya lebih sering tinggal di rumah Neneknya. Juga karena rumah orang tua Killa diubah menjadi kontrakan.
"Baunya kaya gak pernah ditinggalin," Killa bergumam ketika memutar kunci. "Kalil sayangku, kamu yang bersih-bersih ya."
Mendengar itu Kalil langsung mendesah, "kok aku?"
Killa langsung mendelik, kesal. "Emang kenapa kalo kamu? Masa aku lagi? Ih! Sebel!"
Kalil yang melihat Killa masuk ke kamar langsung melongo, akhir-akhir ini Killa menjadi aneh. Dan sungguh demi apa pun, Kalil tak mengerti apa alasan di balik keanehan Killa. Jadi dengan helaan napas, Kalil menarik koper hitamnya memasuki rumah.
Rumah itu masih sama seperti saat Kalil melamar Killa. Tanggal 27 November dua tahun lalu, di rumah ini.
Kalil menatap pantulan dirinya di cermin, jas hitam melekat di tubuhnya dengan pas. Tapi jantungnya tak jiga mau berhenti berdetak heboh. Rasanya seakan jantungnya tengah melakukan perlombaan skipping.
"Gimana, Gib, udah siap?" Adrian --ayah tirinya-- bertanya dengan senyum jail. "Kalo belum nanti Killa diserobot tukang cimol, lho."
KAMU SEDANG MEMBACA
BADASS
Teen Fiction"Gue beruntung ketemu lo." * B A D A S S * p.s: setting, plot dan lainnya masih berantakan.