***
"Jadi kau mendiamkan Alva selama sebulan Re?" Tanya Marco.
Renata mengangguk sambil menyeruput es kelapa muda, sementara Marco dan Frans menatapnya dengan tatapan serius. Saat ini mereka bertiga sedang berada di kafe milik Renata.
"Kau akan menikah sebentar lagi, Re!" Seru Frans.
"Memangnya kenapa?" Tanya Renata cuek. "Kau tahu, aku sakit hati karena dia kasar padaku hanya karena cemburu! Baru juga tunangan sudah begitu, bagaimana jika sudah menikah? Bisa-bisa dia KDRT."
Frans menepuk dahinya frustasi. Sudah hampir setengah jam dia menasehati sahabatnya yang satu ini, tapi dia tetap saja keras kepala.
"Ya ampun ,Re! Aku tak tahu ya jika kau gagal nikah!" Ucap Frans.
Renata melirik tak peduli.
"Mana ada wanita yang marah karena dicium pacarnya sendiri? Kau berlebihan ,Re! Nanti jika Alva direbut wanita lain baru kau nangis darah!" Frans menyandarkan punggungnya pada sofa. Lelah berbicara panjang lebar pada wanita itu.
Renata menghentikan acara minumnya lalu menatap tajam kearah Frans. "Kau kira aku orang gila yang bisa marah setiap detik? Apa harus dia bersikap kasar padaku? Jika dia bicara baik-baik, aku tidak akan marah sampai sekarang. Kau kira mudah berhadapan lagi dengannya? Bagaimana jika dia terus seperti itu?"
Frans mengerutkan dahinya. "Feelingku mengatakan, Alva tidak mungkin Kasar padamu. Mungkin yang kemarin terjadi dikarenakan ada sesuatu yang mengganjal pikirannya?"
Renata menghela nafas berat. "Kalian tahu? Selama ini aku mencoba bertahan dengan sikapnya yang aneh. Dia dingin, sulit ditebak, terkadang baik dan terkadang ketus. Semakin hari semakin lelah. Aku berharap dia bisa terbuka padaku, namun semakin lama aku bersamanya aku menyadari bahwa tak ada satu hal pun yang aku ketahui dari seorang Alva. Aku lelah, Frans,Co. Aku lelah..."
Marco yang sejak tadi hanya menjadi pendengar yang baik, kini pun buka suara. "Jadi kau ingin berpisah?"
Renata tertegun. "Tentu saja tidak!"
"Lalu kau masih ingin bersamanya?" Tanya Marco lagi.
Renata tertunduk lesu. "Tidak juga."
Frans menyela, "Kau ini! Tidak mau berpisah tapi juga tidak mau bersama, repot sekali kau jadi wanita!"
Renata melotot garang pada Frans. Keduanya pun saling beradu tatapan tajam , kalau saja Marco tidak menghentikan mereka, mungkin mereka berdua akan melanjutkan adegan adu mulut sampai besok pagi.
Marco menatap Renata serius. "Kau masih ingin bersamanya bukan? Maka kembalilah padanya. Dia selalu datang menemuimu, tapi kau selalu mengusirnya. Apa itu adil untuknya?"
Renata hanya bisa diam. Didalam hatinya dia terus memikirkan ucapan Marco barusan. Sesungguhnya dia tidak ingin mengacuhkan Alva selama ini, hanya saja dia masih sakit hati. Jauh didalam hatinya, dia sangat merindukan pria itu.
Dan perkataan Marco berikutnya, membuat Renata mulai meragukan bahwa tindakannya mengacuhkan Alva itu adalah tindakan yang tepat.
"Semakin tinggi sebatang pohon, semakin banyak badai menerpa. Semakin lama suatu hubungan , semakin banyak cobaan yang berdatangan." Renata menatap Marco tanpa kedip. Marco membalas menatap Renata dan melanjutkan perkataannya. "Ini mungkin ujian bagi kalian untuk bisa memahami perasaan satu sama lain. Kalian berdua memiliki watak yang nyaris sama, sama-sama keras kepala. Untuk apa mempertahankan hubungan jika tak ada satu diantara kalian yang ingin mengalah dan mengabaikan gengsi?"

KAMU SEDANG MEMBACA
DTS 3 - HAPPINESS IS SIMPLE
RomanceAlva Luke Dinata adalah sosok lelaki idaman yang sempurna. Ia memiliki segalanya baik harta, kekuasaan, dan wajah yang luar biasa tampan. Yang kurang dari dirinya hanya satu, yaitu : "enggan berkomitmen". Ia mengalami trauma aneh yang entah mengapa...