SEVEN - My Feeling

9.1K 586 9
                                    

***


RENATA's POV


Seumur hidupku, baru kali ini aku bertemu manusia berhati beku seperti dia. Dia... Alva Luke Dinata adalah pria arogan yang paling sadis saat bicara dan selalu bersikap seenaknya. Aku tidak akan percaya kalau pria sadis jelmaan iblis itu adalah kakak Faris, jika aku tidak mendengar Faris memanggilnya dengan sebutan "Big Bro".

Dulu, aku sangat mengagumi Faris. Dia adalah pria paling sempurna yang pernah ada. Dia luar biasa tampan, baik hati, ramah, romantis, dan sangat mempesona. Tapi sayang, pria sempurna seperti dia tidak ditakdirkan untukku.

Betapa keras pun aku berjuang untuk tampil manis dan cantik, dia tidak pernah melirikku walaupun hanya sekali. Temanku Nadine pernah berkata kalau pria seperti Faris hanya bisa dilihat, tak untuk dimiliki. Aku setuju akan statement itu dan sejak itu, aku pun tidak pernah berharap lagi. Sadarlah Renata! Cinderella yang berjodoh dengan pangeran hanya ada dalam dongeng. Didunia nyata, pembantu yang dinikahi majikan itu hanya ada di sinetron. Wanita jelek dinikahi pria tampan hanya ada dalam dunia mistis. Sebabnya? Karena siwanita jelek tersebut pakai susuk untuk memikat si pria. Tapi dalam kasusku, aku tidak pakai susuk dan aku juga bukan pembantu. Hanya saja pria seperti Faris terlalu tampan dan kupikir wanita pilihannya pasti sangat high class. Tapi pada kenyataannya, wanita bernama Claudya itu biasa saja. Tapi tentunya wanita itu punya nilai plus yang tidak kumiliki. Itulah mengapa aku harus berhenti berharap untuk mendapatkan pasangan seideal dia.

Bicara soal pacar, aku sedang dekat dengan seseorang. Stefan Salim namanya. Dia berusia setahun lebih tua dariku dan dia seorang Akuntan. Hubungan kami memang belum resmi, tapi Stefan punya perasaan padaku hanya saja dia belum menyatakannya padaku. Aku tidak Ge-er. Stefan yang bilang sendiri pada Marco-sahabatku jika dia punya perasaan padaku, hanya saja dia masih menunggu waktu yang tepat untuk menyatakannya. Dan aku rasa jika dia menyatakan perasaannya padaku, aku tidak punya alasan untuk menolaknya. Karena aku pun sebenarnya merasakan hal yang sama.

Dan disinilah aku berada sekarang, disebuah cafe prancis ditengah kota. Aku janjian dengan Stefan disini. Dia mengajakku makan bersama. Kulirik jam yang melingkar dipergelangan tanganku. Jam baru menunjukkan pukul tiga kurang lima menit. Well, aku memang datang lima menit lebih cepat dari waktu yang dijanjikan. Tapi kurasa, itu lebih baik daripada datang terlambat.

Tak lama kemudian, sesosok pria tegap berkacamata dan mengenakan kemeja biru tua muncul didepanku.

"Sudah menunggu lama,Re?" Tanyanya sambil tersenyum.

Aku balas tersenyum. "Belum. Aku juga baru sampai."

Stefan pun memanggil seorang pelayan dan memesan makanan. Setelah pelayan itu pergi, dia pun kembari melanjutkan pembicaraannya.

"Sayang sekali setelah hampir dua minggu kau ada di Jakarta, aku baru bisa menemuimu hari ini. Pekerjaanku banyak sekali dan aku baru saja menemani Tian untuk menjemput adiknya ke Bandara."

Aku terdiam. Entah mengapa, aku malas sekali jika Stefan sudah membicarakan Tian Anggara yang notabene adalah sahabat Stefan sendiri. Alasannya? Karena Tian selalu mengejarku, dia selalu mengirimiku chat setiap hari yang pada akhirnya selalu kuabaikan, bahkan meneleponku tak kenal waktu sampai aku memutuskan untuk mengganti nomor ponsel. Tapi sialnya, Stefan memberikan nomorku yang baru lagi pada Tian. Sehingga hidupku makin tidak tenang. Aku bagaikan berurusan dengan teroris jika berhadapan dengan Tian. Dan bodohnya, kenapa Stefan terkesan seperti sedang berusaha menjodohkanku dengan Tian?

"Kau memberitahunya kalau kau akan menemuiku disini?" Aku celingak celinguk menatap sekeliling dengan penuh selidik. Takut Tian muncul disini memata-mataiku untuk yang kesekian kalinya.

DTS 3 - HAPPINESS IS SIMPLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang