LAST PART

10.1K 498 35
                                    


***

Alva masuk ke dalam rumah mendahului Renata. Sepanjang jalan sampai sekarang, dia terus mendiamkan Renata. Tadi dia hanya menanyakan kemana Renata pergi, setelah mendengar penjelasan Renata , Alva pun kembali mendiamkannya.

Tentu saja bagi Renata yang perasaannya sensitif, didiamkan seperti itu tentu sangat menyiksa. Ciri khas Alva jika sedang marah, dia akan memilih diam dalam keadaan marah dibandingkan mengeluarkan unek-uneknya lewat ucapan yang tak bermutu.

Renata duduk diruang makan seorang diri. Mangkuk berisi ramen instan yang masih terisi setengah itu masih berada disana. Dia hanya menatap mangkuk itu dengan tatapan kosong tanpa berniat meletakkan mangkuk itu kembali ke pantry.

Sabar ya, Re. Semua ini demi baby ku sayang...

Renata menatap perutnya.

Tak lama , Alva muncul diruang makan sambil melepas jas sekaligus melonggarkan dasinya. Mata elangnya menatap semangkuk ramen yang masih tersisa cukup banyak diatas mangkuk.

"Kau makan mie instan?" Tanya Alva dingin.

Renata hanya memalingkan wajah, tak berniat menjawab. Setelah mendiamkannya selama beberapa saat, yang keluar dari mulut suaminya itu justru 'Kau makan mie instan?'

Renata jadi meragukan kalau dia menikahi manusia. Alva itu seperti bukan manusia biasa. Dia bagaikan manusia berhati dingin dan setebal tembok.

Tanpa suara, Alva mengambil mangkuk itu dan meletakkannya di pantry. Beberapa detik setelahnya, dia pun berpaling dan kembali menatap istrinya. "Kau seharusnya bilang padaku jika kau ingin makan diluar, bukannya pergi tanpa pamit."

Renata melirik acuh. "Dan aku tidak mau kau makan mie instan lagi. Aku tidak mau disebut sebagai pria keji yang tidak bisa merawat istrinya dengan membiarkan istrinya makan mie instan!" Tukasnya. "Jika kau masih lapar, kita masih makan diluar." Lanjutnya lagi.

Renata hanya diam dan menatap Alva dengan perasaan terluka.

Dia tidak merasa bersalah mendiamkan aku seperti tadi?

"Aku tidak mau!" Tolak Renata cepat.

Alva terkesiap. "Kau tadi pergi makan seorang diri dan sekarang kau menolak pergi bersamaku? Kau tahu bagaimana bahayanya seorang wanita berjalan seorang diri dijalanan yang sepi seperti tadi? Tidak cukup kau merepotkanku ,Re? Aku mencarimu kemana-mana."

Merepotkan? Katanya aku merepotkan?

Renata tertawa garing walaupun hatinya sakit. "Oh, jadi aku merepotkan? Kalau begitu untuk apa kau menikahiku?" Tanyanya sambil menatap Alva tajam. "Nikahi saja patung dan kau akan bebas melakukan apa yang kau mau! Kau tidak perlu mempedulikan perasaan orang lain, kau bisa sibuk dengan duniamu sendiri, kau tidak perlu terbuka pada orang lain. Mudah kan? Tetap saja kau seperti ini!" Pertahanan Renata akhirnya hancur juga. Dia tak tahan lagi harus menahan siksaan hati ini lebih lama lagi.

Alva menatap Renata tanpa kedip, sementara istrinya terus melanjutkan perkataannya. "Kenapa setelah kita menikah aku justru merasa kesepian ,Va? Kau masih tetap seperti dulu. Kau tetap dengan duniamu sendiri. Kau membangun dinding yang tinggi diantara kita. Terlalu tinggi, sampai aku tak bisa menjangkaunya. Kau tetap Alva yang dulu dan aku tetap sama seperti dulu. Aku tidak bisa menebak apa yang sedang kau pikirkan!"

Alva menatap Renata kaku. Bukannya menjawab, dia justru balik bertanya. "Jadi maksudmu kau menyesal menikah denganku ,Re?"

Renata mengerjab tak percaya dengan apa yang dia dengar. Alva balik menyudutkannya.

"Aku sedang banyak masalah sekarang ,Re. Aku benar-benar sedang tidak ingin berdebat." Ucap Alva lirih. Pria itu pun melangkahkan kaki menaiki tangga dan berpaling sebentar menatap istrinya. "Aku mandi dulu , setelah itu kita pergi makan diluar!" Setelah berucap seperti itu, Alva pun berlalu keatas.

DTS 3 - HAPPINESS IS SIMPLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang