16

983 106 4
                                    

Setelah menjemput Devan dan Gian, Adam mengarahkan mobilnya menuju rumah Zanan. Alunan musik dari lagu Attention dari Charlie Puth memenuhi mobilnya. Devan dan Gian ikut bersenandung. Berbeda dengan Adam. Dia terlihat tidak nyaman. Seperti ketika disuruh berbuat sesuatu yang membuat ketenangannya terusik dan berakhir gelisah. Devan yang menyadari hal itu pun menepuk pundak Adam. Dengan harapan sahabatnya itu bisa tenang.

"Lo yakin mau kesana? Kalau nggak, kita masih bisa puter balik," Devan bersuara dari arah jok belakang.

"Iya, Dam. Lo kalau emang nggak yakin mending nggak usah," sahut Gian.

Adam menghembuskan napas berat, "Biar gue coba."

Mendengar respon Adam, Devan dan Gian pun mengangguk paham. Sebenarnya mereka berdua juga sama-sama terkejut ketika Adam meminta mereka untuk menemaninya ke pesta pernikahan Julia, Ibu Adam. Karena setahu mereka, Adam sudah tidak pernah berkomunikasi dengan ibunya. Bahkan jika ditanya soal ibunya, Adam enggan untuk menjawab. Itu semua bukan berarti dia membenci ibunya. Hanya saja, ada luka yang terpaksa membuatnya untuk menjauh. Sebab luka yang paling besar akan datang dari orang yang istimewa. Dan luka itupun berasal dari kedua orang tuanya.

Kedua orang tuanya itu istimewa bagi Adam. Namun perpisahan mereka, memberikan dia luka dan kecewa yang masih berbekas hingga sekarang.

Tidak butuh waktu lama, mobil Adam pun berhenti tepat di depan rumah Zanan. Lelaki itu turun dari mobil dan berjalan santai menuju depan pintu rumah Zanan. Dia menekan bel, dan tidak butuh lama, sosok Kania muncul dibalik pintu bersama Zanan di sebelahnya.

Adam menatap ke arah Zanan yang terlihat begitu anggun dengan dress selutut berwarna hitam dan sedikit polesan make up di wajahnya. Lelaki itu tersenyum, membuat Zanan salah tingkah.

"Kaila jadi ikut?"

Zanan menggeleng, "Nggak. Dia ada acara keluarga, jadi nggak bisa ikut."

"Oh.. Yaudah. Yuk, nanti telat lagi. Bun, pinjem Zanannya bentar ya. Dijamin aman dan selamat." Adam berpamitan pada Kania.

"Zanan jalan dulu ya, Bun. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam. Hati-hati, jangan ngebut."

Adam mengangguk dan mengancungkan jempol kepada Kania pertanda bahwa ia akan melakukan sesuai apa yang dikatakan oleh wanita itu. Adam lalu berjalan beriringan dengan Zanan.

"You're looks so beautiful," ujar Adam seperti berbisik, namun Zanan masih bisa mendengarnya.

Zanan menunduk malu, "Thank you."

Ketika mereka sudah berada tepat di samping mobil Adam, lelaki itu membukakan pintu mobil dan mempersilahkan Zanan untuk masuk. Zanan tersenyum dan kembali berterima kasih. Adam mengangguk. Setelah memastikan Zanan sudah duduk dengan baik, lelaki itu pun menutup pintu mobil, dan berlari kecil menuju tempat pengemudi.

Zanan tersenyum ketika menyadari ada Devan dan Gian di kursi penumpang bagian belakang. Kedua pun membalas dan melemparkan beberapa pujian untuk Zanan yang terlihat sangat manis malam ini.

—ㅇ—

Para tamu undangan terlihat memenuhi sebuah hotel yang sengaja disewa untuk melangsungkan pernikahan. Semua dekorasi terlihat menarik dan tersusun dengan rapi. Adam menarik napas, lalu membuangnya perlahan. Berharap rasa gugupnya hilang. Zanan yang menyadari perubahan raut wajah Adam langsung mengusap lengan kiri Adam. Dengan harapan hal itu mampu membuat Adam tenang, walaupun hanya sedikit.

"Ramai bener!" Gian berucap dengan sok polos. Sebenarnya ini adalah taktik untuk membuat Adam tertawa, dan berharap rasa gugup Adam akan hilang. Gian bahkan rela terlihat seperti orang bodoh hanya untuk membuat sahabatnya tertawa dan merasa tenang.

ZADAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang