01

2.7K 250 6
                                    

Hai! Jangan lupa putar video di atas ya!

Selamat membaca.

— ㅇ —


Bel pulang pun berbunyi, yang berarti hukuman Adam juga sudah selesai. Seragam lelaki itu basah karena keringat. Adam tak menyangka bahwa Pak Budi akan menjemurnya selama itu di lapangan sekolah dalam keadaan panas matahari yang menyengat.

Apalagi lelaki itu dihukum hingga bel pulang berbunyi. Benar-benar tidak masuk akal. Untung saja Gian selalu setia menemani sahabatnya itu. Ia bahkan bolos kelas karena ingin menemani Adam, meskipun hanya duduk berteduh dan menemani sahabatnya mengobrol itu sudah cukup bagi Adam. Gian juga diam-diam memberi Adam minum saat Pak Budi meninggalkan lapangan untuk beberapa saat.

"Gila emang tuh Pak Kumis ngehukum lo sampai pulang sekolah. Kalau bokap lo tahu, udah habis tuh dia." Gian mengomel. Ia bahkan mengganti nama Pak Budi menjadi Pak Kumis saking kesalnya. Padahal bukan dia yang dihukum, dia yang mengomel.

"Just keep it as secret, brother. Dia nggak perlu tahu. Nggak penting." Adam menyahut, lalu meneguk minuman botolnya hingga habis tak tersisa. Gian paham betul maksud Adam. Alhasil ia hanya mengangguk.

"Kaila masih di UKS, kan? Gue mau kesana." Adam lalu berdiri, bersiap untuk pergi ke UKS.

"Udah balik katanya. Zanan juga." Gian menyahut.

"Zanan?"

"Temennya Kaila yang lo kenain bola tadi namanya Zanan."

"Nggak sengaja." koreksi Adam, "Dia baik-baik aja, kan?"

"Kata Kaila kepala Zanan masih nyut-nyutan, jadi tadi dia nggak masuk kelas dan langsung balik dijemput walinya." Gian menjelaskan. Ia sudah seperti reporter yang menanyakan keadaan Zanan melalui Kaila.

Adam hanya mengangguk. Setelah itu ia mengajak Gian untuk pulang. Mereka berdua pun berjalan beriringan menuju parkiran sekolah yang kini hanya tinggal motor miliknya dan Gian yang ada disana.

— ㅇ —

Zanan sedang sibuk membaca novel, hingga sebuah suara mengalihkan pandangannya. Suara itu berasal dari ponselnya. Ada sebuah pemberitahuan dari Line miliknya.

Adam added you as friend

Untuk beberapa saat, ia terdiam. Namun, sebuah pemberitahuan kembali masuk.

                    Adam : Zanan?

Zanan lantas terkejut mendapat pesan itu. Ia juga takut untuk membukanya. Zanan hanya melihat pesan itu dari tampilan notifikasi pada layar ponselnya. Tidak memiliki keberanian untuk membuka.

Mungkin untuk gadis-gadis yang lain ketika mendapatkan pesan itu dari seorang Adam, mereka akan menjerit dan dengan cepat membalasnya. Tapi berbeda dengan Zanan. Dia takut. Apalagi ini kali pertamanya ia berurusan dengan Adam. Sebelum kejadian di sekolah tadi, Zanan hanya mengenal Adam dalam bentuk nama. Tidak pernah bertegur sapa, bahkan berpapasan di sekolah pun tidak.

Tapi hari ini, takdir mempertemukan mereka dengan kejadian yang tidak menyenangkan namun cukup menjadi perbincangan seantero sekolah.

Butuh beberapa menit untuk Zanan memutuskan apakah dia akan membalas pesan itu atau tidak. Namun, ketika ia sudah memutuskan untuk tidak membalas, pemberitahuan itu kembali masuk. Tapi bukan berupa pesan, melainkan telepon.

ZADAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang