Adam memasuki satu persatu ruang kelas sepuluh yang notabenenya berjumlah sembilan kelas hanya untuk menemukan orang yang membawa bingkisan tersebut pada Zanan. Setiap Adam memasuki tiap ruangan, dia tidak tersenyum dan juga tidak bertanya. Dia hanya mengarahkan pandangannya dan berharap matanya menemukan sosok tersebut.
Hingga pada saat ia memasuki ruangan kelas X-8, dia menemukan orang itu. Devi sedang menyandarkan kepalanya diatas meja. Tidak banyak orang di dalam kelas ini, sebab beberapa dari mereka mungkin sedang berada di kantin. Dan Adam bahkan tidak peduli akan hal itu. Saat Adam memasuki kelas X-8, beberapa orang yang ada di dalamnya memandang ke arah Adam.
Adam menarik napas dalam, lalu membuangnya. Berusaha menenangkan dirinya agar tidak termakan emosi ketika berbicara dengan Devi. Adam menghampiri Devi, dan duduk di kursi yang terletak di depan meja gadis itu.
"Angkat kepala lo." ujar Adam membuat tubuh Devi menegang. Gadis itu mendongak, dan betapa terkejutnya dia saat melihat Adam ada di hadapannya. Dia sudah menduga hal ini akan terjadi.
Ketika Devi sudah mendongakkan kepala, Adam melempar kotak yang berisikan bangkai katak itu tepat di hadapan Devi.
"Gue tanya, bingkisan itu dari siapa?"
Devi tidak menjawab. Membuat Adam berdecak malas. Apalagi sekarang Devi malah mengarahkan pandangannya ke arah lain. Salah satu hal yang tidak disukai oleh Adam ialah ketika lawan bicaranya tidak menatap kearahnya selagi Adam berbicara.
"Siapa yang nyuruh lo?" tanya Adam sekali lagi. Nada bicaranya terkesan dingin.
"Udah saya bi— bilang kan, saya nggak tau."
"Ck," Adam berdecak, "Jangan nguji kesabaran gue, Dev."
Devi menunduk. Dia benar-benar takut dan badannya mulai berkeringat dingin. Beberapa orang yang tadinya berada di kantin ternyata mengikuti Adam sampai ke kelas X-8, hanya untuk menyaksikan apa yang akan terjadi.
"Tinggal kasih gue satu nama doang susah banget ya buat lo?" Nada bicara Adam mulai terdengar putus asa. Dia berusaha sebisa mungkin untuk tidak membentak atau pun memaki perempuan dihadapannya.
"Lain kali kalau ada yang nyuruh berbuat hal bodoh kayak tadi, nggak usah lo ladenin. Lo udah gede kan? Bisa bedain mana yang baik mana yang nggak." Adam memperingati lalu berbalik arah meninggalkan kelas Devi yang sudah mulai ramai.
— ㅇ —
Jam istirahat pun berakhir. Namun masih banyak murid yang berlalu-lalang, sebab semua guru akan melakukan rapat penting. Sang Direktur pun ikut hadir dalam rapat kali ini. Jadi untuk beberapa menit kedepan, semua kelas di SMA Vintage dinyatakan free class atau jam kosong.
Hal tersebut tentu membuat semua murid senang. Ada dua hal yang disukai anak sekolah. Pertama jam istirahat, dan kedua adalah jam kosong alias free class. Apalagi jam kosong dimata pelajaran yang gurunya killer. Benar-benar merupakan sebuah anugerah dan hal yang membuat bahagia.
Adam dan teman-temannya berniat menghabiskan jam kosong ini dengan bermain bola di lapangan sekolah. Maka dari itu Adam menghubungi beberapa teman lainnya untuk menemuinya di lapangan. Sedangkan Adam, Gian, dan Devan akan menyusul.
Tiga serangkai itu baru saja menuruni beberapa anak tangga hingga langkah mereka terhenti saat ketiganya berpas-pasan dengan Rio dan kepala sekolah serta beberapa guru yang mengekor dibelakangnya.
Langkah Adam terhenti begitu pun dengan kedua temannya. Devan dan Gian melemparkan senyum termanisnya dengan sedikit menggerakkan kepala mereka sebagai bentuk penghormatan kepada yang lebih tua.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZADAM
Fiksi Remaja"If you are broken and I'm broken, why don't we trade the pieces and make something new?"