26

148 13 1
                                    

ADAM dan teman-temannya bukan tipe siswa yang ketika datang lebih awal ke sekolah, mereka akan duduk manis di dalam kelas sambil menunggu bel masuk berbunyi.

Mereka adalah tipe siswa yang lebih senang menghabiskan waktu di kantin, entah pada saat pagi hari ataupun jam istirahat. Kantin merupakan surga untuk para pelajar.

Bahkan untuk melaksanakan piket, terkadang Adam dan kedua temannya digantikan oleh teman sekelasnya yang senang hati menjadi suka relawan untuk Adam. Yang tentunya keuntungan itu juga dirasakan oleh Gian dan Devan.

"Kira-kira hari ini Pak Budi make daleman warna apaan ya?" celetuk Gian asal sambil mengunyah keripik kentangnya. Hal itu tentu saja membuat Adam dan Devan sontak terbahak.

"Masih pagi udah mikirin Pak Budi aja lo, njir!" sahut Adam setengah terbahak.

"Mungkin warna pink." tebak Devan membuat tawa Adam kembali terdengar.

"Emang dia punya?" tanya Gian penasaran.

"Mana gue tau, anying. Lo kata gue anaknya apa!" ujar Devan sedikit ngegas.

"Santai dong, babi!"

"Sesama babi harus rukun." sahut Adam menengahi pembicaraan keduanya. Cowok itu juga menepuk bahu Devan.

"Sialan lo!" umpat Gian dan melempar pilus ke arah Adam.

"Kemarin kenapa lo enggak masuk?" tanya Devan pada Adam.

"Ada urusan." jawab Adam sekenanya. Dia belum mau menceritaka hal kemarin kepada kedua temannya. Bukan karea Adam tidak memercayai keduanya, hanya saja ada rasa malu dalam dirinya.
Sehingga Adam belum bisa memberitahu siapa pun perihal hal kemarin. Dia belum siap. Jadi lebih baik, Adam menyimpan itu semua sendirian. Untuk sementara waktu.

"Urusan apaan?"

"Bisnis."

"Bisnis apaan? Lo bisnis sama tante-tante?" tanya Gian membuat Adam melemparnya botol bekas miliknya dan mengenai jidat Gian.

"Suka kagak bener anying lo kalo ngomong. Lo kata gue cowok apaan!" cerocos Adam membuat Gian tertawa.

"Becanda gue kambing!"

"Lo kambing!"

"Yah, sesama kambing harus rukun." sahut Devan yang kini membalas ucapan Adam beberapa saat yang lalu. Ketiganya pun langsung terbahak dan menarik beberapa perhatian pengunjung kantin pagi ini.

Tawa itu dengan cepat mereda ketika sudut mata Adam menangkap sosok yang tidak disukainya baru saja memasuki kantin bersama gerombolannya. Dilihatnya Yogi sedang sibuk bergurau dan detik berikutnya kedua mata mereka bertemu.

Yogi melempar senyum sinis seperti merasa bangga akan sesuatu hal. Adam tahu persis bahwa itu adalah senyum seorang Yogi yang merasa senang karena berhasil mengantar Zanan pulang kemarin. Yang berarti itu bisa saja membuat Adam murka. Kalian tidak lupa bukan, kesukaan Yogi sekarang adalah membuat Adam kesal.

"Dam, kemarin lo ngejemput Zanan kan?" tanya Devan mengalihkan perhatian Adam.

Adam menggeleng sebagai jawaban.

"Lah anying, terus cewek lo balik naik apaan?" Devan auto menabok bahu Adam geram.

"Dia balik bareng Yogi."

Gian yang baru saja meminum minumannya pun tersedak mendengar ucapan Adam, "Enggak usah becanda monyet!"

"Gue serius." jawab Adam sekenanya.

"Tapi aman kan? Zanan kagak kenapa-napa?"

Adam mengangguk, "Kalau berani nyentuh cewek gue, habis dia mah."

ZADAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang