3

7.2K 200 2
                                    

Setelah mengalami proses tanya jawab dengan Mr. Andy itu, aku langsung berjalan dengan cepat keluar dari ruangan Mr. Andy. Christine sedari tadi memang menceritakan semuanya dengan jujur tapi... dengan kalimat yang menurutku berlebihan.

"Hey! Tunggu," panggil seseorang. Suaranya cukup familiar di telingaku. Aku menoleh ke sumber suara, rupanya dia Christine.

"Apa? Berantem lagi? Gue udah muak," Ujarku malas ke padanya.

"Whatever, yang penting masalah dah selesai," Gumamnya santai. Aku berjalan ke arahnya dan mengulurkan tanganku sebagai ucapan perminta maafan lagi.

Namun dia justru menolak. Aku pikir hubungan kami akan menjadi teman setelah bermaaf maafan tadi, ternyata? Tidak seperti yang ku ekspek.

"Whoa! Tapi lo tetep musuh gue!" Dia langsung mendorong bahu ku. Aku menahan keseimbangan namun tidak bisa. Aku terjatuh.

Namun aku merasakan tangan hangat yang menempel pada punggungku. Rupanya dia, Zach Johnson.

Egh, What did I just said? 'Warm hand'?

"What?" Teriakku menolak tolongannya dan langsung menegakkan tubuhku.

"Jangan kepedean karena gue nolongin lo, Cara Delevingne," Gumamnya santai.

"Kalian serius mau berantem disaat gue lag—ah bodo deh," Christine meninggalkan ku dengan Zach berdua di koridor. Aku hanya menatap Zach tajam.

"Siapa juga yang gr? Yang ada lo kali," Ucapku merespon ucapannya barusan.

"Argh!" Aku meninggalkan tempat itu dengan cepat karena aku sudah tak tahan dengan cibiran tak pentingnya. Namun ada tangan yang menahan kepergian ku, ya siapa lagi? Zach.

"Apaan sih?!" Tanyaku dan langung menghantam sekaligus menolak pegangannya pada tanganku.

"Follow me," bisiknya dan lansung menarik tanganku kuat. Sakit tau.

"Zach! It hurt!" Teriakku dan berusaha melepaskan pegangannya. Namun dia masih mencekal pergelangan tanganku kuat dan membawaku ke suatu tempat.

Tiba-tiba dia melepaskan tangannya. Aku langsung memegang tanganku yang sudah memar. Dia menatapku saat aku sibuk dengan memarku.

"Puas?!" Tanyaku sambil menunjukkan pergelangan tanganku yang sudah merah ke biru-biruan.

-

1 year later..

Umurku sudah menginjak 19 tahun. Sedangkan orang tua ku sudah sibuk membicarakan tentang pacar dan hal lainnya. Bahkan orang tua ku ingin menjodohkan ku dengan Zach.

Yah, itu terdengar menjijikan. Namun,Mom & Dad akan sedih jika aku menolak permitaan terbesarnya. Jadi, ya terpaksa kami menjalani hubungan sebagai 'calon' suami istri.

Drrt drrt drrrtt

Nama Mommy terpampang jelas di handphone ku. Aku langsung memencet tombol hijau, "Hallo mom," Aku membuka percakapan

"Iya sayang. Kamu mau kan terima permitaan mama? Kalau kamu jadi menantunya Zach?" Tanya Mommy intens tanpa aba-aba. Aku sedikit terkejut karena Mom menyerangku dengan pertanyaan itu di telfon.

"Eh? Hm.. Ya gitu deh mom," Jawabku ragu.

"Kamu terpaksa?" Tanya Mom lagi dengan nada sangat khawatir.

"Gak kok mom. Kan ini permintaan terbesar mom aku yakin mommy akan senang," Aku langsung bersuara agar Mom tidak panik atau semacam hal itu.

"Kalau terpaksa, mommy batalin aja. Gimana?" Okay, darimana Mom tau keinginanku? Ini brilian.

Tapi tidak bisa, keluarga ku dan keluarga Zach sudah sama-sama membicarakam hal ini. Membatalkannya secara mendadak hanya membuat pihak keluarga masing-masing kecewa berat. Aku tidak ingin hal itu terjadi.

"Eh, jangan lah mom. Lanjut aja rencana pernikahannya," Kataku 'mengelak'.

"Okay. Lagian, orang tua nya Zach dan Zach nya setuju. Minggu depan Zach ada di rumah kamu. Jadi tinggal disana. Untuk beberapa bulan, sekalian nunggu resepsi nikahan," Kali ini nada bicara Mom menjadi sedikit lebih lega.

"Mommy gimana?" Tanyaku keheranan.

"Mom kan tinggal di Seattle sayang, nanti balik untuk dateng ke resepsi. Kemungkinan tempatnya di apart deket kantor Daddy kamu," Lanjutnya.

"Okay mom, bye," Ujarku membuang nafas dengan gusar.

"Bye," Aku memencet tombol merah dan mematikkan sambungan telefon diantara diriku dan Mom.

"Siapa yang telfon?" Tanya seseorang suaranya cukup familiar. Ini suara Mom bukan sih? Em, tapi cowok banget suaranya.

"Z-Zach? Sejak kapan lo disni?" Tanyaku kaget setelah menoleh dan melihat keberadaannya.

"Terus lo masuknya lewat mana?" Lanjutku bertanya.

"Sejak kamu telfon-an sama mommy kamu. Lewat mana? Nih," dia langsung memperlihatkan kunci rumahku. Apa mommy yang memberikannya?

"Udahlah! Kamar lo dimana kata Mom? Jangan bilang kita sekamar," Ujarku kesal

"Tuh tau, kita sekamar kok. Aku keatas dulu ya ke kamar kamu gerah nih," Dia berjalan santai sambil mengibas-ibaskan tangannya ke lehernya.

Aku mengacak rambutku frustasi. Mommy!

"Gak baik kalo udah jadi calon suami istri ngomong nya gue lo. Sekarang aku kamu aja," Timpalnya ketika menaiki anak tangga.

"Apaan sih!" Aku lAngsung lari menjauh darinya.

-
Edited.

Crazy Feeling (EDITED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang