-Phoenix's POV-
Liam..
Ia..
Sudah..
Mati..
Liam..
Sahabatku..
''Phoenix!!'' Seru Harry, seruannya membuyarkan pandanganku dari Liam-jasad Liam. Harry berlari kecil kearah ku, meninggalkan Liam terkujur kaku disana dengan darah yang masih basah disekitaran dadanya, aku masih menahan tanganku, jika aku mati mungkin semua akan berakhir. Aku sedang berancang-ancang untuk mengarahkan pistol ini kearah ku, aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi kedepannya, apa yang akan terjadi dengan nasib sandiwara ku yang lama kelamaan semuanya seperti terungkap secara bertahap. Gemma, Liam mereka mulai menampakkan dirinya disaat yang tidak pernah bisa kuduga-duga, aku semakin kewalahan untuk menutupi semuanya dari Harry, apa yang akan ia tanyakan setelah ini?
''Phoenix,'' Katanya lagi saat ia sudah didepanku sekarang, bisa kulihat wajanya berkeringat-sangat berkeringat. ''Kau-kau..''
''Harry, kumohon, bawa aku pergi dari sini''
''I-ini dimana? Aku bahkan tidak tahu, aku hanya mengejar Liam,'' Mata ku mengedar kesekitaran, hamparan rumput sintetis tidaklah asing bagiku, angin yang berhembus secara halus juga ikut membantuku menjawab pertanyaan Harry, kenapa aku harus berada ditempat yang bahkan aku sendiri tidak ingin menginjakkan kaki disini?
''No-Noona Hous''
''Tempat apa itu?''
''Tidak ada waktu lagi Harry, ayo kita pergi sebelum polisi menemukan kita!''
Aku pun menyeret Harry, Harry tidak memberontak dengan menanyakan 'Jelaskan siapa Liam!?'
Hari ini aku begitu kacau, aku butuh Diary ku.
aku butuh benda itu untuk menuliskan semua kejadian yang tak ingin orang lain tau.
***
''Tutup mulut mu, atau kau akan bernasib sama dengan pria gila itu!'' Ancam ku pada supir taxi yang kini sedang berkeringat dingin. Supir taxi didepan ku rupanya tidaklah buruk, buktinya ia cukup menuruti kata-kata ku untuk tutup mulut dan mengantar ku ke penginapan yang jauh dari kota, serta aku memintanya untuk menjadi supir ku, dan ia setuju untuk itu. baguslah
''Liam itu, siapa?'' Tanya Harry tiba-tiba, aku belum bisa berfikir jernih kali ini, tapi sialnya Harry justru menanyakan hal yang tidak ingin aku jawab sama sekali. Aku menghela nafas berat lalu menoleh malas kearahnya, ''Dia, dia itu musuh ku. Aku sudah lama menginginkan kematiannya''
Harry ber-oh ria, ''Tapi dia menyebut-nyebut nama Diana,''
deg
Sialan, ternyata si keparat itu membawa-bawa Diana dalam topik nya. Harry menatapku getir kali ini, seakan-akan ia sedang berusaha mencari ruang agar bisa memakan ku kapan saja, aku masih bertahan dalam membalas tatapan getirnya itu. Diam-diam aku memikirkan rangkaian kebohongan baru yang akan ku lontarkan untuk Harry
''Jawab aku,''
Aku tersenyum, tanda ide cemerlang baru sajalah muncul
''Mari buat sesuatu yang menyenangkan!'' Harry menyipitkan kedua matanya, ia berusaha mencari jawaban dari wajah ku, nihil, kau tidak akan menemukannya Harry
''Apa?''
''Mari kita buat sesuatu yang bersifat saling menguntungkan,''
''Apa maksudmu?''
''Tentu kau ingin untung dariku dengan tahu siapa Diana bukan?'' Harry mengangguk
''Aku pun ingin keuntungan darimu ketika kau tahu siapa itu Diana,''
''Keuntungan macam apa yang kau mau?'' dengan segera, aku mengambil pistol yang ku selipkan asal di tas ku, lalu mengarahkannya ke kening ku. Harry yang kaget langsung mengambil pistol itu paksa dan matanya enggan mengecil, aku pun merebutnya kembali, lalu Harry kembali merebutnya, hingga akhirnya ia mulai bersuara
''Keuntungan apa yang kau inginkan?! Dan untuk apa pistol ini?!'' Katanya dengan nada yang keras, nafasnya berderu dan tatapannya lebih getir daripada sebelumnya, aku tersenyum miring melihatnya seperti ini
''Aku akan memberitahu siapa Diana, namun kau harus biarkan aku mati.''
''Tidak!''
''Ya,''
''Tidak akan pernah!''
''Ya, karena kau menanyakan Diana,''
''Memangnya dia itu siapa!?''
''Gothca, kau bertanya lagi. Berikan pisto-''
''OKE OKE AKU TIDAK AKAN MENANYAKAN DIA LAGI!" Teriaknya, namun sesuatu yang cukup mengangetkan pun terjadi, Harry tiba-tiba saja memeluku. Deru nafas tak karu-karuannya bisa kurasakan dari bahu yang menjadi tempat hembusan nafasnya itu, pelukannya semakin erat
''Don't do it, losing you it's the biggest fear I have'' Bisiknya, aku hanya tersenyum simpul mendengarnya, aku tahu Harry akan melakukan ini, maka dari itu aku mengambil tindakan mengancam nya. Maafkan aku Harry, aku hanya tidak ingin, semuanya terbongkar begitu cepat.
***
Another Side...
''Fuck!!'' Gemma berteriak frustasi diruang kerjanya, berita kematian Anthony begitu menusuk bagian hati dalamnya, tak disangka tadi adalah hari terakhir dimana ia bertemu dengan Anthony.
Donny menghampiri Gemma, sangat jelas Donny menahan wajah kecutnya dan berusaha menampilkan tampilan sedih dalam wajahnya, Donny yakin bahwa ini ulah si bajingan itu, siapa lagi kalau bukan Zayn?
''Gems,''
''Donn..'' Gemma menangis saat membalas sapaan Donny, ia memandang lelaki bertubuh gemuk itu dengan mata yang berair, lalu Gemma memeluk Donny ''Thonny..''
''Ini pasti ulah Zayn!'' Donny tak bisa menahan rasanya lebih lama lagi, lama-lama ia sudah muak dengan Gemma yang mulai terbutakan ini, ia tahu betul Zayn akan membunuh orang-orang yang berusaha menghalangi nya untuk bebas, namun sampai saat ini, Donny masih bisa menyelamatkan dirinya dari kematian yang tidak diinginkan
''APA MAKSUDMU?!'' Teriak Gemma, kali ini terlihat jelas bahwa Gemma tidak mau Zayn disalahkan dalam kasus ini, intinya, Gemma tidak ingin Zayn disalahkan lagi
''Sadarlah Gems! Tidakkah kau sadar bahwa Zayn itu berbahaya?!''
''Kau yang seharusnya sadar! Kau yang berbahaya!'' Donny mengerenyit
''Keluar dari kantor ku! You asshole,'' Donny tampak terkejut dengan apa yang baru saja dilontarkan oleh Gemma, serius? Pikirnya. Hanya karena Zayn Gemma merubah dirinya begitu drastis, ini yang dinamakan kebutaan akan cinta.
Donny memutar tumit nya dengan cepat dan mengambil langkah lebar untuk pergi, rasanya ia sudah muak dengan Gemma, kali ini ia akan berhenti peduli pada Gemma, biarkan saja Gemma yang menentukan akhir dari cerita kelam ini, Donny tidak lagi peduli pada jalang-julukan baru yang diberikan Donny untuk Gemma-itu.
Gemma kembali menangis, kepalanya mulia terasa pusing. Rasanya sakit untuk melirik atau menggerakan kepala, seperti vertigo.
''Sial'' Rutuknya
''Aku akan segera menemukan dalang dari semua ini, tunggu aku, kau, Diana!'' Dengan berakhrirnya kalimat itu, Gemma segera keluar dari kantornya dan menyuruh beberapa polisi lainnya untuk mencari Diana, di London.
***
-Harry's POV-
Tidak, aku tidak bisa membiarkan Phoenix mati.
Jika Phoenix mati, siapa yang akan membantuku mencari pembunuh keluargaku? Walau ia tak tahu apa rencana ku.
Jika Phoenix mati, dengan siapa aku akan hidup nanti?
Jika Phoenix mati, dengan siapa aku akan menceritakan semua kisah ku?
Jika Phoenix mati, dengan siapa aku akan berbagi terrible jokes ku?
Jika Phoenix mati, dengan siapa aku harus mencintai?
''Harry!!'' Teriaknya, ia membuyarkan lamunan ku tentang bagaimana jika ia menarik pelatuk pistol itu tadi, aku segera menoleh kearahnya, ia tampak antusias namun terkejut, entah apa yang baru ia lihat
''Melissa!'' Katanya, aku pun memiringkan kepala ku untuk ikut mencari Melissa dibalik jendela, oh benar saja diseberang café sana ada Melissa juga Niall. Dengan segera, Phoenix menyuruh sang supir untuk berhenti, taxi pun berhenti di pinggir jalan. Dari sini, cukup jelas bahwa mereka sedang bermesra-mesraan di antara orang-orang yang sedang bersantai di café itu, Phoenix tidak berpaling sedikit pun dari tempatnya, matanya terus memandangi gerak gerik Niall dan Melissa itu, aku tahu itu.
Aku tidak terlalu mood untuk ikut memata-matai mereka berdua, diam-diam aku memandangi Phoenix dari belakang, entah mengapa ia selalu cantik dari berbagai sisi, rambut coklatnya adalah salah satu hal yang aku suka, coklat yang ia punya ada warna coklat yang aku sukai dari sekian banyaknya jenis warna coklat di dunia ini, aku suka saat ia sedang memata-matai seperti ini, wajahnya terlihat..entahlah aku tidak bisa menjelaskan dengan kata-kata, ia manis. Sangat manis, aku menyukai nya
Wish I could freeze this moment in the frame and stay like this
Terkadang, aku iri dengan si pirang itu, mengapa harus dia yang disukai oleh Phoenix? Sedangkan, aku tahu Niall tidaklah menganggap Phoenix lebih dari teman, aku tahu itu. Mengapa si pirang itu tidak merasa beruntung bisa disukai oleh gadis secantik juga sebaik Phoenix? Oke, lupakan tentang profesi gelapnya, mari kita lihat sisi lain Phoenix, ia begitu baik jika kau ingin tahu, ia penyayang anak kecil, satu hal yang cukup membuat ku gemas: ia menyukai kucing
Phoenix sebenarnya baik, asal kau tidak menganggu atau merebut apa yang seharusnya miliknya, dan menurutnya Niall adalah miliknya makanya saat ia tahu Niall bersama dengan Melissa, ia berniat menyingkirkan Melissa jauh-jauh, sudah kubilang, cinta itu membuatnya buta.
Aku masih bertahan dalam posisi sebelum akhirnya Phoenix menarik ku dan menyeret ku keluar, oh ia akan mendatangi meja Niall dan Melissa.
''Niall!''a/n: sorry for late update, x
vommentsnya minta juga yak. comment's what you think aboout this chapter hmmmm,
luv.x
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Diana [H.S]
FanfictionHe said 'Let's get out of this town' i said 'I know places we can hide.' - Copyright 2015 © by hoodjan All Right Reserved