Delapan Belas

602 33 3
                                    

Gabriel menelusuri jalan setapak yang menghantarnya ke sebuah rumah sederhana.

Pemuda berperawakan tinggi kurus itu tersenyum saat mendapati wanita yang menyambutnya dengan antusias itu.

Wanita itu tampak tersenyum lebar melihat putranya itu tiba. Rasanya sudah cukup lama tidak melihat wajah tampan yang dimiliki putranya itu. "Kau pulang, ada apa?"

"Tidak ada apa-apa. Kebetulan aku baru saja bertugas di luar istana dan jaraknya tidak jauh dari sini. Jadi aku mampir sebentar."

Wanita itu mengangguk sambil beranjak ke dapur untuk membuatkan teh hangat. Beberapa menit pun ia kembali dan meletakkan teh tersebut di meja.

"Minumlah.. bagaimana dengan adikmu? Kau sering bertemu dengannya? Apa dia baik-baik saja? Selama dia disini dia terus menangis akhirnya Ibu menyarankan padanya untuk kembali ke istana. Kau tahu apa yang dia alami? Mengapa dia terlihat sangat terpukul?"

"Ibu.. mengapa kau bertanya sebanyak itu? Bagaimana aku menjawabnya?" Kata Gabriel sambil tertawa kecil.

Ibunya itu tersenyum tipis "Bagaimana keadaannya?"

Gabriel tersenyum "Dia baik-baik saja. Bahkan, Ibu pasti tidak percaya apa yang baru saja terjadi padanya."

Wanita itu mengangkat alis "Memangnya ada apa?"

"Waktu itu Shilla pulang ke rumah karna aku yang menyuruhnya. Karna dia menyukai seorang pemuda yang menurutku itu mustahil."

Wanita itu mendelik "Siapa? Karna itukah ia terus menangis?"

Gabriel mengangguk "Dia menyukai putra mahkota yang saat ini sudah menjadi seorang Raja."

Kini wanita itu membelalak. Sedikit shock "Lalu?"

"Namun saat Shilla kembali, itu sempat menggemparkan istana karna Raja sering menemuinya."

"Apakah berbahaya baginya? Itu tidak apa-apa kan?"

Gabriel mengangguk sambil tersenyum simpul "Ya, sekarang dia tumbuh menjadi seorang 'Nona'. Dia menjadi selir di Istana."

Wanita itu tampak sangat shock, ia begitu tak percaya bahwa gadisnya akan menjadi bagian dari keluarga kerajaan seperti itu.

"Akan semakin banyak yang mencoba menyakitinya. Mungkin. Tapi aku akan berusaha melindunginya, begitupun dengan Raja."

***

Shilla kini berjalan menuju paviliun utama, berniat mengunjungi Rio karena ia tidak bisa tertidur. Namun, ia tak menemui pemuda itu disana. Bahkan Daud pun tidak berada disana.

"Di malam selarut ini, kenapa dia gak ada di paviliunnya?" gumam Shilla.

Sedangkan Zahra yang bersamanya itu juga tampak bingung dengan keadaan paviliun Raja yang kosong itu.

"Mungkin yang mulia sedang ada rapat, atau mungkin ada urusan di luar istana." kata Zahra pelan.

Shilla tampak merengut "Tapi kenapa di larut malam kaya gini?"

Akhirnya Shilla pun beranjak pergi meninggalkan paviliun utama itu. Langkahnya terhenti tepat di paviliun tengah, ia mendapati Daud dan pelayan-pelayan Rio ada disana.

Kini gadis itu mencelos, apa Rio mengunjungi Ratu? Mengapa di malam selarut ini? Apa mereka...

Shilla masih mematung kemudian ia melangkah gontai menuju paviliun miliknya. Entahlah, mengapa rasanya gadis itu begitu gelisah saat ini.

Beberapa saat pelayan yang disuruhnya untuk mencari tahu itu kini datang tergesa-gesa menghampirinya "Nona.."

"Apa? Kamu bawa kabar apa Vi?" Kata Shilla yang antusias melihat kedatangan Sivia itu.

Holding Sky in The PalaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang