Beberapa hari setelah itu Ify sudah bisa menenangkan rasa sakit yang menjalar akhir-akhir ini. Ia juga sudah bisa mempercayai Rio yang akan mempertahankannya. Mempertahankan Ify pada posisinya.
Saya tidak akan membiarkanmu memilikinya atau mendapatkan tahtaku. Gumam gadis itu.
Kini Ify berjalan mengitari paviliunnya yang luas itu. Mencoba merefreshingkan pikirannya.
"Nona, yang mulia datang."
Kini Ify langsung menoleh dan mendapati Rio yang berjalan bersama pelayan-pelayannya sambil tersenyum.
Rio dan Ify pun kini mencari tempat untuk berbicara berdua. "Apa harimu sudah membaik?" Tanya Rio.
Ify mengangguk pelan. "Ya." Katanya singkat.
Pemuda itu menghela nafas. "Kau tidak perlu khawatir. Posisimu milikmu, ragaku milikmu. Tak ada yang bisa menyangkalnya bukan?"
Ify kembali mengangguk. "Ya. Walaupun hatimu masih belum milikku." Katanya sambil tertawa kecil.
"Kau tidak sibuk?" Tanya Ify.
"Ada berkas yang belum ku baca. Tapi otakku rasanya ingin meledak. Dan akhirnya aku memilih untuk mengunjungimu."
"Kau pasti lelah karna kau bahkan jarang beristirahat. Sore hari seperti ini saja kau masih mempunyai tugas yang menumpuk."
Rio tersenyum. "Apa kau mau keluar istana malam ini?"
***
Malam sudah tiba. Rio sudah berganti pakaian untuk keluar istana. Namun, ia kini malah berjalan menuju paviliun barat.
Disana ia mendapati Shilla yang tengah melamun seperti biasanya. Rio pun segera menghampiri gadis itu dengan perlahan.
"Ashilla..."
Shilla pun menoleh kemudian mengernyit mendapati Rio yang tidak berpakaian resmi itu. Pemuda itu mengenakan kemeja berwarna biru dengan menggunakan jaket berwarna abu-abu dengan tudung dikenakan dikepalanya. Menggunakan celana jeans pendek dan menggunakan sneakers.
Takjub. Ia tak pernah melihat penampilan Rio yang seperti ini dan membuat gadis itu tertawa.
Rio mengernyit mendapati gadis itu menertawainya. "Kenapa?"
"Yang mulia lucu pake itu."
Rio mengerucutkan bibirnya kemudian memperhatikan penampilan yang menurutnya keren itu sambil ikut tertawa kecil.
Kini keduanya malah asik mengobrol sampai Rio lupa pada janjinya dengan gadis lain yang tengah menunggunya itu.
"Saya mau minta maaf soal kejadian waktu itu. Apa masih ada yang mengganggumu?"
Gadis itu kembali tertawa. "Dengan setelan gaul seperti ini, yang mulia berbicara formal jadi terlihat tidak pantas..."
Rio mencibir. "Oke, gue minta maaf soal waktu itu. Masih ada yang ganggu lo gak?"
Gadis itu masih tertawa. "Shilla, gue serius." Kata Rio lagi
Akhirnya Shilla berhenti tertawa dan kini menatap pemuda itu. "Tidak ada.. yang mulia."
"Jangan formal ah. Udah gaul gini manggilnya yang mulia. Panggil Rio aja.."
"Ya?"
"Kita kan seumuran Shilla. Sekarang kalo kita lagi berdua kaya gini gausah ngomong formal. Panggil gue Rio aja. Ma-ri-o."
Shilla hanya mengangguk sambil tertawa kecil.
"Jadi beneran gak ada yang ganggu lo lagi kan Shill?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Holding Sky in The Palace
RomantizmKetika sebuah takdir berjalan tak seperti yang di inginkan. Membuat sebuah barang berharga bernama hati itu terluka. Merasakan bimbang yang luar biasa. Ingin berjuang tapi semua orang melarang dan memisahkan. Membuat hati terasa amat sakit berkali-k...