Tiga Puluh Tiga

1K 53 10
                                    

Sudah dua hari terlewati semenjak hukuman mati ayahnya itu dijalankan dan Ify tak henti-hentinya menangis. Terus menangis sampai-sampai Bryan diurus oleh beberapa pelayan dari bagian kesehatan. Entahlah. Kenapa rasanya nyawa gadis itu seperti sudah tidak ada pada tempatnya.

Dan ia hanya tinggal mempersiapkan diri untuk hari esok. Karna hari itu pun ia akan menyusul sang ayah. Namun, hal yang masih mengganjal di hatinya adalah Bryan. Bagaimana Bryan tumbuh nantinya? Jika Ify pergi, adakah yang akan mengurusnya? Akankah ia menjadi calon raja? Apakah ia akan dikucilkan? Ify memang terlalu gegabah selama ini, jujur ia menyesali hal itu. Semua kejahatannya hanya karna kebenciannya pada Shilla. Kecemburuan semata.

Ify dibuat stress kali ini, karna ia tak diperbolehkan untuk meninggalkan paviliunnya sendiri. Ia akan dijaga oleh beberapa penjaga Istana. Dan ia tak akan bisa kemana-mana. Bahkan, ia juga tak diperbolehkan untuk menemui putranya dulu sementara waktu. Ini perintah Rio.

"Ify..."

Ify mendongak, suara wanita itu mengagetkannya, dan membuatnya ingin menangis kembali.

"Ratu.. Kau mau memaafkanku kan?" Ify pun langsung beranjak mendekati Shilla yang berdiri diambang pintu. Gadis itu berlutut sambil terisak.

Shilla hanya bisa tersenyum tipis, tak ada yang bisa ia lakukan selain itu. Jujur, ia benci sekali karna perempuan dihadapan inilah yang menggugurkan kandungannya. Tapi ia juga sedikit tidak tega melihat kondisi Ify yang seperti ini.

"Fy, aku kesini mau membicarakan sesuatu.. Soal Bryan.."

Ify mendongak sambil menghapus airmatanya "Apa?" katanya di sela sesegukannya.

"Aku sudah memutuskan akan mengurusnya. Aku akan mengangkatnya sebagai anakku. Dan sebagai kakak dari anakku. Mungkin dengan ini, kau bisa pergi dengan tenang kan?"

Ify membulatkan mata "Kakak? Kau sedang mengandung?"

Shilla mengangguk sambil tersenyum tipis "Ya, sekitar satu bulan kelahiran Bryan aku dinyatakan hamil."

"Baiklah, tapi kau berjanji tidak akan membedakannya kan?"

"Aku berjanji. Aku akan menganggapnya sebagai anakku sendiri. Lagipula, dia juga anak dari Yang mulia. Dan Yang mulia juga sangat menyayanginya.."

Ify meneteskan airmatanya, sungguh ia baru menyesali perbuatannya. Shilla begitu baik ketika ia sudah melakukan berbagai hal untuk melukai Shilla.

"Kau memang sangat baik, selalu seperti itu walaupun aku sudah banyak menyakitimu.."

"Sudahlah, tidak usah membahas hal lain.."

Ify semakin terisak, Shilla pun menyuruhnya untuk berdiri "Aku akan usahakan sebisaku, agar Bryan mendapat haknya untuk naik tahta. Jadi kau jangan khawatir. Bryan bersamaku."

***

"Dimana Ratu?"

Beberapa pelayan paviliun tengah itu dikagetkan dengan kedatangan Rio yang tiba-tiba.

"Ratu mengunjungi Nona Ify, Yang mulia.."

Rio mengernyit, ada urusan apa Shilla mengunjungi gadis itu? Baru saja ia akan bertanya, tiba-tiba saja sebuah suara lain menghentikannya "Aku disini, yang mulia. Kau mencariku?"

Pemuda itu pun segera menoleh ketika suara yang sangat dikenalnya itu tersenyum dibalik punggungnya. Rio pun membalikan badan dan menatapnya cemas. Entah kenapa. "Kau darimana?"

"Kau kenapa?" kini Shilla malah balik bertanya.

Rio mendengus lalu mencibir "Aku sedang bertanya Ratu. Kau malah bertanya juga."

Holding Sky in The PalaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang