Dua Puluh Lima

570 59 9
                                    

Satu setengah tahun berlalu...

"Kapan yang mulia akan datang?" Hanya itu yang dilontarkan Shilla setiap harinya. Karna sampai saat ini Rio tak pernah mengunjunginya.

Sudah genap satu setengah tahun Shilla berada diluar istana setelah Rio mengirimnya keluar saat itu. Rio seperti mencampakkannya begitu saja. Namun, Shilla tak akan membenci Rio karna bagaimanapun cinta yang dimiliki Rio padanya sangatlah besar. Dan Shilla juga yakin, suatu saat Rio akan menjemputnya kembali.

"Tak ada kabar apapun dari istana sampai saat ini, Nona.. Bagaimana bisa yang mulia melupakanmu.."

Shilla menarik nafas dalam-dalam. Kemudian mengambil secarik kertas dan menulis sesuatu diatas kertas tersebut. Setelah itu Shilla memerintahkan untuk pelayannya membawa surat tersebut ke ibukota dan memberikannya pada sang Ibu. Dan Pricilla lah yang diberi perintah oleh Shilla.

"Nona,. Aku mendapat sebuah kabar. Kabar ini sedang ramai diperbincangkan orang-orang...." Zahra nampak sangat misterius kali ini. Sepertinya ada kabar tidak baik. Terlihat jelas dari ekspresi wajah gadis itu.

Shilla memutar bola matanya "Ya kabar apa?" Sahutnya.

"Ratu Ify..." Lagi-lagi Zahra menggantungkan kalimatnya. Membuat Shilla dibuat penasaran.

"Ada apa dengan Ratu?"

Zahra terduduk lemas "Nonaa, bagaimana bisa yang mulia..."

Shilla mengernyit "Zahra kalo ngomong tolong yang jelas! Ada apa?" Kali ini Shilla nampak emosi apalagi melihat Zahra yang tampak kecewa.

Zahra menghela nafas "Tadi malam Ratu baru saja melahirkan seorang putra. Anak dari yang mulia. Bagaimana bisa Nona? Bagaimana bisa Yang mulia melupakanmu? Betapa kejamnya dia." Gadis itu meneteskan airmatanya. Ikut kecewa terhadap sang Raja.

Shilla merasa oksigen dalam ruangannya kian habis. Tak ada ruang lagi untuknya bernafas. Matanya nampak mengeluarkan setetes airmata. Nampaknya ia juga kecewa. Rio mencampakkannya. Bagaimana bisa?

Walaupun sebenarnya ia ingin sekali berpikir positif terhadap pemudanya itu tapi nyatanya tidak bisa. Ini benar-benar membuatnya kecewa.

'Yang mulia,
apa kau sedang bahagia saat ini?
Kau sudah memiliki keluarga yang utuh sekarang.

Tolong jawab Yang mulia...
apa kau melepaskan genggamanmu? Kau melepaskan tanganku?
Kau bilang kau tidak akan pernah melepaskannya.
Tidakkah kau tahu betapa kecewanya aku padamu saat ini?

Yang mulia, rasanya hatiku sakit lagi..'

***

Shilla dan semua pelayannya kini sedang bersiap untuk kembali ke iibukota. Shilla tak ingin lagi menunggu. Karna Rio mungkin memang tidak akan pernah datang mengunjunginya disana. Walaupun tidak kembali ke istana, setidaknya ia akan kembali ke ibukota.

Kini Shilla sudah tiba dirumah sang Ibu. Ini memang tujuannya sejak awal. Kembali kerumah ibunya walau kali ini ia bersama dengan para pelayannya. Dua hari setelah mendengar kabar itu jadi inilah keputusannya. Mungkin ia akan memulai hidupnya kembali dari awal lagi.

"Maaf ya, kalian jadi gak tinggal di istana lagi. Kalau tahu bakal begini, aku gak akan milih kalian jadi pelayanku dulu.."

"Nona... kau tidak usah khawatir. Saya sama sekali tidak menyesal menjadi pelayanmu. Saya akan selalu bersamamu.." ucap Zahra.

Shilla tersenyum kemudian memeluk Zahra sang pelayan utamanya itu. Sedangkan yang lain hanya mengangguk setuju. "Aku janji kalo aku bakal ngembaliin kalian ke istana lagi. Karna aku tahu gimana susahnya buat masuk ke istana. Kan aku juga dulu begitu." Tuturnya dengan ucapan yang non-formal. Terdengar agak canggung untuk yang lainnya.

Holding Sky in The PalaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang