Dua Puluh Delapan

561 54 5
                                    

Rio mematung dihadapan mejanya. Ada sesuatu yang mengganjal dipikirannya sejak semalam. Surat yang ia kirimkan tak ada yang sampai ke tangan gadis itu. Benar-benar patut dicurigai. Dan setahun belakangan ini memang benar-benar aneh. Seakan memang semuanya menghalanginya untuk bertemu dengan Shilla. Dan sepertinya Rio akan benar-benar memfokuskannya pada kasus yang kali ini. Mulai dari surat yang sedikit janggal, jaringan yang terputus hingga hal-hal yang lain.

Kali ini Rio benar-benar tidak ingin dibodohi lagi. Rio yakin, ada sesuatu yang sengaja mengatur ini semua. Setelah peristiwa keracunan itu, ia sudah menyelidiki semuanya dan hasilnya nihil. Tak ada jejak yang menuju ke arah pelaku. Tapi Rio yakin peristiwa keracunan itu adalah kesengajaan. Dan beberapa kejadian setahun belakangan juga pasti kesengajaan. Dan mungkin ini saatnya Rio mencoba mengungkapnya -lagi- semuanya. Walaupun dulu hasilnya nihil tapi Rio yakin kali ini ia akan berhasil.

Rio kini akhirnya melangkah keluar, menghampiri Daud yang tengah berdiri diluar Paviliunnya. "Coba deh tolong kamu panggilin Gabriel, suruh dia temuin gue.."

Daud mengangguk, akhirnya pemuda itu mengambil langkah cepat untuk menemui Gabriel dan mengajak Gabriel untuk ke paviliun utama. Sementara Daud pergi kini Rio kembali masuk ke dalam paviliunnya.

Rio membuka laci mejanya dan membuka sebuah kotak disana. Kotak yang berisi lipatan surat dari Davara. Surat yang -katanya- sempat ditulis oleh Davara. Surat yang ia sadari bahwa itu semakin janggal.

Karna darimana Ayahnya itu tahu bahwa Rio mengirimkan Shilla ke liar istana sedangkan itu hanya berjarak beberapa hari saja. Dan menurut kabar yang ia dengar juga bahwa Ayahnya sudah sakit seminggu sebelum ia meninggal namun memang sehari sebelum kepulangan Rio dari Jepang, Sang Ibu baru mengabari pihak istana dan meminta untuk diberi perawatan di istana sampai ia pulih. Dan Rio juga baru tahu, surat itu tertulis agak berbeda dengan tulisan ayahnya.

Dan bodohnya, Rio benar-benar baru menyadari itu semua. Mungkin saat itu ia sedang begitu sedih ditinggalkan oleh ayahnya jadi tidak berpikiran seperti ini.

Beberapa saat kemudian, Gabriel memasuki ruangannya setelah Daud membukakan pintu untuknya. "Gab, Shilla sudah di ibukota dan semalam aku menemuinya."

Gabriel membelalak "Bagaimana bisa anda menemukannya, Yang mulia?"

"Aku bertemu Pricilla. Dan Pricilla membawaku ke rumah ibumu. Katanya mereka memang baru beberapa hari disana."

Gabriel tersenyum lega, setelah sekian lama akhirnya ia mendengar juga kabar tentang adiknya itu. "Lalu mengapa kau tidak mengembalikan dia ke Istana?"

"Gab, aku tidak ingin terburu-buru. Aku harus menyelesaikan sesuatu. Jadi maksudku memanggilmu aku ingin kau menyelesaikan ini juga, kau mau membantuku kan?"

Pemuda itu mendelik "Membantu apa Yang mulia?"

"Kau kan berasal dari kantor penyelidik. Kau ketuanya. Jadi aku meminta untuk kau menyelidiki kasus tentang ini.." Rio menyodorkan surat tersebut ke hadapan pemuda itu.

Perbincangan semakin serius, Gabriel meraih surat tersebut dan membacanya. "Ada sesuatu yang janggal disana." lanjut Rio.

Gabriel semakin menatap surat itu lekat "Jadi ini surat yang dimaksud orang-orang sehingga kau disuruh memiliki anak dari Ratu?" Rio menarik nafas kemudian mengangguk.

"Saat aku mendengar kabar tentang itupun aku tak percaya, karna setahuku Raja Davara sangat menyukai Shilla.." Ujar Gabriel

Ah ya, Rio benar-benar baru ingat. Davara pernah bilang bahwa Shilla gadis yang baik dan memuji gadis itu dihadapannya setelah acara pernikahannya dengan Shilla itu. Dan Rio kali ini semakin yakin bahwa ada yang mempermainkannya.

Holding Sky in The PalaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang