Pertemuan tadi membuatnya semakin pusing. Beberapa menteri menyuruhnya untuk mengadakan konferensi pers. Sedangkan ayahnya dan beberapa menteri lainnya memintanya untuk tetap bersembunyi.
Kalau ia mengadakan konferensi pers, maka seluruh dunia akan tahu wajahnya. Itulah yang diinginkan rakyat. Tapi menurut ayahnya, jika semua itu terjadi, ia akan semakin dalam bahaya.
Lalu bagaimana Rio akan bertindak? Bersembunyi dan tetap bungkam? Menjadi orang yang pengecut?
Atau.. Mengadakan konferensi pers itu? Yang ditentang oleh ayahnya?.
Kini Rio memantapkan hatinya, juga pikirannya sambil berjalan menuju paviliun utama. Menemui ayahnya.
Seperti biasa, setelah dibukakan pintu terlebih dahulu, ia pun berjalan masuk dan menunduk memberi salam padanya.
"Ayah.. Aku.. Akan mengadakan konferensi pers itu."
Ucapan pelannya itu membuat ayahnya membelalak sambil menggelengkan kepalanya.
"Tidak. Apa kamu sekarang mulai melawan ayah?"
"Ayah. Kalau terus seperti ini membuatku terlihat pengecut. Aku tidak ingin menjadi pengecut." Rio meraih remote tv dan menyalakan tv plasma dengan ukuran 60" itu.
"Lihatlah. Mereka semakin menjadi-jadi. Bagaimana bisa kita tetap bungkam ayah?"
Di televisi itu terdapat berita yang menunjukkan keresahan rakyat karena keluarga kerajaan terus bungkam tak ada reaksi. Mereka hanya meminta untuk Rio menunjukkan dirinya saja dan berbicara pada rakyatnya.
"Aku.. Akan mengadakan konferensi pers itu besok pagi." katanya kemudian menundukan kepalanya untuk pamit. Kemudian melangkah keluar.
Rio kini memerintahkan sebagian pelayannya untuk memberi kabar keputusannya pada menteri, penjaga, dan pengirim kabar untuk mempersiapkan semuanya pada konferensi pers besok.
***
Shilla terlamun menghadap tv kecil dihadapannya itu. Kemudian terpaku pada berita yang mengabarkan tentang Rio.
'Putra mahkota akhirnya angkat bicara'
'Putra mahkota akan mengadakan konferensi pers yang terbuka untuk umum di istana.'
Shilla tertegun. Kemudian tersenyum. "Tuan.. Apakah perkataan mereka semua akhir-akhir ini menyakiti hatimu?" gumamnya.
"Tetaplah tegar. Setegar karang dihempas ombak. Saya tahu tuan mampu.."
***
Keesokan paginya.
Semua warga sudah berkumpul didepan gerbang untuk melihat konferensi pers itu. Beberapa wartawan sedang menata kamera mereka di dalam. Sebelum acara dimulai.
Acara diadakan di halaman depan istana. Halaman itu cukup luas dengan penjagaan padat disekeliling halaman. Sehingga tak ada satupun orang yang bisa memasuki wilayah dalam istana yang bisa mengacaukan acara.
Setelah siap. Pintu gerbang istanapun terbuka. Semua rakyat yang sudah menunggupun kini masuk ke dalam dengan di atur oleh penjaga agar tertib.
Shilla yang sehabis mengantarkan kue pun mampir memasuki istana untuk ikut melihat. Entah dorongan darimana.
Selang beberapa menit pula. Rombongan putra mahkota tampak datang ke aula utama itu dengan lima pengawal didepannya. Daud berjalan dibelakangnya. Disusul pelayan-pelayan lainnya dibelakang Daud. Dan.. Pengawal lagi yang berjumlah enam orang. Hingga semua orang agak sulit melihatnya.
Ia kini melangkah kemudian menaiki panggung kecil untuknya berbicara. Dengan didampingi beberapa menteri dan pengawal kerajaan.
"Tampan sekali ya. Benar-benar mewarisi ketampanan yang mulia." kata salah satu warga yang membuat Shilla mencibir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Holding Sky in The Palace
RomanceKetika sebuah takdir berjalan tak seperti yang di inginkan. Membuat sebuah barang berharga bernama hati itu terluka. Merasakan bimbang yang luar biasa. Ingin berjuang tapi semua orang melarang dan memisahkan. Membuat hati terasa amat sakit berkali-k...