Chapter 22

400 19 0
                                    

*Stella's POV*

"Um, Stella?", kata Claudya yang duduk dibelakangku. Ia mengetuk pundakku dengan jari telunjuknya.

"Ada apa?", aku membalikkan badan menghadapnya.

"Bisakah kau menemani aku ke kantin nanti?", tanyanya ragu-ragu.

Aku sudah janji kepada Travis bahwa aku akan ke kelasnya hari ini. Jadi tidak mungkin aku akan melanggar janjiku.

"Kalau kau tidak bisa. Tidak apa-apa kok", sela Claudya.

"Um, maaf sekali. Aku sudah ada janji dengan seseorang", kataku sambil tersenyum.

"Dengan siapa?", tanyanya tiba-tiba.

"Pacarku", kataku.

"Travis?", tanyanya yang membuatku bingung. Darimana dia tahu Travis? Sepertinya aku telah menyuarakan isi pikiranku karena Claudya tampak membeku di tempat.

Sepertinya dia tak bisa berkata-kata untuk beberapa saat. Tetapi kemudian ia menjawab, "aku tahu dari orang-orang di kelas ini. Mereka bilang kau berpacaran dengan seorang laki-laki bernama Travis".

"Ohh", kataku seadanya.

Saat hari pertama aku masuk sekolah, aku menceritakan tentang Claudya kepada Travis. Tetapi sepertinya Travis tidak sedang ingin mengobrol denganku karena ia tidak menjawab sepatah kata pun tentang cerita itu.

Bel pun berbunyi. Semua murid satu persatu meninggalkan ruangan; ada yang pergi ke kamar mandi, kantin, atau kantor guru.

Aku melangkahkan kakiku menuju kelas Travis. Aku ingin memberitahukannya bahwa aku telah mencoba blouse hasil pemberiannya dan aku sangat suka sekali.

Aku masuk ke kelas Travis dan langsung duduk disampingnya. Travis langsung melingkarkan tangannya dipinggangku dan menarikku agar lebih dekat dengannya.

"Aku lapar", kataku pada Travis.

"Aku juga. Kau mau makan apa?", tanya Travis sambil beranjak dari tempat duduknya.

"Nasi goreng saja", kataku sambil tersenyum.

"Baiklah, aku segera kembali"

Aku berjalan menuju gerombolan teman-temanku yang ada di ujung kelas.
Ivy sedang membelakangiku sehingga ia tidak menyadari bahwa aku sudah di dekatnya.

"Ha!", kejutku yang membuat Ivy melompat dari tempat duduknya. Aku tertawa dengan sangat keras melihat kelakuannya itu.

"Kau mengejutkanku saja", kata Ivy sambil mengelus dadanya.

"Ivy memang gampang sekali terkejut"
"Lucu sekali"
"Hahahahaha"
"Kerja bagus Stella"

Setidaknya itulah tanggapan dari teman-temanku yang melihat reaksi Ivy sampai ketika "bagaimana Travis bisa menyukai wanita yang kasar dan tidak feminim seperti itu" mendarat tepat di telingaku. Suara seorang wanita. Aku melihat sekeliling dan tidak mendapati orang itu. Semua orang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

Berani sekali dia berkata seperti itu.

"Ada apa?", Ivy menginterupsi pencarianku.

Aku kembali menatap Ivy. "Ada yang sedang membicarakanku tadi", bisikku di telinga Ivy.

"Perasaan kau saja. Murid di kelas ini kan semua temanmu, mana ada yang mau membicarakanmu", kata Ivy namun aku tidak percaya dengan kata-katanya.

Seorang teman bisa saja menjadi musuh dalam selimut. Aku hanya harus lebih berhati-hati.

Aku mencium aroma nasi goreng yang wangi dan mendapati Travis sudah berjalan masuk ke kelas.

Aku pun meninggalkan Ivy dan pergi duduk bersama Travis untuk makan karena aku sudah tidak tahan lapar.

***

*Travis' POV*

Aku berusaha masuk ke kantin yang sangat padat itu. Seharusnya aku tidak membeli makanan di pertengahan jam istirahat karena kantin selalu ramai pada jam ini.

Tapi Stella mengatakan dia lapar dan aku tidak mau dia pingsan karena tidak makan. Stella pernah pingsan karena tidak makan akibat terlalu fokus pada ujiannya. Dan terlebih, melihat Stella dari jauh saja semua orang akan tahu bahwa ia bukan orang yang ringan. Jujur saja, aku tidak akan kuat mengangkatnya.

Setelah berdesak-desakan cukup lama, akhirnya aku sampai di tujuan juga. Aku membeli 2 bungkus nasi goreng lalu mengucapkan terima kasih kepada ibu kantin itu kemudian dengan segera pergi dari tempat yang membuatku sesak itu.

Kantin memang panas sekali. Aku merasakan keringat mulai mengalir di leherku. Sepertinya bajuku basah.

Karena terlalu tergesa-gesa untuk keluar dari kantin, aku tidak sengaja menginjak kaki seseorang.

"Maaf, maaf", kataku pada orang itu.

"Tidak apa-apa", katanya yang membuatku menyadari siapa itu. Siapa lagi kalau bukan Claudya.

Aku berbalik dan mendapatinya sedang tersenyum lebar. Disampingnya ada Karen dan Amanda. Stella pernah bercerita tentang betapa menyebalkannya Amanda.

Mereka semua berteman? O-oh, dunia ini semakin gila saja. Mereka bertiga jelas-jelas wanita licik. Tetapi kurasa Stella tidak tahu itu karena aku belum memberitahunya bahwa Claudya adalah mantanku yang pernah diungkit Marvin sialan itu.

Aku memasang muka datar lalu meninggalkan Claudya yang terus melihatku sampai aku berhasil keluar dari kantin. Kantin menyebalkan dan wanita menyebalkan. Aku tidak suka ide itu.

***

"Kak, bisakah kau menolongku?"

"Ada apa?"

"Tolong belikan aku bunga mawar yang indah", kataku pada kakak kesayanganku itu yang membuatnya bingung.

"Untuk apa?", ia mengerutkan keningnya.

"Tidak apa-apa. Untuk kehancuran Stella dan Travis", kataku yang membuatnya semakin bingung.

"Baiklah", katanya kemudian setelah mengerti dengan apa yang kumaksud.


Thanks for 8k readers :D gak nyangka banyak yang baca lohh, please vote and comment yaaaa

Last KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang