Chapter 29

278 9 0
                                    

Hi guysss! Udah mau end nih ceritanya, gak sampe 10 chapter kok :D
Happy readinggg

*Stella's POV*

Aku merasakan seseorang menepuk pundakku.
"Kau kenapa?", tanya Nico ketika aku membalikkan badanku.

"Kenapa memangnya?", tanyaku padanya.

"Tidak biasanya kau duduk diam seperti ini di kelas, biasanya jam istirahat kau selalu pergi ke kelas Travis", katanya sambil mengangkat kedua kakinya ke meja. "Dan kau belum tersenyum hari ini", ia menunjuk wajahku.

"Perasaanmu saja", kataku lalu meletakkan kepalaku di mejaku sendiri. Aku tidak mengharapkan semua ini terjadi. Aku bahkan tidak menyangka hal seperti ini terjadi.

"Itu yang aku katakan pada temanku ketika aku putus dengan Claudya", Nico sepertinya bisa membaca pikiranku.
"Yah... kurasa tebakanmu benar", kataku tanpa melihatnya.

"Kau sudah putus?", tanyanya dengan nada khawatir.

"Iya", pikiranku kembali mengingat wajah Travis dan mataku mulai terasa panas lagi. Aku pun tidak berani mengangkat wajahku dari meja.

"Bagaimana bisa?", tanya Nico.

"Entahlah, sangat membingungkan", kataku karena aku tidak tahu harus menjawab apa.

"Cindy tidak datang hari ini", katanya mengganti topik pembicaraan. Aku tidak menjawabnya karena air mata sudah menetes di pipiku. Aku tidak mau Nico melihatku menangis. Aku tidak mau Travis disalahkan atas segalanya.

"Stella? Kau tidur?", tanya Nico. Aku tidak bergerak sama sekali dari posisiku.
"Jangan menangisi orang yang tidak menghargaimu", entah darimana ia tahu aku menangis.

Aku mengangkat kepalaku dan mendapatinya duduk disampingku.
"Kurasa Travis yang memutuskanmu, benar bukan?", tanyanya.

Aku mulai menangis lagi. Nama Travis selalu membuatku mengingatnya dan mengingat apa yang telah kami lalui bersama. Aku tidak pernah mau berpisah dengannya. Aku tidak mau. Air mataku tidak bisa berhenti. Aku menangis dengan bayangan Travis di kepalaku.

"Ceritakanlah. Kau tidak menganggapku teman?", kata Nico sambil mengusap pundakku.

"A-aku tidak mau be-berpisah dengannya...", kataku di sela-sela tangis.

"Lalu kenapa kalian berpisah?", tanya Nico.

"D-dia akan pergi", kataku. Tangisku mulai mereda. Nico membuka botolku dan menyodorkannya padaku.

"Ini, minumlah dulu", katanya. Aku menerima air itu dan meneguknya. Air hangat itu menenangkan pikiranku sedikit.

"Jadi, kau sudah beritahu temanmu?", tanyanya sambil memberikan tutup botolnya kepadaku.

"Belum. Aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya kepada mereka. Aku tidak mau mereka menganggap Travis itu jahat", jelasku.

"Cepat atau lambat kau harus memberitahu mereka. Tetapi mungkin sekarang Travis sudah memberitahu mereka", katanya yang menyadarkanku. Benarkah Travis telah memberi tahu mereka?

"Terserah. Aku tidak akan menemui mereka hari ini. Aku akan tetap di kelas sepanjang hari", kataku kemudian bel berbunyi menghentikan percakapan aku dan Nico.

***

"Kau mau kubelikan makanan?", tanya Nico yang menyadarkanku dari lamunan. Aku melihat kelasku yang sudah mulai kosong. Ternyata aku tidak menyadari bahwa bel istirahat sudah berbunyi.

"Apa yang kau lamunkan?", tanya Nico. Ia sedari tadi duduk disampingku tetapi ia tidak mengganggu lamunanku sama sekali.

"Tidak ada", kataku.

Last KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang