Chapter 23

342 14 0
                                    

"Namaku Nicholas Nelson", kata pria yang sedang duduk di depanku ini.

"Senang berkenalan denganmu", lanjutnya dengan senyum manis. Ia menjulurkan tangannya kearahku.

"Namaku Stella Kinsley. Senang berkenalan denganmu juga", aku menjabat tangannya yang terulur padaku itu.

Aku paling tidak suka acara pertemuan seperti ini. Ibuku pasti selalu saja mengenalkanku pada anak temannya. Seperti Nicholas Nelson yang satu ini.

"Kau tidak suka pesta? Atau lebih tepatnya, pesta pertemuan seperti ini?", tanya Nicholas tiba-tiba.

"Bagaimana kau tahu? Ya, aku memang sangat tidak suka dengan pesta pertemuan seperti ini. Aku tidak suka bertemu orang-orang baru", jelasku.

Nicholas menatap sekelilingnya sambil tersenyum.

"Karena aku juga tidak suka acara seperti ini", katanya.

"Kudengar kau masuk ke sekolah terbaik di kota ini", aku melanjutkan pembicaraan setelah beberapa saat kita tidak berbicara sepatah kata pun.

"Memang benar. Tapi itu tak sebagus yang semua orang pikirkan. Sekolahku bisa dibilang tempat ajang pamer, baik pacar maupun barang mereka. Mereka suka sekali membanding-bandingkan", jelasnya.

"Tidak heran jika itu yang terjadi. Uang sekolahnya pun cukup mahal", balasku.

"Aku akan pindah ke sekolahmu semester depan", kata Nelson.

"Benarkah?", tanyaku. Sebelum aku melanjutkan ucapanku, orangtuaku telah memanggilku.

"Sepertinya aku harus pulang sekarang. Sampai jumpa semester depan di sekolahku, Nelson", kataku akhirnya sambil meletakkan minumanku di meja terdekat.

"Panggil aku Nico", katanya sambil melambaikan tangan.

***

*Travis' POV*

"Kita akan pindah ke Jakarta segera, setelah kau tamat", kata ibuku yang membuatku memalingkan wajahku dari televisi.

"Apa?", aku bertanya untuk memastikan perkataan ibuku.

"Perusahaan pamanmu sudah menunggumu disana. Kau juga akan masuk ke universitas terbaik", jelas ibuku.

"Tapi... aku tidak ingin pindah", bantahku.

"Ibu hanya ingin yang terbaik untukmu, sayang", kata ibuku sambil menyodorkan apel untukku. Aku menerimanya lalu kumakan.

"Kau tidak bisa membuatku pergi dari sini begitu saja. Dulu saat aku betah di Jakarta, kau juga membuatku harus meninggalkan kota itu. Sekarang aku harus beradaptasi ulang lagi? Tidak, tidak. Aku tidak berniat untuk melakukan hal itu", kataku pada ibuku.

Sebenarnya aku tidak masalah jika harus beradaptasi dengan lingkungan Jakarta. Aku memang lebih menyukai Jakarta daripada kota-kota lain yang pernah kutinggali. Namun, mana mungkin aku meninggalkan Stella.

Aku mengambil kunci mobil yang terletak di meja dan segera memakai sepatuku.

"Mau kemana kamu?", tanya ibuku.

"Aku baru ingat bahwa aku ada janji dengan teman", bohongku.

"Dengan baju seperti itu?", tanya mamaku sambil menunjuk baju yang sedang kukenakan. Aku baru menyadari bahwa aku sedang memakai baju rumah yang terlampau santai.

"Iya. Tidak apa-apa", kataku lalu segera keluar dari rumah meninggalkan ibuku yang menatapku dengan bingung.

Aku ingin bertemu Stella sekarang.

Last KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang