Chapter 31

242 10 0
                                    

Happy reading!

*Travis' POV*

"Maafkan aku teman. Sepertinya aku menyukai Stella", kata-kata Nico membuat aku terkejut.

"Apa?", hanya pertanyaan itu yang bisa keluar dari mulutku. Aku tidak percaya dengan telingaku sendiri.

"Aku menyukai Stella", jelas Nico kembali. Tatapannya serius.

"Oh", kataku berusaha menyembunyikan rasa terkejut dan takutku. Ya, aku takut. Bagaimana kalau Stella juga menyukainya? Apa yang harus kulakukan? Aku memang bukan lagi pacarnya, tapi bukan berarti aku tidak berhak untuk cemburu. Bagaimanapun aku masih menyukainya. Dia adalah yang terbaik dalam hidupku.

"Kau sungguh tidak peduli? Jadi tidak apa-apa kalau aku mengajaknya berkencan?", aku tahu maksud Nico memberitahuku agar aku tidak menganggapnya mengkhianatiku.

"Tentu saja", kataku tanpa memandang Nico. Aku melihat pantulanku di kopi hitamku. Wajahku terlihat kusam. Kantung mata yang gelap terlihat jelas di bawah mataku. Astaga, apakah selama ini aku terlihat berantakan sekali?

"Terima kasih", kata Nico yang tidak kuhiraukan. Kata-katanya masih menghantui pikiranku.

"Stella!", kata Nico sambil melambaikan tangannya. Aku berbalik dan mendapati Stella masuk ke dalam restoran sendirian. Terusan yang ia pakai memperlihatkan kakinya yang jenjang. Rambutnya yang ia biarkan begitu saja membingkai wajahnya dengan indah. Ia tersenyum ketika mendapati Nico melambai kearahnya. Ia berjalan ke meja kami tanpa menyadari kehadiranku.

"Hai", katanya pada Nico sambil tersenyum lebar. Senyumnya pudar ketika ia melihat kearahku.

"Kebetulan sekali bertemu disini", katanya sambil kembali menatap Nico tanpa mengatakan sepatah katapun padaku, bahkan senyum pun tidak.

"Ya, kau mau bergabung?", tanya Nico seolah-olah ia tidak tahu kecanggungan yang ada antara aku dan Stella.

"T-tidak. Terima kasih", katanya tanpa menoleh kearahku sekalipun.

"Oh, ayolah. Lagian kau sendirian disini", bujuk Nico.

"Baiklah", Stella menyerah begitu saja. Bagaimana mungkin? Ia seharusnya menghindariku bukan? Apakah karena ia menyukai Nico?

"Kau mau pesan apa?", tanya Nico pada Stella. Aku merasa seperti tak diinginkan disini.

"Aku sedang ingin minum kopi saja", kata Stella sambil melihat daftar menunya.

"Bagaimana kalau pesan yang seperti Travis saja?", tanya Nico yang menyadarkanku dari lamunan karena mendengar namaku disebut. Stella masih tidak melihatku sama sekali dan hanya mengangguk pada Nico. Seburuk itukah aku dimata Stella sekarang?

"Baiklah. Travis, tolong pesankan. Aku ke toilet sebentar", kata Nico lalu segera pergi dari kursinya. Apa-apaan dia? Apakah dia lupa tentang masalahku dan Stella? Aku merutuk dalam hati tetapi masih tetap memesankan kopi untuk Stella.

"Terima kasih", kata Stella kepada pelayan yang mengantarkan pesanannya.

"Kau suka kopi?", tanyaku pada Stella. Aku bahkan tidak tahu dia suka kopi atau tidak. Astaga, pacar macam apa aku dulu.

"Ya", jawabnya singkat lalu menyeruput kopinya.

"Aku tidak tahu itu", kataku mendengus. Aku menertawai diriku sendiri dalam hati karena telah menjadi pria terbrengsek yang Stella pernah temui. Dia pantas mendapatkan yang lebih baik dariku. Nico, misalnya. Aku melakukan keputusan yang benar dengan mengakhiri hubungan kami.

I see what you're wearing
There's nothing beneath it
Forgive me for staring
Forgive me for breathing

We might not know why
We might not know how
But baby tonight, we're beautiful now

Last KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang