Chapter 32

240 11 0
                                    

Happy reading!! :D

Kring kringg! Kring kringg!

Bunyi alarm membangunkanku dari tidur yang lelap. Tanganku berusaha mencari tombol untuk menghentikan kebisingan itu. Setelah kutekan, aku kembali melanjutkan tidurku yang lelap.
"Stella! Cepat bangun!", ibuku mengetuk pintu kamarku dengan keras sampai-sampai aku tidak merasa ngantuk lagi.

"Nanti kamu telat ke bandara", kata ibuku yang membuatku berlari masuk ke kamar mandi. Aku lupa hari ini adalah hari yang penting bagiku.

Setelah selesai, aku mencari baju yang pas untukku hari ini. Akhirnya kuputuskan untuk memakai blouse yang Travis berikan dan celana panjang hitam kilat yang sudah lama tak kupakai. Setelah selesai dengan semuanya aku bergegas mengambil ponselku dan menarik kedua koperku keluar dari kamar.

"Lama sekali", gerutu Nico yang entah sejak kapan sudah datang.

"Sudah berapa lama kau menunggu?", tanyaku.

"Sejak ibumu mengetuk kamar pintumu dengan keras", kata Nico sambil mengangkat koperku.

"Ah, maaf. Aku tidak bisa tidur semalam"

Ibuku kemudian keluar dari dapur untuk mengantar kami keluar rumah.

"Hati-hati di jalan", katanya kemudian memelukku dan Nico. Ibuku sudah akrab sekali dengan Nico yang sering mengantar-jemputku. Katanya Nico anak yang baik.

"Bye", kataku kemudian masuk ke dalam mobil Nico.

"Kau bawa berapa koper?", tanyaku.

"Satu saja, kita hanya satu minggu disana, untuk apa membawa seisi rumah?", balasnya sambil menunjuk koperku yang ada di bagasi.

"Wanita selalu berbeda dengan pria", kataku lalu membuka radio yang ada di mobilnya. Supir Nico hanya tersenyum melihatku.

Tidak ada yang bersuara di dalam mobil karena menikmati lagu yang diputar oleh stasiun radio kesukaanku. Aku menatap jalanan yang awalnya di penuhi rumah kini mulai berganti menjadi pohon-pohon sawit yang menjulang tinggi. Kecepatan mobil pun bertambah karena sepinya jalan tol pada pagi ini.

Cause all I ever really wanted in this short life was you

Lirik itu tiba-tiba terdengar olehku. Lagu itu. Kenapa segala sesuatu harus mengingatkanku pada Travis? Kenapa setiap lagu yang ia suka selalu diputar di radio? Kenapa suasana yang tenang di mobil ini juga mengingatkanku pada Travis? Aku tahu aku sudah tidak peduli dengannya. Tetapi kenapa hati ini selalu mengingatnya?

"Sudah sampai", kata supir Nico yang menyadarkanku dari lamunan. Aku keluar dari mobil dan menatap bandara yang ada di depanku. Sebentar lagi, aku akan ke Jakarta untuk persiapan kuliahku. Nico akan mengurus visanya untuk pergi kuliah di Jerman. Tak terasa masa-masa sekolah tinggal setengah tahun lagi. Aku akan menjalani hidupku sebagai orang dewasa, yang tidak bergantung pada orangtuaku lagi. Aku tahu benar di Jakarta aku pasti akan bertemu dengan Travis. Aku belum siap melihatnya setelah sekian lama. Setelah terakhir kali ia menggenggam lenganku di trotoar itu.

"Ayo", kata Nico sambil merangkul pundakku. Aku tersenyum kearahnya. Sebentar lagi kami akan berpisah. Aku belum siap menghadapi hidup yang baru. Tapi bagaimanapun juga, waktu tidak akan berhenti untuk siapapun.

***

"Baik, terima kasih Anda telah menjadi bagian dari universitas kami", kata wanita yang duduk di depanku sambil tersenyum. Aku membalas senyumannya lalu keluar dari ruangan itu.

"Sudah selesai?", tanya Nico yang sudah menungguku sedari tadi di luar ruangan administrasi.

"Sudah, sekarang kita kemana?", tanyaku karena aku tidak pernah ke Jakarta sedangkan Nico sudah berkali-kali kesini.

Last KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang