Chapter 4

13.1K 724 14
                                    

Kabar baiknya, kami sekarang berbulan madu.

Oh, jangan membayangkan adegan lovey-dovey di otak kalian. Kami-tidak-sedang-seperti-itu.

Aku hanya memainkan pasir putih di pantai ini.

Harrolds? Jangan tanyakan suami-brengsek-aneh-ku itu.

Aku masih kesal padanya. Bagaimana tidak?

Tadi, aku sudah memberikan "kode keras" ku padanya, tapi dia? Hanya acuh tak acuh.

Tiga puluh menit yang lalu, aku dan Harrolds berkeliling daerah pantai ini. Lalu mataku menangkap satu keluarga kecil yang sedang bermain istana pasir.

Dan aku berkata, mereka terlihat bahagia dengan seorang anak di sisi mereka, dan seandainya kami juga seperti itu.

Aku berharap Harrolds memikirkan hal yang sama denganku. Dan kami akan saling memandang dengan tatapan lembut penuh cinta.

Ah, bukan cinta. Kami tidak mempunyai perasaan seperti itu. Sayang, ya. Hanya sayang.

Tetapi nyatanya, Harrolds hanya berdehem tanpa memandangku sedikitpun sambil memainkan handphone nya.

Huh. Segitu saja telepati sepasang suami-istri.

Aku ingin punya anak, tentu saja. Wanita mana yang tidak menginginkan rasanya mengandung, dan membesarkan anak serta mempunyai keluarga kecil yang sempurna?

Aku ingin itu. Tapi ini tak akan mudah.

Harrolds, menyentuhku saja belum pernah. Ugh, maksudku.. sampai ke bagian intinya. Kami hanya sampai fase saling melumat dan saling menyentuh.

Aku sendiri bingung, ini karena penyakit nya. Atau memang dia ingin mempermainkan ku. Ok, aku tahu penyakit ADHD itu, kadang membuat seseorang tidak akan menyelesaikan pekerjaanya dan perhatiannya teralihkan ke hal sepele lainnya.

Tapi, hell-o!

Apa kabar dengan nafsu dan libido nya?

Bukannya, itu adalah sesuatu yang sulit untuk di tahan?

Argh... aku merasa frustasi, lagi.

Sebentar, kemana Harrolds?

Mata dan kepalaku berkeliling mencari sosoknya. Dan, voila!

Harrolds, di sana. Bersama wanita yang memakai bikini merah –warna pelacur, menurutku-. Siapa dia? Dan kenapa mereka terlihat akrab sekali.

Aku memandang diriku sendiri, membandingkan diriku dengan wanita itu.

Kau tidak ada apa-apanya di bandingkan dia, Quill.

Nyaliku menciut seketika. Dadanya besar, kakinya jenjang, tubuhnya bahkan seperti jam pasir. Harus kuakui, dia sexy.

Aku menundukkan kepalaku, berpikir sejenak. Mendatangi Harrolds, atau kembali ke penginapan.

Tapi kau istrinya. Garis bawahi, IS-TRI-NYA!

Kata hatiku berkoar. Ya, aku istrinya. Untuk apa aku harus merasa rendah dengan wanita itu.

Dengan langkah berani, aku mendekati mereka berdua.

What the fuck...

Apa aku tiba-tiba menjadi tak terlihat? Harrolds melirik ku pun tidak..

"Ehem....", aku berdehem, berharap Harrolds mendengarku.

Harrolds memutar kepalanya sebentar, melihat wajahku untuk seper sekian detik. Lalu kembali berbincang dengan wanita itu.

Jangan tanya ekspresi wanita itu.

My Freak HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang