Quill mengerjapkan matanya. Dan mendapati Lukas yang duduk di sebelah kasur dengan senyum merekah di wajah.
"Dimana Harrolds?" suara seraknya memecah keheningan.
"Dia pergi, Quill."
"Apa maksudmu?" keringat dingin mulai mengucur dari dahi dan pelipisnya. Quill menatap lekat Lukas, meminta penjelasan.
"Harrolds pergi dengan mobilnya dan membawa serta beberapa koper. Aku melihat nya ketika melewati rumah kalian."
Saat itulah, suara halilitar muncul.
Dengan suara menggelegar yang menghentikan aliran darah, beberapa kilat membelah langit menjadi dua.
"Tidak! Lukas! Dia tidak boleh pergi!"
Quill panik, tangan kanannya menggenggam erat ujung kaos yang dipakai Lukas.
"Tapi dia harus, Quill! Kau tidak akan pernah aman bersamanya!" Lukas mencoba meredam emosinya.
"Aku akan mencari suamiku!"
Lukas memandang nanar Quill yang terhuyung-huyung mencoba berdiri dan berjalan mendekati pintu keluar.
"Kalau kau tetap bersikeras, biarkan aku menemanimu."
Quill menggeleng, "Tidak, terimakasih. Aku akan pergi sendiri."
Setelah mengatakan hal itu, Quill melepas selang infusnya dan pergi dengan segera meninggalkan ruangan. Mencari taxi dan menuju rumahnya. Rumah mereka.
***
Quill mencari ke seluruh ruangan. Namun yang dia temukan hanyalah isi lemari mereka yang hampir kosong.
Mengambil dompet dan jaketnya, Quill menuju ruang kerjanya.
Matanya tertuju pada sebuah kursi yang berada di tengah ruangan. Mungkin Harrolds membuatkannya untuk dirinya.
Perlahan, Quill mendekat. Dan menemukan sticky notes tertempel di sandaran kursi.
"Jangan marah, jangan menangis, jangan mencariku. Cukup jalani hidupmu serperti dulu, tanpa adanya diriku. Aku mencintaimu."
Quill menggeleng. Tidak, dia tidak akan menuruti Harrolds.
Untuk apa dia hidup, tetapi dalam kehampaan. Tanpa ada pria yang dicintainya itu.
Harrolds adalah nafasnya. Harrolds adalah penyemangatnya. Harrolds adalah teman seumur hidupnya. Tidak mungkin Quill sanggup menjalani hidup tanpa dirinya.
Perlahan, Quill menduduki kursi itu. Menenangkan pikirannya.
Dan setelah mendapat sedikit pencerahan, Quill membuka smartphone nya.
Menelepon sahabatnya, Suze.
"Ya-yah.. Quill, ada.. apahh?"
Mendengar nada aneh sahabatnya, Quill mengernyitkan keningnya. "Kau kenapa, Suze?"
"Ah.. aku? Tidak ap-pa apa..."
"Kau di apartement?"
"Y-ya..."
Mendengar itu, Quill menutup teleponnya. Lalu memakai mobil Harrolds yang lainnya untuk menemui Suze secepat mungkin.
Dan ketika Quill selesai membuka pintu apartemen Suze dengan kode yang sudah dia hafal di luar kepala, Quill membelalakkan matanya.
Telinganya mendengar suara-suara itu.
Suara aneh-bergairah. Atau lebih tepatnya desahan.
Dengan perlahan, Quill mendorong pintu kamar Suze.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Freak Husband
RomanceBagi Quill, hal tergila dalam hidupnya adalah menikahi laki-laki impulsive dan aneh seperti Harrolds. Dan hal gila lainnya adalah.. Dia yang sebelumnya acuh tak acuh terhadap suami tampan nya itu, perlahan tapi pasti.. Mulai ketergantungan dengannya...