Chapter 15

9.5K 543 18
                                    

Harrolds membuka pintu dan berhadapan langsung dengan kedua mata Quill. Disebelah istrinya itu, ada Lukas dengan seikat bunga besar.

"Lukas, bisa kau keluar?"

Pria itu menatap tajam Harrolds, menyiratkan kalau dia akan selalu mengawasi pasangan suami istri tersebut.

"Kau pikir kau siapa? Tolong keluar sekarang dan hentikan tatapan mu itu. Seolah-olah aku adalah pihak ketiga dari hubungan ini."

Lukas yang merasa tersindir, berlalu melewati pintu sambil sekilas memberikan senyum tipis kepada Quill.

Harrolds menutup pintu. Setelah pintu tertutup, hatinya langsung terasa ringan. Mengingat dia sudah mengenyahkan pengganggu rumah tangganya untuk sementara.

Lalu tatapannya jatuh pada Quill. Kedua bola mata istrinya itu menatap kosong ke arah jendela. Perlahan, Harrolds mendekat, duduk di sebelahnya dan mencoba menggapai punggung tangan Quill.

Tak ada penolakan. Tak ada balasan.

Quill terdiam seperti patung. Otaknya memikirkan semua hal yang baru saja terjadi. Dan segala hal yang dimulai dengan kata Andai saja.

Dia memejamkan matanya sejenak.

Lucu, pikir Quill.

Setelah semua hal yang terjadi. Kenapa hatinya tetap saja ingin memaafkan suaminya. Mencoba mengerti situasi suaminya. Dan mencoba memikirkan cara pandang suaminya.

Namun, tetap saja. Ada hal yang mengganjal di hatinya. Kenapa Harrolds melakukan ini padanya? Kenapa Harrolds tiba-tiba bisa hilang kendali?

Selama ini, Harrolds selalu memiliki alasan untuk situasi tak terkendalinya.

"Kenapa?"

Harrolds terkesiap, mendengar kata pertama dari istrinya dalam dua hari ini.

"Aku...."

"Kenapa kau hilang kendali, Harrolds?"

Pria itu terdiam, memikirkan kalimat yang cukup ringkas dan tidak ingin membuat kesalahan baru lainnya dalam setiap kata yang dia ucap.

"Kau pergi dengan Lukas. Tanpa sepengetahuanku."

"Setelah melihatku diantar oleh Lukas?"

Harrolds menggeleng, berpikir apakah dia akan mengatakan hal ini atau tidak.

"Orang kepercayaanku mengirimiku foto kalian. Dan aku hilang kendali, saat dengan santainya kalian turun dari mobil berdua di depan rumah kita. Seakan-akan kau tidak perduli terhadap perasaanku."

Quill berdecak.

"Oh, astagah. Kau, tidak-percaya-padaku? Pada istrimu sendiri?"

Quill menatap tajam Harrolds, dengan setiap penekanan di dalam kalimatnya.

Dan tanpa terasa, air mata Quill perlahan menyurusi kedua pipinya.

"Harrolds, tidak pernah sekalipun terpintas di pikiranku untuk mengkhianatimu. Tidak-Pernah. Dan kau, hanya berspekulasi serta bertindak tanpa memikirkan akibatnya. Lihat aku, lihat dirimu, lihat kita. Dan pikirkan tentang calon bayi kita. Aku memang tidak dapat menyalahkanmu sepenuhnya. Karena aku adalah sebuah alasan dari kejadian ini. Tapi satu hal, Harrolds. Hubungan kita, pernikahan yang kita jalani. Tidak akan bertahan tanpa adanya kepercayaan."

Perlahan, Quill membalas genggaman tangan Harrolds. Menatap dalam ke arah bola mata suaminya.

"Aku tahu. Maaf, maafkan aku. Tentang kita. Tentang calon anak kita. Tentang semuanya."

Quill terseyum, lega rasanya.

"Quill.. I can't keep my hands to myself. No matter how hard I'm trying to. Kau tahu itu. Dan aku bersyukur kau masih memahamiku, dan tetap di sisiku setelah semua hal ini terjadi. Tapi apakah hal ini baik? Maksudku, kita bersama. Aku tidak ingin menyakitimu lebih dari ini. Bukankah, lebih baik.. kita mengakhiri ini saja?"

Senyum Quill pudar seketika, jemarinya menggenggam kuat milik Harrolds.

"Kita sudah pernah membahas ini, Harrolds! Kita-tidak-akan-berpisah. Kita tidak akan menyiksa diri kita dan membuang-buang waktu. Itu seperti drama-drama picisan."

"But...."

"Can we just keep making love to each other? I'm trying, Harrolds. I'm trying, trying. Jangan pikirkan hal yang lain. Pikirkan tentang kita. Tentang cinta kita. Dan berapa banyak orang yang akan kecewa jika kita benar-benar melakukannya. Ok?"

Quill menangkup kedua pipi Harrolds, menatapnya sepersekian detik. Dan ketika suaminya mengangguk, Quill mengulum lembut bibir bawah Harrolds hingga suaminya itu membalas perlakuannya dengan lebih liar.


***

Well, aku bikin ini waktu aku lagi reply lagunya Selena Gomez – Hands To Myself.

Lagi bosen juga, males belajar, males baca wattpad, males buka sosial media, males nonton film-anime-drama. Dan bosan dengan segala hal. Kayak, monoton gitu. Bhahhahak :v

Jadi maaf, kalo feel atau ada kata-kata yang salah dalam penulisan dll. Aku males periksa dan edit lagi. Soalnya, aku langsung upload ketika selesai ngetik bagian ini, hoho.


My Freak HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang