Part 15

925 49 0
                                    

"Tapi jadi pacar gue dulu ya?"

Athira terkejut mendengar pernyataan yang di utarakan Rafa. Ia mati-matian menetralkan detak jantungnya dan menahan semburat merah itu agar tidak muncul di pipinya.

Setelah itu Athira tersenyum jahil sambil melihat mata Rafa. Kemudian ia menggeleng.

Rafa mengerutkan keningnya, "Hah?"

"Gak mau. Nembaknya gak romantis. Udah ah, gue mau makan." Ujar Thira. Kemudian ia pun membuka pintu mobil Rafa dan berjalan-- sedikit berlari-- ke arah restoran cepat saji tersebut.

Sedangkan Rafa yang ditinggal di dalam mobil mengulas senyum miring di wajahnya, kemudian menyusul Athira ke dalam restoran.

Athira menyapu pandangannya, mencari-cari spot tempat duduk yang paling nyaman.

Greb.

"Gue punya spot tempat duduk paling nyaman disini. Yok." Kata Rafa yang tiba-tiba sudah berada di samping Athira dan menggenggam tangan kecil milik perempuan itu.

Athira menaikkan kacamatanya sambil tetap mengikuti kemana langkah Rafa akan berhenti. Dia tidak pernah ke tempat ini sebelumnya, ya. Antara kurang bergaul dan malas untuk mengunjungi tempat-tempat. Mager, tepatnya.

Setelah beberapa lama berjalan, akhirnya mereka pun duduk di salah satu meja yang terletak tersembunyi di belakang. Di dekat jendela.

"Lo sering kesini?" Tanya Athira. Pertanyaan yang hampir sama, ditujukan kepada orang yang berbeda.

Rafa tersenyum lebar sambil mengangguk, "Lumayan, kalau lagi kepepet." Dan jawaban yang hampir sama, pula.

Athira terkekeh kemudian membuka halaman demi halaman buku menu. Matanya berbinar-binar melihat gambar-gambar makanan pada buku menu tersebut.

"Mbak, saya pesen chicken teriyaki 1 sama jus mangga ya." Kata Rafa sambil menyebutkan pesanannya kepada pelayan.

"Saya ayam goreng mentega sama air mineral aja." Kata Athira.

Pelayan tersebut mencatat menu mereke berdua dan bergegas pergi ke dapur setelah mengangkat 2 buku menu di meja bernomor 30 tersebut.

"Emang kenapa lo suka duduk disini?" Tanya Athira sambil menopang dagunya di atas meja.

"Tersembunyi. Trus karna nomor mejanya. Gue suka nomor 30." Jawab Rafa enteng.

Athira yang mendengar jawaban Rafa menahan nafasnya. Ingatannya terlempar kepada kejadian 9 tahun yang lalu.

"EVAN! SINI DEH!" Teriak Athira kecil sambil melambaikan tangannya kepada bocah lelaki berparas tampan itu.

"Kenapaa?" Sambut Evan sambil berjalan menghampiri Athira yang tengah berbaring di atas rumput taman bunga milik Evan.

Evan mendesah pelan. Matahari sudah terbenam sejak 2 jam yang lalu. Yang artinya sekarang sudah menunjukkan pukul 8, dan Athira-nya berbaring di atas rumput.

"Ra. Ini udah malem, tau. Dingin. Ntar kamu masuk angin," kata Evan. Kemudian ia duduk di sebelah Athira yang berbaring.

Athira tertawa geli kemudian menarik tangan Evan sampai ia ikut berbaring di sebelahnya.

"Bawel. Evan tupai bawel. Kaya gini doang gak bakal masuk angin tau." Jawabnya. Evan mendengus kemudian menatap langit-langit malam yang ditaburi banyak bintang.

"Dasar, monkey." Balas Evan kepada Athira. Athira memilih untuk mengabaikan ucapan sahabatnya itu. Ia kembali memperhatikan kerlap-kerlip bintang di atas langit.

First or Last?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang