Sembilan - Perfect Storm

4K 230 3
                                    

DT - 9 :: Perfect Storm

***

MAUDY menenggelamkan wajahnya di bantal. Kejadian di tebing tadi membuat kerja jantungnya menjadi tidak baik. Sedari tadi degup jantungnya menggila bahkan dulu saat ia jatuh cinta pada El tidak seperti sekarang ini.

Ia masih dapat merasakan bagaimana lembutnya bibir Matt saat menempel di bibirnya.

Arghhh

Maudy menggigit ujung bantalnya saat mengingat kejadian itu. Demi Tuhan! Sekarang dia tidak punya keberanian untuk bertemu lagi dengan Matt.

Canggung.

Adalah kata yang pas untung menggambarkan situasi keduanya. Bagaimana tidak, tadi saja ketika mereka pulang yang terjadi di jalan hanya sebuah keheningan. Tidak ada yang membuka suara. Bahkan Matt yang biasanya cerewet malah memilih diam.

Maudy mengambil ponselnya ketika lagu waste the night mengalun dengan kerasnya.

Mikael : Jangan tidur malem-malem ,Maudy. Besok pagi aku jemput :*

Maudy mendesah di tempatnya. Menjauhi El tidak semudah yang ia bayangkan. Dulu, Maudy menganggap El adalah cowok cupu yang apa adanya dan saat itu Maudy memang mencintainya. Namun semua persepsinya luluh lantah ketika ia tahu bahwa El mendekatinya hanya untuk merubah sifat buruknya. Sekarang El adalah orang yang keras kepala, pantang menyerah, dan bukan cowok cupu Prasada lagi.

Ponsel itu hanya tergeletak tanpa ada niat untuk membalas pesan itu.

El calling...

"Whats up" , Maudy duduk di tepi ranjang dan memandang pigura besar di sudut kamarnya.

"Lagi apa?" , Suara El terdengar lembut untuk ukuran cowok. Entah memang itu suara El yang sesungguhnya atau hanya di peruntukkan untuk orang yang ia sayang saja.

"Lagi nerima telfon lo" , ketus Maudy. Namun beberapa detik kemudian Maudy menggigit bibir dalamnya. Ini pertama kalinya ia ketus dengan seorang cowok bernama Mikael. Cowok yang pernah menjadi alasan ia tersenyum.

"Sampai kapan kamu marah sama aku? Harus berapa kali aku jelasin ke kamu, Maudy? Aku tahu kamu marah banget sama aku. Aku minta maaf, please kasih aku kesempatan kedua" , El mendesah di ujung telepon sana. Sedangkan Maudy masih diam di tempatnya bahkan ia lupa bagaimana cara bernapas dengan baik. Ia belum cukup kuat untuk mengacuhkan El.

"Besok aku jemput. Aku harap kamu udah mau maafin aku. Jangan berangkat duluan ya, buruan tidur. I love you Maudy" , belum sempat Maudy menjawab sambungan telepon itu sudah terputus.

Maudy menaruh ponselnya di ranjang dan menghampiri pigura besar itu. Potret dirinya dan seorang pria-lah yang terpampang. Dan terdapat tulisan di sudut pigura itu.

Always love you , Maudy Alviana Putri..

Happy 1st Anniversary my other half.

- El -

Potret dirinya dengan El yang sedang mengikuti camping. Masih tergambar jelas wajah kuyu mereka. Penuh coretan dan memakai atribut pramuka. Namun yang membuat berbeda adalah ketika gambar itu menunjukkan keduanya yang tengah tertawa lepas. Seakan semua yang di lakukan mereka bukan karena dasar terpaksa.

Sorot mata El pun dapat di lihat bagaimana sayangnya dia pada Maudy. Sorot mata yang teduh seperti hujan di tanah gersang. Menyejukkan.

Maudy meletakkan kembali pigura itu dan menghapus airmatanya yang entah sejak kapan sudah mengalir di pipinya.

Hearts On FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang